NASIONAL

Sawit Watch: UU Antideforestatasi Uni Eropa Baik untuk Kedua Negara

Tujuh Komoditas terdampak EUDR.

AUTHOR / Hoirunnisa

Sawit Watch: UU Antideforestatasi Uni Eropa Baik untuk Kedua Negara
Ilustrasi: Pekerja mengangkut buah kelapa sawit di kawasan PT Perkebunan Nusantara II, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (2/6/2023). ANTARA/Yudi

KBR, Jakarta- Lembaga Swadaya Masyarakat Sawit Watch menilai Undang-Undang Antideforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation-Free Regulations (EUDR) merupakan kebijakan yang baik untuk kedua negara.

Menurut Koordinator Badan Pengurus Sawit Watch Nurhanudin Achmad (Rambo), dalam kebijakan tersebut terdapat keharusan petani mempunyai legalitas secara formal atas kebun.

Jika hal tersebut terlaksana, maka akan menjadikan lahan petani mendapatkan sertifikasi dengan adanya tekanan undang-undang.

"Dalam hal legalitas formal negara itu belum banyak petani disertifikasi (kebunnya). Nah, ini kan menurut itu akan berpengaruh. Sehingga bisa tidak kompatibel dengan Undang-Undang Antideforestasi Uni Eropa. Tapi, memang kalau dilihat seandainya hal ini bisa dipenuhi maka baik untuk kedua belah negara," ujar Koordinator Badan Pengurus Sawit Watch Nurhanudin Achmad (Rambo) kepada KBR, Jumat, (14/7/2023).

Kata dia, saat ini pemerintah telah membuat satuan gabungan untuk mencari jalan tengah agar kepentingan negara tidak terdampak.

"Nah, ini yang seharusnya ditindaklanjuti satuan tugas gabungan yang barusan dibentuk oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Eropa," jelas Rambo.

Ia berharap, perbaikan melalui regulasi yang ada tidak meninggalkan kelompok kecil seperti petani kecil, masyarakat adat, hingga buruh sawit. Rambo menyebut tugas utama pemerintah adalah menyejahterakan warga apa pun regulasi yang ada.

Baca juga:

Tujuh Komoditas Terdampak

Sebelumnya, tujuh komoditas Indonesia akan terdampak penerapan Undang-Undang Antideforestasi Uni Eropa (EUDR). Tujuh komoditas itu antara lain sawit, kakao, kayu hingga karet.

Kemarin, Kamis, (13/7), Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, yang salah satu agendanya membahas aturan di Eropa tersebut.

Dalam, kebijakan tersebut, Uni Eropa meminta komoditas atau barang-barang yang masuk ke kawasan tersebut bebas dari deforestasi, dan dilengkapi uji kelayakan.

Selain itu, negara-negara akan diklasifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan risiko, yakni, rendah, standar, dan tinggi.

Usai rapat, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, potensi kerugian akibat pemberlakuan Undang-Undang Antideforestasi Uni Eropa diperkirakan mencapai 7 miliar dolar Amerika atau sekira Rp90-an triliun.

"Dalam berbagai kasus, mereka tetap buruh verifikasi. Nah, verifikasi ini tentu ada ongkosnya. Nah, ini sangat mengganggu kepada small holder, 15-17 juta pekebun kita akan terdampak dengan ini," ujar Airlangga, Kamis, 13 Juli 2023.

Baca juga:

Ia berharap pedoman pelaksaan UU tersebut dapat mengadopsi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk produk kayu atau Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk komoditas sawit.

“Kita ingin agar implementation guide line-nya itu mengadopsi apa yang sudah menjadi best practice, termasuk untuk kayu-SVLK, kemudian sawit-RSPO/ISPO, ataupun kemarin joint mission dengan Malaysia menjadi MSPO,” ujar Airlangga.

Menurut Pemerintah Indonesia, UU Antideforestasi Uni Eropa sangat diskriminatif, dan hanya bertujuan mengucilkan produk-produk Indonesia.

Itu sebab, pemerintah akan melawan regulasi tersebut, dengan menggandeng negara yang mengalami nasib sama, seperti Malaysia. Aturan itu rencananya berlaku akhir 2024.

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!