BERITA

RPP UU Ormas Bakal Rampung Tahun Depan

AUTHOR / Azizah

RPP UU Ormas Bakal Rampung Tahun Depan
RUU Ormas, Kemendagri, FPI, RPP UU Ormas

Kementerian Hukum dan HAM kini tengah mempersiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang akan menjadi acuan pelaksanaan UU Organisasi Kemasyarakatan. Direktorat Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian hukum dan HAM Heni Susila Wardoyo mengatakan langkah ini demi tertib administrasi dan identifikasi Ormas di Indonesia. RPP yang dimaksud diantaranya tentang pemberdayaan Ormas, RPP soal Sistem Informasi ke-ormas-an, pengawasan serta sanksi. "Ada tujuh RPP yang tengah disiapkan," kata Heni dalam program perbincangan Reformasi Hukum dan HAM KBR68H, Senin (28/10).

Meski aturan menginstruksikan pemerintah untuk merampungkan teknis pelaksanaan Undang Undang selama dua tahun tapi Heni berharap sejumlah RPP itu bakal rampung tahun 2014. "Karena ini (UU Ormas) akan efektif jika ada RPP," jelasnya. 

Kementerian Dalam Negeri mencatat hingga Juli 2013 terdapat hampir 140 ribu di seluruh Indonesia. Keberadaan mereka dinilai pemerintah berpeluang meningkatkan pembangunan. Bekas anggota Pansus RUU Ormas DPR Deding Ishak mengatakan, kelahiran UU nomor 17 tahun 2013 ini justru menempatkan Ormas sebagai subyek agar ormas lebih mandiri, berdaya dan berkontribusi positif dalam pembangunan bangsa. "UU ormas adalah pengakuan dari negara untuk mereka," ujar Deding.

Senada dengan itu, Tenaga Ahli Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri Firdaus Syam mengatakan, UU Ormas merupakan jawaban negara atas kebutuhan publik untuk mengembangkan kreativitas dan apresiasinya terhadap keberadaan Ormas. "Ini (UU Ormas) tidak untuk membatasi tapi mengatur," katanya.
 
Pekan lalu Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menghimbau Pemerintah Daerah melibatkan FPI dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah. Langkah ini diklaim Mendagri sebagai pembinaan terhadap ormas yang sering bersikap radikal itu.
 
Respon pun beragam. Jika Gubernur Jawa Tengah mensyaratkan selama FPI tidak anarkis maka bisa dilibatkan, berbeda dengan Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok justru bingung dengan himbauan tersebut. Ahok menilai himbauan Mendagri tak sejalan dengan perintah Presiden SBY yang malah menginginkan pembubaran ormas radikal FPI. Kalimantan Tengah bahkan dengan tegas menolak pelibatan ormas yang mengklaim sebagai pembela syariat Islam ini sebagai mitranya dalam membangun wilayahnya.


Sebagai salah satu pejabat di Kementerian Dalam Negeri Firdaus Syam menilai positif himbauan atasannya. "Himbauan itu mengajak Pemda untuk melibatkan ormas apapun yang merupakan bagian dari aset nasional," kata dia.

Ormas, lanjut Firdaus, punya kewajiban memperkuat cita cita nasional, termasuk memperkuat ketahanan bangsa. Untuk itu perlu kerjasama antara ormas dalam program pemerintah untuk kesejahteraan dan keamanan masyarakat.
 
Sebuah peraturan sudah selazimnya mencakup aturan, larangan hingga sanksi. Tapi pemerintah mengaku tak berwenang untuk memberikan sanksi terhadap ormas yang menabrak aturan itu.

Heni menyatakan, pembahasan soal sanksi juga tengah dibahas dalam RPP UU Ormas. Tapi sanksi tidak bisa serta merta dijatuhkan. Bahkan, menurut Heni, ada tahapan pemberian sanksi mulai dari upaya persuasif, indikator jelas, peringatan tertulis, penghentian bantuan, penghentian sementara kegiatan sampai pencabutan izin jika ormas berbadan hukum. Mekanisme pembubaran ormas bahkan tidak menjadi kewenangan pemerintah melainkan diputuskan melalui persidangan di pengadilan. "Saya sepakat pemerintah harus arif untuk menjatuhkan sanksi," kata Heni.

Bab XVI UU Organisasi Kemasyarakatan mengatur tentang larangan ormas. Di antaranya ormas dilarang melakukan tindakan permusuhan dengan landasan SARA atau golongan. Ormas juga dilarang menyalahgunakan, melakukan penistaan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia. Ormas juga dilarang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketentraman dan ketertiban umum. Larangan lainnya adalah ormas dilarang melakukan kegiatan yang menjadi wewenang dan tugas penegak hukum. 
Perbincangan ini kerjasama KBR68H dengan Kementerian Dalam Negeri.

Editor: Vivi Zabkie.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!