NASIONAL

RKUHP Berpotensi Pertebal Stigma Negatif pada Penyandang Disabilitas

Jika aturan di RKUHP diberlakukan secara merata tanpa melihat latar belakang orang penyandang disabilitas ataupun jenis tindakan yang mereka lakukan, maka bisa menyebabkan diskriminasi.

AUTHOR / Resky Novianto

RKUHP
Mahasiswa demo menggugat RKUHP di Alun-alun Serang, Banten, Rabu (6/7/2022). (Foto: ANTARA/Asep Fathulrahman)

KBR, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat menilai mengatakan pembahasan RKUHP masih minim partisipasi penyandang disabilitas. Bahkan pembahasan RKUHP masih jauh dari konsep ideal partisipasi yang bermakna (meaningfull participation).

Koordinator Program dan Riset LBH Masyarakat, Albert Wirya mengatakan dalam draf RKUHP terdapat pasal krusial yang berpotensi menebalkan stigma bagi penyandang disabilitas. Di antaranya Pasal 38 yang tertulis: “Setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana menderita disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual pidananya dapat dikurangi dan dikenai tindakan".

Menurut Albert, jika itu diberlakukan secara merata tanpa melihat latar belakang orang tersebut ataupun jenis tindakan yang mereka lakukan, maka bisa menyebabkan diskriminasi.

"Ini yang membuat lebih banyak lagi orang berpikir bahwa orang dengan disabilitas khususnya mental intelektual itu tidak punya kapasitas hukum, yang menyebabkan mereka tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana. Sama juga seperti sebelumnya, jika tidak berhati-hati maka penggunaannya bisa melestarikan stigma terhadap penyandang disabilitas," ujar Albert dalam diskusi Urgensi Pelibatan Penyandang Disabilitas dalam Pembahasan RKUHP secara daring, Kamis (18/8/2022).

Baca juga:


Menurut Albert, pemerintah perlu memperbaiki draf RKUHP terkait pemahaman yang tepat kepada masyarakat. Terutama, berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana yang tidak bisa diberlakukan secara merata hanya dengan melihat status seseorang.

Sebelumnya, Koalisi Organisasi Penyandang Disabilitas Pemantau RKUHP menyebut, tidak pernah diundang atau dijelaskan mengenai pasal-pasal dalam RKUHP yang erat dengan kepentingan penyandang disabilitas.

Koalisi menilai bentuk pelibatan sulit tercapai karena pembahasan RKUHP tidak berjalan transparan dan inklusif. Dokumen-dokumen RKUHP yang tersebar dalam bentuk yang tidak aksesibel, karena sulit untuk dibaca oleh penyandang disabilitas dengan hambatan penglihatan.

Selain itu, Koalisi Organisasi Penyandang Disabilitas Pemantau RKUHP juga menyebut forum-forum yang dilaksanakan sebagai bentuk sosialisasi RKUHP juga tidak pernah melibatkan juru bahasa isyarat, sehingga sulit dipahami oleh penyandang disabilitas dengan hambatan pendengaran.

Baca juga:


Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!