NASIONAL
Ribuan Penyelenggara Negara Belum Setor LHKPN, Termasuk DPR
Batas akhir pelaporan LHKPN 31 Maret 2023.
AUTHOR / Wahyu Setiawan, Muthia Kusuma
KBR, Jakarta- Ribuan penyelenggara negara belum menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) hingga akhir Mei. Padahal, batas akhir pelaporan LHKPN adalah 31 Maret 2023.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Firli Bahuri saat rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, hari ini.
"Sampai dengan 31 Mei 2023, kewajiban lapor penyelenggara negara sebanyak 371.722. Sudah melaporkan 365.333. Belum lapor sampai hari ini sebanyak 6.389," kata Firli, Rabu, (7/6/2023).
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan, pelaporan LHKPN hingga akhir Mei 2023 mencapai 98 persen. Penyelenggara negara yang paling banyak belum menyerahkan LHKPN berasal dari unsur legislatif, yakni lebih dari 7 persen atau baru 92,86 persen.
Rinciannya, 18.614 legislator sudah melapor dari total wajib lapor sebanyak 20.045, sisanya yakni 1.431 belum setor LHKPN.
Dalih Kendala Teknis
Sebelum data di atas diungkap Firli, DPR tidak menampik jika ada pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang belum membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sepanjang periode 2019-2021.
Anggota Fraksi PDI-P DPR Aria Bima berdalih, pengisian LHKPN kerap terkendala hal-hal teknis. Karenanya, ia memastikan hal itu bukanlah tindakan yang sengaja dilakukan DPR. Klaim ini disampaikan Bima pertengahan April 2023.
"Ya, mesti akan ditanggapi positif oleh partai. Kenapa LHKPN tidak dilaporkan, kan, ketentuan. Semoga-moga bukan saya, aku juga lupa-lupa ingat kalau LHKPN. Sekali lagi saya yakin bahwa teman-teman tidak bukan sengaja tidak melaporkan, tapi mungkin pelaporan tuh juga bukan yang mudah, kalau saya tidak punya PT, tidak punya perusahaan cepat karena kan bolak-balik, mengisinya kan lama, dan itu harus diisi setiap tahun," ucap Aria dalam keterangan pers, Jumat, (14/04/2023).
Ketidakpatuhan itu membuat LSM antikorupsi ICW melaporkan 55 AKD DPR yang belum mengisi LHKPN periode 2019-2021 ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD).
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana memerinci, sebanyak 4 orang pimpinan DPR serta 37 pimpinan komisi tidak patuh melaporkan LHKPN. Ia menegaskan, hal itu merupakan tindakan melawan hukum, sehingga MKD harus memberi sanksi berat semisal pencopotan.
Lapor MKD
Pada bulan dan hari yang sama dengan pernyataan Aria Bima, KPK juga menyatakan siap menyerahkan data kepatuhan pengisian LHKPN ke MKD DPR.
Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan mengatakan DPR maupun DPRD termasuk lembaga non-kementerian dengan tingkat kepatuhan LHKPN yang rendah. Padahal, KPK mengeklaim telah mengomunikasikan hal ini dengan pimpinan fraksi, namun belum mendapat perkembangan berarti.
"Waktu itu kita ngomong dengan pimpinan fraksi. Tapi, kelihatannya kurang ampuh. Mungkin akhir April ini gitu, ya, surat Pak Ketua (KPK) ke ketua partai kita sebutlah yang di DPRD siapa yang di DPR siapa, tapi kalau MKD mau minta datanya kita kasih enggak? Pasti kita kasih. Kalau itu hari ini diminta juga kita kasih siapa saja tuh yang gitu, karena ada yang mulai dari 2019 artinya dia cuma jadi caleg pertama saja dimasukin habis itu tidak pernah masukin lagi sampai situ ya. Nah, itu yang disebut 55 itu kan beberapa 2019, tuh," ucap Pahala dalam jumpa pers Jumat, (14/04/2023).
Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan menambahkan, ketidakpatuhan LHKPN tidak bisa diberi sanksi pidana. Ia menyebut, dalam ranah legislatif, yang berwenang memberikan sanksi adalah partai politik. KPK mencatat, tingkat kepatuhan di DPR mencapai 70 persen.
Baca juga:
Editor: Sindu
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!