NASIONAL

Restitusi Anak Korban Pidana Bisa Diganti Penjara, ICJR: Aturan Bisa Sia-Sia

Undang-undang TPPO memperbolehkan restitusi diganti dengan hukuman pengganti maksimal 1 tahun penjara.

AUTHOR / Heru Haetami

Restitusi Anak Korban Pidana Bisa Diganti Penjara, ICJR: Aturan Bisa Sia-Sia
Ilustrasi. (Foto: Freepik.com)

KBR, Jakarta - LSM Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyoroti mekanisme pembayaran restitusi terhadap anak korban tindak pidana, seperti eksploitasi, kekerasan, hingga Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

ICJR mengkritik Undang-undang TPPO yang tetap memperbolehkan restitusi diganti dengan hukuman pengganti maksimal 1 tahun penjara.

Peneliti ICJR, Maidina Rahmawati mengatakan penggantian restitusi ini menjadikan aturan itu sia-sia.

"Ini sebenarnya pemahaman yang salah dalam instrumen hukum di Indonesia. Kita harus memahami restitusi itu adalah respons yang diberikan kepada korban. Dia respons terhadap kerugian yang mungkin didapat oleh korban dari suatu tindak pidana. Hal ini berbeda orientasinya dengan hukuman atau penderitaan bagi pelaku. Kalau begitu misalnya restitusi tidak mengganggu, kemudian diganti dengan hukuman dalam hal ini penjara, maka dengan demikian jadi sia-sia,” kata Maidina kepada KBR, Kamis (2/5/2024).

Maidina Rahmawati menambahkan, secara normatif UU TPPO sebenarnya salah satu UU yang lebih komprehensif mengatur soal restitusi di Indonesia, yang kemudian menjadi percontohan penyusunan aturan tentang restitusi di UU TPKS.

"Hal yang baik adalah, UU TPPO menjelaskan mekanisme perampasan aset pelaku dengan tujuan pembayaran resitusi. Lalu juga diperkenalkan mekansime konsinyasi dimana uang pembayaran restitusinya bisa dititipkan terlebih dahulu ke PN." katanya.

Namun, ia khawatir lemahnya pemahaman aparat penegak hukum (APH) dan stigma yang sering dilakukan aparat dalam kasus perdagangan orang dan eksploitasi, berimplikasi terhadap lemahnya penegakan hukum dan mendidik hak anak.

“Kami menemukan di evaluasi UU TPPO lewat penyelesaian bahwa permasalahannya karena polisi dan jaksa sedari awal belum mengupayakan pencatatan harta pelaku dan melakukan penyertaan, sehingga pada saat konferensi tidak ada gambaran harta yang bisa dirampas,” ujar Maidina.

Baca juga:


Masalah yang lebih besar lagi, kata Maidina, pelaku TPPO yang dijerat sebagian besar merupakan pelaku lapangan.

"Mereka bukan orang-orang yang paling besar mendapatkan keuntungan dari kejahatan tersebut, sehingga boro-boro uang punya untuk membayar restitusi. Kalau ini permasalahannya mendasar, mengapa tidak ada komitmen yang jelas dari APH untuk mengusut TPPO sampai ke rantai kejahatan paling tinggi." ucapnya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana, ada enam kelompok anak yang berhak mendapat restitusi atau ganti rugi.

Di antaranya anak yang berhadapan dengan hukum, anak korban perdagangan orang, anak korban eksploitasi ekonomi seksual, anak korban pornografi, anak korban kekerasan fisik, psikis serta kekerasan seksual.

Redaktur: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!