NASIONAL

Ramai Calon Tunggal dalam Pilkada, Waspadai Kecurangan

"membeli suara, akan sangat mudah dilakukan jika melawan kotak kosong"

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah, Hoirunnisa

EDITOR / Muthia Kusuma

kotak kosong
Demo Forum Penyelamatan Demokrasi Banyuwangi menolak kotak kosong dalam Pilkada 2024, Rabu (21/08/24). (KBR/Hermawan)

KBR, Jakarta- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai pertarungan calon tunggal melawan kotak kosong akan lebih berpotensi membuka celah kecurangan dalam pilkada. Peneliti Perludem, Iqbal Kholidin mengatakan perlu ada pengawasan ketat bagi daerah yang hanya punya calon tunggal pada Pilkada Serentak 2024.

Dia pun mengatakan fenomena munculnya kotak kosong sebenarnya kurang baik dalam kehidupan demokrasi.

"Pemilu atau pilkada yang hanya menghadirkan calon tunggal itu kurang baik. Tentu indikasi itu semakin jelas apalagi hanya melawan kotak kosong ya, kami khawatir justru ketika nanti yang terjadi, mereka menang dengan membeli suara, akan sangat mudah dilakukan jika melawan kotak kosong, jatuhnya seperti pilkada formalitas saja." ucap Iqbal kepada KBR, Senin, (2/8/2024).

Baca juga:

Peneliti Perludem, Iqbal Kholidin mengatakan, maraknya calon tunggal biasanya akibat adanya koalisi jumbo partai politik. Itu sebab dia mendorong pengawasan yang lebih matang dan berlapis oleh lembaga pengawas pemilu.

"Kalau lembaga-lembaga pengawas pemilu, Sentra Gakkumdu, kepolisian, Bawaslu dan sebagainya itu penting untuk mengawasi penyelenggaraan ini dimulai dari pendaftaran kemudian itu akan diawasi secara rinci," ucapnya.

Dia menekankan, pentingnya peran masyarakat sipil untuk turut mengawasi penyelenggaraan pilkada, terutama di wilayah yang hanya diikuti calon tunggal.

"Kemudian kalau masyarakat bisa menguji gagasan calon tunggal itu sesegera mungkin untuk melihat dan menimbang kesiapan mereka maju pilkada. Meskipun melawan kotak kosong, jangan sampai mereka tidak menyiapkan gagasan hanya modal melawan kotak kosong saja," sambungnya.

Skenario calon tunggal

Koalisi Indonesia Maju (KIM) berkomitmen akan patuh terhadap segala peraturan pilkada dan menjaga etika politik. Anggota KIM Plus sekaligus Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP PAN, Viva Yoga Mauladi mengeklaim tak ada kesengajaan membentuk koalisi besar.

"Di Koalisi Indonesia Maju, tidak menskenariokan pasangan tunggal, tidak ada. Jadi itu alamiah bersumber dari bottom-up, bagaimana pola, proses, mekanisme, dan komunikasi di tingkat bawah. Sehingga melahirkan kerja sama atau koalisi antar politik pengusung pasangan calon. Jadi seandainya di beberapa daerah ada pasangan tunggal, itu karena memang konfigurasi daerahnya menghendaki demikian," ujar Viva Yoga kepada KBR, Senin, (2/9/2024).

Baca juga:

Waketum DPP PAN, Viva Yoga Mauladi mengajak seluruh pihak bersama-sama ikut mengamankan pemilu.

"Di dalam pemilu atau pilkada potensi kecurangan itu kan masih ada. Kecurangan secara administrasi, secara pidana, dan sumber kecurangan juga bisa dari internal penyelenggara, dari peserta dan juga komponen masyarakat. Koalisi Indonesia Maju, tetap berpegang pada konstitusi menjaga etika dan moral politik, berpatokan pada peraturan perundang-undangan. Tidak mungkin lah KIM melakukan kecurangan, ketidak adilan," kata Viva.

Evaluasi parpol

Di lain pihak, PDIP menegaskan maraknya calon tunggal di pilakda Serentak 2024 menjadi peringatan bagi partai politik untuk melakukan kaderisasi yang menyeluruh.

Juru bicara PDIP, Chico Hakim menilai, munculnya calon tunggal ini disebabkan oleh minimnya jumlah figur yang cocok untuk maju di kontestasi calon kepala daerah.

Kata Chico, meski calon tunggal saat ini masih sesuai dengan aturan perundang-undangan, tetap saja kurang baik dalam kehidupan berdemokrasi karena nantinya hanya melawan kotak kosong tanpa ada adu gagasan dengan kandidat lain.

“Kita ketahui walaupun ambang batas sudah diturunkan, kembali tetap ada potensi-potensi pasangan calon melawan kotak kosong, karena ada sifatnya alamiah tadi, walaupun ini juga kurang baik bagi demokrasi dan ini semacam peringatan untuk partai politik yang seharusnya melakukan kaderisasi secara komprehensif sehingga di setiap daerah bermunculan tokoh-tokoh lokal yang maju,” jelasnya kepada KBR, Senin (2/9/2024).

Juru bicara PDIP, Chico Hakim menambahkan, fenomena calon tunggal juga bisa saja muncul karena ada niat memanipulasi keadaan dengan menjegal partai politik untuk mengusung calon kepala daerah lain, seperti yang hampir terjadi di Pilkada Jakarta dan Banten.

Itu sebab dia mendorong adanya regulasi yang mengatur ambang batas minimum dan ambang batas maksimum pencalonan kepala daerah.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!