HEADLINE
Putusan Etik Penembakan Deiyai, Amnesty Internasional: Langgengkan Impunitas
"Harus dibawa ke pengadilan sipil. Hakim-hakim sipil itulah yang kemudian mengambil keputusan terhadap derajat kesalahan mereka."
AUTHOR / Bambang Hari
KBR, Jakarta- Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menggagas petisi #Justice4Deiyai. Kata Usman, petisi itu sebagai kecaman atas putusan sidang etik terhadap sembilan anggota polisi yang terlibat dalam kasus bentrokan di Deiyai, Papua. Bentrokan itu menewaskan seorang warga, Yulianus Pigai.
Kata Usman, penggunaan sidang etik untuk menghukum pelaku hanya menekankan kembali keengganan kepolisian untuk menerima investigasi eksternal independen. Kata dia, keputusan kepolisian Papua tersebut harus dikaji lagi. Selain itu memulai investigasi eksternal independen untuk menuntaskan kasus penembakan tersebut.
"Persoalan hilangnya nyawa adalah persoalan pidana atau delik publik. Karena itu harus dibawa ke pengadilan sipil. Hakim-hakim sipil itulah yang kemudian mengambil keputusan terhadap derajat kesalahan mereka dan hukuman seperti apa yang dipandang setimpal atas perbuatan atas perbuatan mereka itu. (Harus dipecat dulu dari kepolisian?) Tidak harus dipecat. Pengadilan sipil tetap bisa mengadili polisi aktif. Itulah yang kami minta," kata Usman saat ditemui di kantornya.
Usman menambahkan, putusan sidang etik itu juga menegaskan kultur impunitas terhadap para anggota kepolisian yang diduga melakukan kesalahan prosedur dalam menjalankan perintah yang menyebabkan jatuhnya korban sipil.
Editor: Rony Sitanggang
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!