NASIONAL

PSN, Kriminalisasi Warga Rempang, dan Keadilan Restoratif

35 warga Rempang diadili karena diduga merusak dan menyerang petugas saat demo menolak penggusuran Proyek Strategis Nasional (PSN).

AUTHOR / Resky Novianto, Hoirunnisa, Ardhi Ridwansyah

PSN, Kriminalisasi Warga Rempang, dan Keadilan Restoratif
Unjuk rasa peduli Melayu Rempang dan Galang di Kota Dumai, Riau, Senin (18/9/2023). (Antara/Aswaddy Hamid)

KBR, Jakarta- Ombudsman RI merekomendasikan penggunaan keadilan restoratif dalam menyelesaikan kasus demo ricuh di Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

Dalam perkara ini, 35 warga Rempang diadili, karena diduga merusak dan menyerang petugas saat demo menolak penggusuran Proyek Strategis Nasional (PSN).

Berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, ada maladministrasi dalam pengerahan aparat untuk menangani unjuk rasa di Rempang. Anggota Ombudsman, Johannes Widiyantoro menyebut kepolisian mesti mengedepankan keadilan restoratif dalam perkara ini.

"Prinsipnya polisi dalam hal ini kami minta untuk bisa mengedepankan restorative justice (RJ). Jadi kalau bisa kemudian harapannya itu justru akan bisa menjadi sebuah feedback yang baik bagi warga masyarakat di Rempang, untuk tindakan kepolisian yang tidak mengedepankan proses hukum melalui pengadilan melainkan melalui restorative justice," kata Johanes dalam konferensi pers, Senin, (29/1).

Hasil investigasi itu disampaikan Johanes Widiyantoro saat konferensi pers penyerahan hasil investigasi terkait program Rempang Eco City, di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, aparat mestinya mengedepankan tindakan persuasif saat menangani demo di Rempang, 7 hingga 11 September 2023. Sejak pertengahan Desember, berkas kasus 35 warga Rempang mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Batam.

Tindak Lanjut Polri

Dalam kesempatan sama, Pejabat di Inspektorat Pengawasan Umum Polri, Gatot Tri Suryanta memastikan bakal menindaklanjuti hasil investigasi dan rekomendasi Ombudsman.

"Kalau dari kepolisian jelas tadi kita akan menindaklanjuti apa yang tadi telah direkomendasikan oleh Ombudsman ada beberapa poin tadi, dan tentunya nanti apabila ada permasalahan tentu akan kami kita komunikasikan. Tapi, yakinlah bahwa kepolisian itu punya komitmen yang kuat di dalam rangka untuk memberikan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat artinya bahwa penegakan hukum yang dilakukan kepolisian bukan satu-satunya,” tutur Gatot dalam konferensi pers, Senin, (29/1).

Pejabat Inspektorat Pengawasan Umum Polri, Gatot Tri Suryanta mengatakan, rekomendasi Ombudsman bakal dibahas dalam 30 hari ke depan. Jenderal bintang satu ini menegaskan kepolisian siap menindaklanjutinya bersama pemangku kepentingan terkait.

Respons Kejagung

Di sisi lain, Kejaksaan Agung tak berwenang menindaklanjuti rekomendasi Ombudsman soal keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara unjuk rasa warga terkait PSN Rempang Eco City. 

Juru bicara Kejagung, Ketut Sumedana menuturkan, saat ini perkara tersebut sudah masuk ke proses persidangan di Pengadilan Negeri Batam sejak 21 Desember 2023.

“Kalau perkaranya sudah sidang gimana mau restorative justice? Perkaranya kan sudah menjadi kewenangan pengadilan negeri setempat. Anda silakan tanya ke pengadilan negeri setempat, domainnya bukan di kami lagi,” jelas Ketut kepada KBR, Senin, (29/1).

Juru bicara Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, tindak lanjut rekomendasi Ombudsman merupakan ranah pengadilan negeri di Batam. Sebab, tahap penanganan perkara sudah masuk persidangan

Terlambat

Sementara itu, Tim advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang menilai Ombudsman terlambat mengeluarkan rekomendasi soal keadilan restoratif dalam kasus kriminalisasi warga Rempang.

Direktur LBH Mawar Saron Batam, Mangara Sijabat sudah berulang kali mengajukan permohonan restorative justice ke Polresta Barelang. Namun, tidak digubris.

"Jadi, terkait dengan satu-satunya upaya untuk dapat membebaskan mereka yaitu dalam proses pembuktian di persidangan. Karena upaya restorative justice sudah tidak ada lagi, jadi pembuktian di persidangan yang sekarang sudah berjalan sudah sampai sidang ke-8 agenda pemeriksaan saksi. Di situ adalah upaya untuk membuktikan Apakah mereka 35 terdakwa ini memang betul melakukan atau ada yang tidak melakukan," kata Mangara kepada KBR, Senin, (29/1).

Berharap pada Hakim

Menurut Direktur LBH Mawar Saron Batam, Mangara Sijabat, upaya restorative justice sudah tidak bisa dilakukan. Mangara berharap hakim berani membebaskan warga yang tidak bersalah, berdasarkan fakta-fakta di persidangan. 

" Nanti di situ dibuktikan dan hakim yang akan memutus, Apakah mereka bersalah atau ada yang bebas tidak terbukti melakukan perusakan, penganiayaan seperti yang didakwahkan oleh jaksa penuntut umum," imbuhnya. 

Sebelumnya, konflik di Rempang bermula dari rencana pembangunan kawasan industri, jasa, dan pariwisata bernama Rempang Eco City. Pada tahap pertama proyek berstatus Proyek Strategis Nasional PSN ini akan dibangun industri kaca sebagai bagian dari program hilirisasi nasional.

Dibutuhkan lahan seluas 8 ribuan hektare dari total 17 ribu hektare luas Pulau Rempang. Di dalamnya terdapat 16 kampung tua yang dihuni sekitar 700 keluarga. Sebagian dari mereka menentang proyek tersebut dan menggelar unjuk rasa pada September tahun lalu.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!