"Seharusnya kalau izin tambang dicabut, harus keluar SK-nya. Sampai sekarang kita belum lihat SK-nya itu. Kita harus maknai ini sebagai ancaman."
Penulis: Cornelia Wendelina Sutrisno
Editor: Wahyu Setiawan

KBR, Jakarta - Langkah Presiden Prabowo Subianto mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat Daya, dipuji Ketua DPR RI Puan Maharani. Keberadaan industri ekstraktif di Raja Ampat itu menuai kritik karena dinilai merusak kawasan hutan lindung.
"Kami DPR RI, menyampaikan apresiasi atas inisiati Presiden Prabowo Subianto, yang dalam waktu singkat telah menyelesaikan atau merespons cepat sejumlah persoalan strategis dan menyentuh langsung kepentingan rakyat di antaranya pencabutan izin tambang di kawasan Geopark Raja Ampat," kata Puan saat Sidang Tahunan MPR di Jakarta, Jumat (15/8/2025).
Namun, pujian dari Puan itu justru ditepis Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Sekar Banjaran Aji.
Dia menyebut pencabutan izin empat dari lima perusahaan tambang nikel di Raja Ampat belum terbukti secara legal. Sebab surat keputusan (SK) pencabutan izin tambang belum diterbitkan.
"Seharusnya kalau izin tambang dicabut, harus keluar SK-nya. Sampai sekarang kita belum lihat SK-nya itu. Jadi kami masih menganggap dan masih memposisikan bahwa apa yang diklaim pemerintah dalam pencabutan (izin tambang) Raja Ampat ini masih dalam konteks janji," ujar Sekar kepada KBR, Jumat (15/8/2025).
Baca juga: Prabowo Absen Bahas HAM dan Toleransi saat Pidato, Tandanya?
Empat perusahaan yang diklaim dicabut izinya adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham. Pengumuman pencabutan izin usaha itu disampaikan Juni lalu.
Berdasarkan penelusuran KBR, empat perusahaan tersebut sudah tidak terdaftar di situs Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Namun pada akhir Juli lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim belum menemukan bukti fisik atau dokumen legal pencabutan izin usaha empat perusahaan tambang tersebut.
Mengutip Bloomberg, akhir Juli lalu, Kementerian ESDM berdalih SK pencabutan izin usaha masih diproses di Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Raja Ampat Masih Terancam
Sekar mendesak pemerintah menerbitkan SK pencabutan izin usaha sebagai bentuk kepastian hukum. Tanpa SK, perusahaan tak sepenuhnya berhenti mencemari lingkungan.
"Akhirnya malah jadi ancaman konflik horizontal karena masyarakat diadu sama para pekerja tambang," jelasnya.
Baca juga: Tambang Ilegal Marak, Pemerintah Berani Menindak?
Masyarakat adat yang mendiami Raja Ampat selama ini bergantung pada kekayaan alam yang ada di sana. Mata pencaharian mereka salah satunya menyelam.
Namun, akibat pertambangan, nelayan tidak bisa mendapat ikan dan udang.
"Kita harus maknai ini sebagai ancaman terhadap ekonomi lokal, termasuk ketahanan ekonomi masyarakat adat yang ada di Raja Ampat. Harusnya pemerintah melindungi mereka untuk bisa punya kedaulatan penuh terhadap wilayah adatnya, bukan malah menghancurkan wilayah itu dengan tambang," tegas Sekar.
Pulau-pulau di Raja Ampat mayoritas adalah hutan dan sebagian besar dilindungi. Masuknya tambang dapat merusak hutan, menimbulkan sedimentasi, hingga mencemari ekosistem laut.
"Paling menyedihkan karena wilayah Raja Ampat ini adalah wilayah yang punya terumbu karang paling baik di dunia. Dia terkenal karena wisata selamnya. Kalau ini terancam karena pertambangan, sia-sia apa yang sudah kita promosikan sampai ke luar negeri tetapi hancur karena keserakahan kita sendiri," kata Sekar.
Ancaman makin nyata karena pemerintah tidak mencabut izin PT Gag Nikel yang juga berada di Raja Ampat. IUP anak usaha PT Aneka Tambang (Antam) tersebut tidak dicabut dan hanya ditangguhkan operasionalnya sementara.

Greenpeace menduga ada konflik kepentingan di balik keputusan tersebut. Sebab ada beberapa nama komisaris di PT Antam dan PT Gag Nikel yang ditengarai dekat dengan lingkaran kekuasaan.
Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas menyebut ada politically exposed persons (PEP) atau kedekatan tokoh dengan kekuasaan.
Beberapa nama yang disorot Greenpeace di antaranya:
- Sabtono Aji, Komisaris PT Gag Nikel dan staf khusus Kepala BIN.
- Ahmad Fahrurozi, Komisaris PT Gag Nikel dan pembina PBNU.
- Bambang Sunarwibowo, Komisaris PT Antam dan mantan Sekretaris Utama BIN.
- Fuad Bawazier, Komisaris Utama Mind ID, eks Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran.
- Grace Natalie Louisa, Komisaris Mind ID dan pendiri Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
"Ini menunjukkan adanya jaringan kekuasaan yang menancap kuat di balik industri tambang. Ini bukan soal ekonomi semata, tetapi soal bagaimana oligarki bekerja dalam membajak ruang hidup masyarakat adat dan kawasan konservasi," kata Arie, belum lama ini.
Janji Tertibkan Tambang Ilegal Dipertanyakan
Janji Presiden Prabowo Subianto yang akan menertibkan tambang-tambang ilegal juga dipertanyakan oleh Greenpeace Indonesia. Janji Prabowo itu sebelumnya diutarakan saat Pidato Kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR di Jakarta, Jumat (15/8/2025).
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Sekar Banjaran Aji mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap pemulihan lingkungan usai tambang-tambang ilegal ditertibkan.
"Apakah itu akan tetap menjadi tambang atau itu dipulihkan jadi wilayah hijau kembali seperti fungsi lingkungan yang sebelumnya," tanya Sekar.
Sekar juga mempertanyakan keterlibatan tentara yang berpotensi menimbulkan ceruk militerisme baru.
Dia bilang, penegakan hukum lingkungan merupakan tugas dari Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Kelautan.
"Jangan sampai pelibatan TNI malah kemudian membatasi ruang kerja dari para penyidik yang seharusnya mereka menegakkan hukum lingkungan. Bukannya mengalihkan penegakan hukum lingkungan kepada militer yang sebenarnya tidak punya kapasitas soal penegakan hukum lingkungan," tegas Sekar.
Baca juga: Empat Izin Tambang di Raja Ampat Dicabut tapi Mengapa PT Gag Nikel Aman, Istimewa atau Bermasalah?
Sebelumnya, Prabowo berjanji akan menertibkan tambang-tambang yang disebutnya melanggar aturan.
"Saya telah diberi laporan oleh aparat-aparat bahwa terdapat 1.063 tambang ilegal. Dan potensi kekayaan yang dihasilkan oleh 1.063 tambang ilegal ini dilaporkan potensi kerugian negara adalah minimal Rp300 triliun," ucapnya.

Dalam pidatonya, Prabowo menekankan bakal menindak pihak-pihak yang selama ini berada di balik operasi tambang ilegal, sekalipun itu seorang jenderal.
"Dan saya beri peringatan apakah ada orang-orang besar, orang-orang kuat, jenderal-jenderal dari mana pun, apakah jenderal dari TNI atau polisi, atau mantan jenderal, tidak ada alasan, kami akan bertindak atas nama rakyat," tekannya.
"Kalau ada yang berani, saya telah perintahkan panglima TNI dan kapolri, kalau Anda mau ke provinsi ini, pakai pasukan dari provinsi lain. Jangan-jangan ada anak buahmu di kebun-kebun itu," sambungnya.
Prabowo berencana mengalihkan pengelolaan tambang-tambang itu kepada rakyat.
"Kalau rakyat yang tambang, ya sudah kita bikin koperasi. Kita legalkan. Kita atur, kita legalkan. Tapi jangan alasan rakyat, tahu-tahu menyelundup ratusan triliun," ujar kepala negara.
Moratorium Izin Tambang
Sekar Banjaran Aji dari Greenpeace Indonesia mendorong pemerintah menangguhkan penerbitan izin tambang baru. Langkah itu perlu diambil untuk mengevaluasi semua perizinan tambang, termasuk mencabut operasional yang selama ini ilegal.
"Kalau kita bicara soal penegakan hukum lingkungan, seharusnya terjadi sebelum ada pencemaran. Kalau sudah ada pencemaran, yang mencemar buru-buru disuruh bayar, diburu-buru untuk segera berhenti melakukan pencemarannya," ujarnya.
Tambang-tambang yang berada di wilayah hutan lindung juga harus dihentikan. Tanpa itu, kelestarian lingkungan akan tetap terancam.
Auriga Nusantara mencatat 59 persen atau 153.498 hektare deforestasi terjadi akibat konsesi yang diberikan pemerintah. Sekitar 38 ribu hektare di antaranya untuk konsesi pertambangan.
Berdasarkan situs MODI Kementerian ESDM, sepanjang tahun ini pemerintah telah menerbitkan 3.996 izin usaha pertambangan. Jumlah itu hampir menyamai di tahun lalu sebanyak 4.231 perizinan.

Sementara itu, pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai perlu ada penataan secara menyeluruh terhadap industri tambang di tanah air.
"Karena inkonsistensi kebijakan justru akan merusak kepercayaan publik dan merugikan investor dalam jangka panjang. Pemerintah harus bertindak berdasarkan prinsip keadilan dan keberlanjutan, bukan hanya karena tekanan. Negara butuh keberanian untuk bersikap, bukan justru selektif dalam menerapkan aturan," kata Trubus kepada KBR, Rabu (11/6/2025).
Dia juga memperingatkan risiko jangka panjang jika pemerintah terus memberikan toleransi terhadap praktik tambang di kawasan lindung.
"Kalau orientasi kita hanya eksploitasi sumber daya alam, habis nanti. Lihat saja contoh minyak, dulu kita eksportir, sekarang jadi pengimpor. Ini persoalan keadilan antar generasi," tegasnya.