ragam
Pakar Jelaskan Mengapa Sebagian Publik Skeptis dengan Klaim Pidato Presiden Prabowo

Pakar hukum menyimpulkan bahwa pidato perdana kenegaraan Presiden Prabowo hanya sebatas klaim-klaim yang masih bisa diperdebatkan.

Penulis: Wydia Angga, Resky N

Editor: Resky Novianto

Google News
prabowo
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato kenegaraan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8/2025). ANTARAFOTO/Dhemas Reviyanto

KBR, Jakarta- Presiden Prabowo Subianto menyampaikan Pidato Kenegaraan perdananya dalam Sidang Tahunan MPR RI, Jumat 15 Agustus 2025.

Sejumlah klaim-klaim capaian pemerintahannya selama 299 hari menjabat dipaparkan kepada publik. Dari mulai klaim soal ekonomi, hukum, hingga pertahanan dan keamanan.

Namun, menurut Pakar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, terdapat jurang sudut pandang atau point of view antara pemerintah Indonesia dengan warganya.

Pasalnya, kata dia, saat ini yang dirasakan warga tidak sama dengan pemaparan prestasi pemerintah.

Dalam pidato itu misalnya, Prabowo menyebut ekonomi Indonesia yang berhasil tumbuh 5,12%. Hal ini menurut Bivitri berbeda dengan yang dirasakan oleh warga yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ataupun yang merasakan kesulitan ekonomi.

Hal itu, kata dia, memunculkan sikap keraguan yang tampak dari beberapa komentar negatif warga yang menyimak laporan kepala negara secara daring.

“Yang merasakan langsung, yang nggak baca data, yang mungkin juga makanya skeptis sama data yang disampaikan oleh Presiden. Jadi saya kira itu yang bikin orang langsung berkomentar dan langsung membandingkan dengan kehidupannya. Kenapa kalau statistiknya setinggi itu, pertumbuhan ekonominya setinggi itu 5,12 persen, tapi nyatanya saya baru dipecat misalnya," kata Bivitri kepada KBR, Jumat (15/8/2025).

Publik Mempertanyakan

Bivitri juga mencontohkan saat Prabowo menyebut stok cadangan beras nasional lebih dari 4 juta ton dan merupakan tertinggi dalam sejarah Indonesia. Saat mendengar ini, masyarakat bisa saja mempertanyakan kebenarannya karena mereka masih menjumpai harga beras justru naik di lapangan.

"Yang dibanggakan katanya cadangan beras kita tertinggi dalam sejarah Indonesia. Kan orang langsung, is that true? Karena nyatanya itu tadi harga beras naik, kemudian ada beras-beras oplosan. Nah jadi point of view antara Presiden dengan jajarannya gitu ya pemerintahan, karena data itu kan mesti dari pemerintah semua ya," tuturnya.

"Dengan kita warga yang merasakan langsung dalam kehidupan kita sehari-hari, sangat-sangat menganga jurangnya. Makanya semua pidato seperti ini memang harus diwarnai dengan skeptisisme," imbuhnya.

red
Video Paparan Capaian Produksi Panen Beras oleh Pemerintah. Foto: Tangkapan Layar Youtube DPR RI

Bivitri menambahkan, kebijakan tidak semestinya hanya menampilkan hal-hal yang populis seperti data-data capaian yang sifatnya mengatasi gejala tanpa menyentuh akar permasalahannya.

"Kalau kita bicara kebijakan ada gejala yang kasat mata, ada masalah, ada akar masalah. Pemerintah itu harus dan juga punya kapasitas untuk menyelesaikan akar masalah. Bukan hanya gejala-gejala yang memang akan nampak populis.

Nah jadi kalau kita lihat data yang tadi ditampilkan itu semuanya hanya menunjukkan potret-potret keberhasilan dalam bentuk angka. Kayak tadi misalnya 20 juta MBG, baik. Tapi apakah tujuan akhirnya tercapai dengan fakta bahwa sudah ratusan korban yang keracunan makanan siang gratis itu," kata dia.

Sikap Skeptis Tercermin dari Komentar Warganet

Untuk itulah, Bivitri menganggap sikap skeptisme masyarakat terhadap pemerintah sebagai awal mula yang bagus untuk melakukan kritik berdasarkan pengalaman sendiri.

Menurut pantauan KBR, ada beberapa komentar dari penonton Youtube live pidato Presiden Prabowo di sidang tahunan MPR terkait dengan program MBG dan kondisi ekonomi.

"BENER GAK TUH MBG BERHASIL???," tulis XXX

"Di Sleman, DIY ratusan siswa keracunan makanan MBG, Pak Bowo," tulis XXX

"DIBALIK OPTIMISME MU BANYAK RAKYAT YANG SUDAH BERHUTANG DEMI MAKAN," tulis XXX

red
Video Paparan Capaian MBG oleh Pemerintah. Foto: Tangkapan Layar Youtube DPR RI

Klaim Penyelamatan Anggaran Negara

Presiden Prabowo turut mengklaim pencapaian, dengan keberhasilan menyelamatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp 300 triliun di awal tahun 2025. Ia menyebut, besaran dana itu diselamatkan karena rawan diselewengkan.

Menanggapi klaim tersebut, Bivitri menyebut perlu dilakukan verifikasi yang valid. Sebab, penyelamatan anggaran negara dengan dimaksud perlu diberikan perincian agar tidak menimbulkan spekulasi.

“Penyelamatan Rp 300 triliun itu hitungannya dari mana? Kalau dalam pemberantasan korupsi itu klaim soal kerugian negara itu kan harus diverifikasi lebih jauh,” jelasnya.

Menurut Bivitri, potensi kerugian negara dan anggaran yang bisa diselamatkan perlu dicermati secara lebih faktual. Ia mencontohkan rilis dari Kejaksaan Agung yang memperlihatkan uang sitaan dari kasus korupsi tertentu.

“Jangan-jangan Rp 300 T nya itu juga berasal dari apa yang ditampilkan belum terbukti di pengadilan tapi sudah ditampilkan oleh jaksa. Misalnya waktu itu kan kejaksaan tuh, waktu kasus Pertamina misalnya langsung men-display di belakangnya uang segala macam gitu ya.

“Itu masih masih harus dibuktikan apakah itu terkait dengan tindak dana korupsinya betul atau memang ada aset-aset lain yang kebetulan ada di lokasi yang tempat penggeladahan dilakukan. Secara hukum kira-kira seperti itu, sehingga angka Rp 300 T itu klaim yang benar-benar harus dicek dulu,” tambahnya.

red
Kejagung menyita Rp11,8 triliun lebih yang merupakan penyerahan dari lima terdakwa korporasi dalam Wilmar Group terkait kasus korupsi ekspor CPO. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S

Kenaikan Gaji Hakim untuk Reformasi Keadilan?

Presiden Prabowo Subianto mengatakan kenaikan gaji hakim hingga 280 persen di masa pemerintahannya menjadi salah satu upaya penegakan hukum dan keadilan.

Namun, menurut Bivitri, kenaikan gaji untuk para hakim merupakan suatu keharusan. Sebab, kata dia, para pemutus perkara di pengadilan tersebut sudah terabaikan haknya selama belasan tahun.

“Jadi itu memang sudah seharusnya dilakukan. Selalu dari kemarin-kemarin gitu dilakukan. Jadi Pak Prabowo pemerintahannya harus melakukan itu. Karena tuntutannya waktu itu tinggi sekali. Maksudnya sudah sampai mogok waktu itu hakim,” jelasnya.

Bivitri juga menyebut kenaikan gaji hakim juga merupakan suatu pencapaian melainkan murni kewajiban dari pemerintah.

“Jadi situasinya memang luar biasa unik waktu itu. Sehingga memang Pak Prabowo harus merespons. Tapi itu bukan prestasi. Memang sesuatu yang sudah seharusnya dilakukan,” tambahnya.

Bivitri menyoroti terkait permasalahan reformasi peradilan yang tidak akan selesai dengan hanya menaikan gaji para hakim.

“Kita harus bicara soal sisi pengawasan. Kita harus berbicara juga tentang mafia hukum yang harus dibongkar. Mafia pengadilan ini luar biasa ya. Termasuk para penegak hukum lain. Termasuk advokat dan lain sebagainya. Itu justru belum dilakukan,” jelasnya.

red
Sejumlah hakim di Pengadilan Negeri Surabaya tersebut menunda persidangan mulai hari ini hingga 11 Oktober 2024 sebagai bentuk dukungan aksi solidaritas demi menuntut peningkatan kesejahteraan, namun sebagian dari mereka juga tetap melaksanakan persidangan. ANTARA FOTO/Didik Suhartono

Tindak Siapapun yang Langgar Hukum Masih Dipertanyakan

Bivitri turut mempertanyakan pernyataan Presiden Prabowo yang menyebut bakal menindak siapapun, termasuk jenderal TNI hingga polisi yang melanggar hukum, semisal menjadi beking tambang illegal.

“Sangat tidak seperti itu karena dan ini juga nggak baru ya. Dari kemarin juga presiden ngomongin ini. Dan tanggapan saya selalu. Ini maksudnya ngomongin circle-nya Bapak ya,” tuturnya.

Sementara terkait pernyataan Prabowo yang mengingatkan tidak boleh ada pihak-pihak yang merasa lebih kuat dari hukum, Bivitri tegas mempersoalkan hal tersebut.

“Kita bisa kalau kita pakai label yang besar tuh namanya oligarki. Oligarki adalah orang-orang yang punya uang yang sangat besar. Sehingga dia akan mempengaruhi pengambilan keputusan politik di negara ini,” jelasnya.

Bivitri mencontohkan kasus korupsi tata kelola minyak mentah yang menyeret nama pengusaha Riza Chalid. Menurutnya, belum ada langkah konkret untuk bisa menangkap maupun mengorek orang-orang lain yang diduga terlibat dalam gurita korupsi tersebut.

“Kita tahu dia ditengarai sebagai koruptor besar sekali dan sudah lama di industri minyak misalnya. Tapi kan kita harus cek dulu. Apakah benar satu orang itu sebenarnya sedang menjadi incaran,” katanya.

“Ya itu memang ciri khas pemerintahan populis juga untuk menyalah-nyalahkan orang dan seterusnya ya,” imbuh Bivitri.

Pengecualian Tindakan Hukum

Bivitri mengkritisi belum adanya tindakan hukum maupun politik terhadap orang-orang yang dianggap membuat rakyat menderita.

“Ciri khas demagog tuh. Jadi selalu dibilangin begitu. Kadang-kadang yang dihantam adalah antek asing,” tuturnya.

Bivitri mencontohkan kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto menjadi semacam permainan politik hukum. Padahal, menurutnya, ada beberapa kasus hukum besar lain yang seharusnya bisa menjadi prioritas.

“Kecuali misalnya yang besar-besar justru bentuknya semacam politisasi hukum. Seperti dalam kasus Tom Lembong dan juga Hasto Kristianto gitu,” katanya.

red
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong. Foto: ANTARA

Realita Penguatan Satuan Militer untuk Dalih Pertahanan

Bivitri turut mempersoalkan pembentukan satuan militer baru secara besar-besaran usai diresmikan Presiden Prabowo. Sebab, dwifungsi TNI kali ini makin jelas diimplementasikan oleh negara.

“Apa itu pertahanan? Karena kok kalau kita lihat data yang tadi disampaikan, pertahanan itu termasuk misalnya batalion pembangunan. Apa urusannya tentara dengan pembangunan?,” tanya Bivitri.

“Jadi ini malah menurut saya data itu menunjukkan pada kita bahwa multifungsinya TNI itu sudah betul-betul menggurita di masa pemerintahan Prabowo,” tambahnya.

Penambahan kuantitas satuan militer, disebut Bivitri, juga patut diduga melanggar aturan dalam Undang-Undang Dasar Negara.

“Jadi malah menunjukkan gurita dari aspek pertahanan ini yang melampaui pertahanan dalam arti pertahanan negara seperti dalam pasal 30 undang-undang dasar 1945. Pertahanan itu gak masuk apa ketahanan tangan misalnya,” jelasnya.

“Jadi kita bisa baca bahwa dalam kacamatanya Presiden Prabowo memang yang dia inginkan semua aspek kehidupan negara ini dilakukannya oleh sektor pertahanan,” tandas Bivitri.

Kesimpulan Pidato Kenegaraan Perdana

Bivitri menyimpulkan bahwa pidato perdana kenegaraan Presiden Prabowo hanya sebatas klaim-klaim yang masih bisa diperdebatkan.

“Maksud saya datanya semuanya lebih banyak untuk menunjukkan keberhasilan tentu saja. Tapi semua data sebenarnya bisa dipertanyakan dan juga kita bisa perdebatkan gitu,” katanya.

“Benarkah data itu menunjukkan ada progres yang signifikan atau ini memang di permukaan. Makanya kita sering sekali dalam ilmu politik ada istilah pemerintahan yang populis gitu. Dan ciri khas pemerintahan populis dan ciri khas pemimpin yang demagog gitu memang akan menampilkan illusion of grandeur-nya itu,” tutup Bivitri.

Baca juga:

Enam Kodam Baru Diresmikan, Mendesak?

pidato
pidato kenegaraan
Prabowo Subianto

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...