KBR, Jakarta - Pusat Pelaporan Analisis Data Transaksi Keuangan (PPATK) mendesak agar transaksi dengan uang tunai dibatasi. Kepala PPATK M Yusuf mengatakan, ini lantaran uang tunai menjadi alternatif utama (di luar perbankan) untuk pemberian suap, korups
Penulis: Aisyah Khairunnisa
Editor:

KBR, Jakarta - Pusat Pelaporan Analisis Data Transaksi Keuangan (PPATK) mendesak agar transaksi dengan uang tunai dibatasi. Kepala PPATK M Yusuf mengatakan, ini lantaran uang tunai menjadi alternatif utama (di luar perbankan) untuk pemberian suap, korupsi, dan gratifikasi.
Kata Yusuf beberapa bulan lalu lembaganya sudah mendesak Kementerian Hukum dan HAM untuk membahas naskah akademik RUU Pembatasan Penggunaan Transaksi Uang Kartal. Namun RUU ini belum bisa masuk ke Program Lesgilasi Nasional (Prolegnas) tahun depan.
"Memang ternyata uang cash ini rentan sekali untuk digunakan sebagai sarana penyuapan, gratifikasi, atau pemerasan. Oleh sebab itu PPATK berharap kalau itu ada, saya berpendapat 70 pesen korupsi akan berkurang. Kenapa? Karena semua praktik korupsi ujung-ujungnya duit. Dan duit tidak mungkin dia serahkan pake transfer," kata M Yusuf di Jakarta, Selasa (30/12).
Dalam RUU itu disebutkan, transaksi setiap orang dengan penyedia jasa keuangan lebih dari Rp 100 juta harus menggunakan pembayaran non-tunai. Sebelumnya PPATK berkaca pada kasus pelaku korupsi pajak Gayus Tambunan yang menghimpun mata uang asing hingga Rp 75 miliar. Selain itu pada Kasus Labora Sitorus yang melaukan transaksi tunai pada periode pemeriksaan hingga Rp 1 triliun.
Editor: Pebriansyah Ariefana