NUSANTARA

Polisi Jemput Paksa Petani Pakel, LBH Sebut Kriminalisasi

Selama ini aparat seperti tak menggubris laporan warga, namun dengan cepat memproses laporan dari pihak perkebunan PT Bumisari Maju Sukses.

AUTHOR / Astry Yuana Sari

EDITOR / Sindu

Polisi Tangkap Paksa Petani Pakel, LBH Sebut Kriminalisasi
Poster bebaskan Petani Pakel Banyuwangi, Jatim, dari Tekad Garuda.

KBR, Jakarta- Aparat kepolisian menjemput paksa seorang petani warga Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Minggu malam, (9/6). Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Jauhari Kurniawan menyebut tindakan itu sebagai kriminalisasi.

Jauhari menyebut, selama ini aparat seperti tak menggubris laporan warga, namun dengan cepat memproses laporan dari pihak perkebunan PT Bumisari Maju Sukses.

"Ya, memang ini merupakan satu rangkaian juga yang kita meyakini bahwa ini adalah proses kriminalisasi. Karena memang proses atau peristiwa yang dilaporkan oleh warga pun sampai saat ini juga prosesnya masih mandek di tingkat penyelidikan. Sedangkan peristiwa yang dilaporkan oleh security perkebunan ini sudah naik ke tingkat sidik, ya, penyidikan," kata Jauhari kepada KBR, Senin, (10/6/2024).

Konflik Agraria di Pakel

Konflik agraria di Pakel sudah terjadi hampir satu abad. Mengutip Mongabay, persoalan lahan ini berawal pada 1925. Saat itu, sekitar 2.956 warga mengajukan permohonan pembukaan hutan Sengkan Kandang dan Keseran di Pakel, Licin, Banyuwangi kepada pemerintah kolonial Belanda.

Data Walhi Jawa Timur menyebutkan, empat tahun kemudian, atau pada 11 Januari 1929, permohonan itu dikabulkan. Mereka dapat hak membuka kawasan hutan seluas 4.000 bahu atau sekitar 3.000 hektare dari Bupati Banyuwangi, R.A.A.M. Notohadi Suryo.

Walaupun mengantongi izin "Akta 1929", warga Pakel kerap mengalami berbagai tindakan intimidasi dan kekerasan dari Pemerintah Kolonial Belanda dan Jepang. Pasca-kemerdekaan, warga Pakel terus berjuang mendapatkan kepastian atas hak pembukaan hutan seperti yang tertuang dalam "Akta 1929".

Pada 1980-an, lahan kelolaan warga yang masuk "Akta 1929" ini masuk konsesi perusahaan perkebunan Bumisari. Konflik agraria pun terus terjadi hingga kini.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!