NASIONAL

PHK Meningkat, Pengamat: Pemerintah Tidak Serius Atasi Gelombang PHK Massal

"Dulu kalau gak salah tahun 2024, kita banyak bicarakan tentang Undang-Undang Cipta Kerja yang akan mempermudah investasi masuk, tapi ternyata sampai sekarang itu tidak ada hasilnya."

AUTHOR / Shafira Aurel

EDITOR / Muthia Kusuma

Google News
pakaian
Buruh sedang bekerja di perusahaan pakaian di Bandung, Jabar, Rabu, (11/10/2017) (FOTO: ANTARA/Novrian Arbi)

KBR, Jakarta- Badai pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dinilai kalangan pengamat ketenagakerjaan sebagai bukti ketidakseriusan pemerintah dalam mengatasinya. Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjudin Nur Effendi, menyatakan masalah ini sangat serius dan mendesak untuk segera diatasi.

"Ya menurut hemat saya ini kok gelombang PHK-nya akan terus meningkat. Ini kelihatannya karena memang selain ada tentunya pertama menurut hemat saya itu karena faktor pasar yang menurun, daya beli masyarakat menengah kita ke bawah menurun, karena berbagai macam persoalan yang dihadapi saat ini. Kemudian ada efisiensi anggaran. Nah efisiensi ini menutup peluang-peluang bagi masyarakat bawah untuk mendapatkan ya tambahan income," ujar Tadjudin kepada KBR, Jumat (28/2).

Tadjudin Nur Effendi menyoroti kasus PHK di PT Yamaha Musik Indonesia yang mencapai 1.100 pekerja, serta sekitar 8.400 karyawan PT Sritex yang juga mengalami PHK.

Tadjudin menilai, kecenderungan badai PHK akan terus meningkat jika pemerintah tidak mengambil langkah konkret. Ia mencontohkan kasus Sritex, pemerintah dinilai tidak mampu menyelesaikan masalah utang perusahaan tersebut.

"Kelihatannya bagi saya kecenderungan nya bade PHK itu akan meningkat. Karena kesan saya ini pemerintah tidak begitu serius dalam mengatasinya. Misalnya kasus Sritex itu kan pemerintah berjanji akan menyelesaikan masalah utang Sritex. Ternyata tidak mampu diselesaikan, dan kemudian ditolak kasasi tentang pailit nya itu ditolak oleh mahkamah Agung, dan kemudian pemerintah tidak bisa berbuat apa," katanya.

Baca juga:

Tadjudin pun mendesak agar hak-hak pekerja yang menjadi korban PHK segera dipenuhi, terutama menjelang bulan Ramadan.

"Saya pikir hak-hak mereka itu harus segera dipenuhi, gaji tetap harus dibayar kemudian juga pesangon PHK itu juga harus dibayarkan. Kemudian di BPJS itu kan mereka membayar kesana. Itu kalo enggak salah mereka membayar 600 tiap bulan selama enam bulan, kemudian jaminan hari tua itu atau tabungan mereka, itu juga harus dibayar sebelum nanti lebaran kalo enggak ini akan bahaya orang tidak bisa lebaran," ucapnya.

Untuk mencegah meluasnya PHK, Tadjudin menekankan pentingnya investasi. Namun, ia menilai upaya pemerintah dalam mendatangkan investasi belum terlihat hasilnya.

"Lapangan pekerjaan baru tidak terbuka kalau investasi itu tidak datang. Tapi usaha pemerintah bagaimana mendatangkan investasi itu kan belum kedengaran apa yang dilakukan. Dulu kalau gak salah tahun 2024, kita banyak bicarakan tentang Undang-Undang Cipta Kerja yang akan mempermudah investasi masuk, tapi ternyata sampai sekarang itu tidak ada hasilnya. Dan malah justru pemerintah menurut saya telah membubarkan Satgas Undang-Undang cipta kerja yang sebenarnya itu sangat baik untuk mempercepat mendatangkan investasi. Tapi ternyata sampai sekarang tidak kedengaran," jelasnya.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!