NASIONAL

Perundungan di Pendidikan Dokter Spesialis, Kemenkes Belum Atasi Akar Masalah

dibutuhkan penanganan yang sistemik

AUTHOR / Naufal Nur Rahman

EDITOR / Muthia Kusuma

Dokter
Ilustrasi dokter

KBR, Jakarta– Pusat Inisiatif Pembangunan Strategis Indonesia (CISDI) menilai Kementerian Kesehatan (Kemenkes) belum mengatasi akar masalah perundungan di pendidikan dokter spesialis. Pendiri CISDI, Diah S. Saminarsih mengatakan, langkah Kemenkes masih bersifat jangka pendek. Itu sebab upaya penyelesaian masalah perundungan oleh Kemenkes dinilai belum efektif dalam mereformasi tradisi atau kultur kekerasan.

“Langkah-langkah seperti yang dikerjakan oleh Kementerian Kesehatan ini adalah langkah untuk membendung, untuk memberhentikan untuk sementara. Tapi dalam jangka panjang, dibutuhkan penanganan yang sistemik. Yang secara sistem memang menyebabkan kultur yang tidak sehat itu bisa berubah,” ujar Diah dikutip dari kanal Youtube Berita KBR, Selasa, (20/8/2024).

Baca juga:

Diah S. Saminarsih memperkirakan kasus perundungan di pendidikan dokter spesialis yang terungkap merupakan fenomena pucuk gunung es.

“Kalau ada satu kasus kekerasan biasanya itu adalah pucuk gunung es. Jadi bukan hanya satu, tetapi sebenarnya ada banyak yang lain. Dia hanya pucuk gunung es saja. Di dalam kekerasan dalam bentuk apapun dan termasuk apa tidak excluding kekerasan yang ini,” ucap Diah.

Diah meminta penanganan kasus perundungan itu dilakukan secara transparan.

“Tapi, sebelum kita kesana, saya berharap semua pihak yang terkait tidak menutupi tetapi mengakui adanya masalah itu, sehingga sama-sama bisa dicari dan dibicarakan jalan keluar terbaiknya,” tambah Diah.

Baca juga:

Sebelumnya, dugaan praktik bullying atau perundungan di pendidikan dokter spesialis kembali menggegerkan masyarakat. Seorang dokter muda, berinisial ARL, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, ditemukan meninggal di indekosnya, pada Kamis, 15 Agustus lalu. Peserta program studi anestesi di RSUP Dr Kariadi, berusia 30 tahun ini, diduga mengakhiri hidupnya karena mengalami perundungan.

Rektor Undip Suharnomo, melalui rilisnya, membantah dugaan adanya perundungan dan menyebut ARL memiliki masalah kesehatan yang memengaruhi proses belajarnya. Hingga sekarang, proses investigasi oleh Kementerian Kesehatan masih bergulir.

Kemenkes pun membuka kanal pengaduan dan sudah menerima 1.500 laporan. Sebanyak 356 di antaranya, teridentifikasi sebagai kasus perundungan. Bentuk perundungannya beragam, mulai dari fisik, verbal, intimidasi, hingga nonverbal seperti pemaksaan untuk mengeluarkan biaya di luar biaya pendidikan yang ditetapkan.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!