NASIONAL
Perludem: Berbahaya bagi Demokrasi, Masyarakat Harus Cegah Kotak Kosong di Pilkada
Karena seolah-olah masyarakat tidak diberikan pilihan dalam menentukan calon kepala daerahnya.
AUTHOR / Shafira Aurel
-
EDITOR / Wahyu Setiawan
KBR, Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong masyarakat melawan fenomena kotak kosong di Pilkada Serentak 2024. Peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz mengatakan kotak kosong harus dicegah untuk menyelamatkan demokrasi Indonesia.
Sebab menurutnya, fenomena kotak kosong bisa berdampak negatif pada kemajuan demokrasi, serta dapat melanggengkan praktik culas para pemangku kekuasaan.
Khafi menilai wacana kotak kosong pada Pilkada sengaja dibuat sebagai bentuk abuse of power pemerintahan ke depan.
"Tentu ini cukup berbahaya bagi demokrasi kita. Karena seolah-olah masyarakat tidak diberikan pilihan dalam menentukan calon kepala daerahnya. Kita harus mencegah kotak kosong itu terjadi," ujar Khafi kepada KBR, Senin (12/8/2024).
"Dengan misalnya pilihan masyarakat misalnya di dalam satu daerah itukan pasti tidak homogen, pasti heterogen pilihan masyarakat atau preferensi politiknya. Nah itu kemudian harus diperjuangkan betul agar heterogenitas pilihan atau preferensi politik masyarakat ini dipertarungkan di dalam Pilkada untuk menentukan yang terbaiklah yang memang akan menang," imbuhnya.
Kahfi memprediksi fenomena kotak kosong di Pilkada 2024 tidak hanya akan terjadi di satu tempat saja, tetapi juga akan menyasar di tempat-tempat strategis lainnya. Seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga DKI Jakarta.
Untuk itu, Perludem mengajak masyarakat lebih kritis dan berani menolak hal-hal yang dapat merusak demokrasi.
Pada Pilkada 2024, isu kotak kosong mencuat setelah diduga ada skenario pengusungan Ridwan Kamil (RK) sebagai calon gubernur Jakarta melalui Koalisi Indonesia Maju (KIM) "Plus". Meskipun di Jakarta, ada pasangan bakal calon independen yang masih berjuang di tahap verifikasi faktual.
Anies Baswedan yang lebih dulu dideklarasikan oleh Nasdem dan PKS, berpotensi tak ikut dalam pencalonan karena dua partai tersebut ditengarai bakal mencabut dukungannya.
Fenomena calon tunggal juga berpeluang terjadi di Jawa Barat dan Jawa Timur. Di Jawa Barat, Koalisi KIM Plus mengajukan Dedi Mulyadi, sedangkan di Jawa Timur mengajukan pasangan Khofifah-Emil Dardak.
Baca juga:
- KIM Plus Dinilai untuk Jegal Anies di Pilkada Jakarta
- Tak Ada Niat Jegal Anies, RK Ogah Lawan Kotak Kosong
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!