NASIONAL

Perempuan Terpidana Mati Tersiksa Menunggu Eksekusi

Penyiksaan yang dialami karena para perempuan terpidana mati telah menghuni sel puluhan tahun.

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Sindu

Perempuan Terpidana Mati Tersiksa Menunggu Eksekusi
Ilustrasi: Perempuan terpidana mati tersiksa menanti eksekusi di Indonesia. Foto: Freepik. com

KBR, Jakarta- Belasan perempuan terpidana mati tersiksa menunggu eksekusi di Indonesia. Fakta ini ditemukan Komisi Nasiona Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam Laporan Pendokumentasian Situasi Perempuan Terpidana Mati di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan.

Komisioner Komnas Perempuan Satyawanti Mashudi menyebut, segala kondisi yang menyertai hukuman mati termasuk death row phenomenon atau sindrom deret tunggu. Apalagi kata dia, masa tunggu hukuman mati di RI, 2 hingga 22 tahun.

"Dalam masa tunggu itu berdampak pada psikologis, karena penantian panjang tanpa kepastian. Dalam proses hukum yang lambat hal ini karena ketersediaan pendampingan hukum yang terbatas, masih sulitnya mendapatkan bantuan hukum yang berkualitas dan tidak berbayar," ujar Satyawanti, Kamis, (4/7/2024).

Komisioner Komnas Perempuan Satyawanti Mashudi mengatakan, penyiksaan yang dialami karena para perempuan terpidana mati telah menghuni sel puluhan tahun. Padahal, batas maksimal pidana pidana penjara di Indonesia yakni 20 tahun.

Juga Dirasakan Keluarga

Dalam temuannya, Komnas perempuan menemukan akses keadilan terhadap terpidana mati tidak selalu tersedia. Mulai dari pendampingan hukum buruk, makelar kasus, hingga sulitnya mengajukan Pk dan grasi.

"Dampak dari penjatuhan hukum mati ini adalah penyiksaan yang tidak hanya dirasakan oleh terpidana mati, tapi juga keluarga dan pihak-pihak lain yang ada di sekitar terpidana mati," imbuhnya.

Satyawanti menyebut, ada 15 perempuan dengan status terpidana mati di Indonesia yang tersebar di sembilan lapas. Kata dia, Komnas Perempuan melakukan pemantauan terhadap 14 dari 15 perempuan terpidana mati. Rinciannya, enam orang dengan kasus pembunuhan, dan delapan kasus narkotika.

Komnas perempuan merekomendasikan DPR selaku pembuat undang-undang, tidak mengeluarkan kebijakan yang memuat penyiksaan dan hukuman mati.

"Untuk presiden RI, agar mengeluarkan peraturan/kebijakan terkait pelaksanaan komutasi yang telah diatur. Memberikan grasi terhadap terpidana perempuan terpidana mati yang berada dalam deret tunggu," kata Satyawati.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!