NASIONAL

Pengamat Ungkap Potensi Masalah Jika TNI Berbisnis: Bisa Bahayakan Keamanan Nasional

Keterlibatan TNI dalam bisnis bisa menghadirkan risiko penggunaan informasi sumber daya strategis untuk kepentingan pribadi.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

EDITOR / Wahyu Setiawan

Pengamat Ungkap Potensi Masalah Jika TNI Berbisnis: Bisa Bahayakan Keamanan Nasional
Panglima TNI Agus Subiyanto saat rapat kerja bersama Komisi I DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2024). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

KBR, Jakarta - Pengamat militer dan Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengungkap sederet potensi masalah jika aturan larangan TNI terlibat bisnis dihapus.

Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis. Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 30 huruf c.

Fahmi mendukung jika ruang lingkup pasal itu diperjelas. Namun dia tak setuju jika pasal itu dihapus.

Menurutnya, ada beberapa alasan TNI dilarang terlibat kegiatan bisnis.

Pertama, alasan profesionalisme. Keterlibatan dalam bisnis dinilai bisa mengalihkan bahkan memecah perhatian organisasi maupun sumber daya TNI dari tugas pokoknya menjaga pertahanan negara.

"Kedua, ada potensi conflict of interest. Keterlibatan dalam bisnis dinilai bisa menghadirkan konflik kepentingan di mana kebijakan, keputusan, kemudian langkah TNI itu berpeluang dipengaruhi kepentingan bisnis ketimbang kepentingan nasional," ucapnya kepada KBR, Senin (15/7/2024).

Ketiga, ada juga potensi korupsi dan penyalahgunaan kekuasan saat terlibat dalam kegiatan bisnis yang justru bisa merusak citra, integritas, dan kepercayaan publik pada TNI.

"Keempat, alasan keamanan nasional. Keterlibatan TNI dalam bisnis bisa menghadirkan risiko penggunaan informasi sumber daya strategis untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Nah ini tentu saja bisa membahayakan keamanan nasional," jelasnya.

Ketimbang mendorong TNI berbisnis, Khairul Fahmi menyarankan pemerintah memperhatikan kesejahteraan prajurit TNI.

"Kalau terkait pemenuhan anggaran kesejahteraan, saya kira itu jadi tanggung jawab pemerintah, bukan PR TNI. Publik tugasnya memastikan agar pemerintah bisa memenuhi kebutuhan TNI secara proporsional dan akuntabel supaya tugas pokoknya bisa berjalan dengan baik tanpa harus membiarkan, membebani TNI untuk terlibat dalam bisnis-bisnis," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Kresno Buntoro mengatakan, Mabes TNI mengusulkan prajurit boleh terlibat dalam kegiatan bisnis.

TNI mengusulkan pasal larangan berbisnis itu dihapus melalui revisi UU TNI yang tengah dibahas di DPR.

"Ini mungkin kontroversial, tapi bapak/ibu, istri saya punya warung di rumah. Kalau ini diterapkan, maka saya kena hukuman," ucapnya dalam acara 'Dengar Pendapat Publik RUU TNI/Polri' yang diselenggarakan Kemenko Polhukam di Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2024).

Kresno mengatakan, saat istrinya memiliki usaha, dalam hal ini membuka warung, ia mau tidak mau terlibat dalam kegiatan bisnis itu.

"Prajurit dilarang terlibat di dalam kegiatan bisnis. Saya pasti mau enggak mau terlibat. Wong aku ngantar belanja dan sebagainya. Apakah kemudian ini eksis?" ucap Kresno.

"Oleh karena itu, kami sarankan ini dibuang," ujarnya.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!