NASIONAL

Penegakan Hukum Pelaku Kekerasan Perempuan dan Anak masih Rendah

"Kami sangat berharap ada aparat penegak hukum untuk mengimplementasikan apa payung penegakan hukum bagi korban kekerasan, bagi perempuan dan juga anak-anak,"

AUTHOR / Hoirunnisa

Penegakan Hukum Pelaku Kekerasan Perempuan dan Anak masih Rendah
Ilustrasi. (Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak)

KBR, Jakarta- LSM Solidaritas Perempuan menilai lemahnya penuntasan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak akibat tidak optimalnya implementasi peraturan di kepolisian.

Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, Armayanti Sanusi menyoroti penanganan kasus kekerasan seksual dengan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang belum kuat. Kata dia, aturan-aturan seperti itu, tanpa implementasi yang tepat akan menambah kerugian bagi korban.

"Yang jelas kami sangat berharap ada aparat penegak hukum untuk mengimplementasikan apa payung penegakan hukum bagi korban kekerasan, bagi perempuan dan juga anak-anak. Jika ini memang tidak dilakukan secara cepat, implementasinya tidak dilakukan secara komprehensif maka tentunya akan menambah banyak kerugian-kerugian bagi korban. Dan tentu akan berdampak pada psikologis bagi korban yang memang seharusnya dipulihkan secara cepat. Selain itu juga mitigasi dalam pencegahan," ujar Armayanti kepada KBR, Kamis (28/12/2023).

Armayanti menyebut pemerintah dan kepolisian perlu mengedepankan mitigasi. Kata dia, sosialisasi untuk mencegah kekerasan seksual atau kekerasan secara umum masih sangat minim.

Dia juga mengingatkan aparat penegak hukum juga perlu memiliki kapasitas yang baik dalam menangani setiap kasusnya.

Armayanti menyebut di beberapa daerah di Indonesia penanganannya masih kental dengan relasi kuasa. Hal itu kata dia, menyebabkan pelapor akan menjadi korban ganda saat melakukan aduan.

Solidaritas Perempuan mencatat di tahun ini telah menangani 42 kasus dan 5 diantaranya adalah kasus kekerasan seksual. Kekerasan terhadap perempuan yang diadukan beragam mulai dari kekerasan terhadap pekerja migran, kekerasan ekonomi, fisik hingga perdagangan manusia.

Baca juga:

- Kementerian PPPA: Kekerasan Terhadap Perempuan Paling Banyak Terjadi di Rumah Tangga

- KPI Minta Televisi Perbanyak Siaran Ramah Anak

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut terdapat total 21.768 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (PPA) selama tahun 2023.

Listyo menyebut dari total kasus kekerasan itu, sebanyak 8.008 kasus atau sekitar 36,76 persen sudah berhasil diselesaikan.Sementara sisanya, kata dia, masih diproses lantaran pemulihan terhadap korban menjadi prioritas utama dalam kasus kekerasan PPA.

Kasus kekerasan terhadap anak tercatat paling tinggi yakni 11.084 perkara.Selanjutnya di posisi kedua merupakan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan total 5.555 laporan.

Editor: Resky Novianto

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!