BERITA

Penduduk Makin Padat, Kota Bandung Sudah Tak Layak Huni

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandung, Popong Nuraeni mengatakan jika dilihat luas wilayah yang ada, tingkat kepadatan pendudukan sekarang ini sudah tidak ideal.

AUTHOR / Arie Nugraha

Penduduk Makin Padat, Kota Bandung Sudah Tak Layak Huni
Deretan perumahan warga terlihat padat di kawasan Bandung Utara. (Foto: jabarprov.go.id)

KBR, Bandung - Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandung menyatakan ibukota Provinsi Jawa Barat itu sudah tidak layak huni.

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandung, Popong Nuraeni mengatakan jika dilihat luas wilayah yang ada, tingkat kepadatan pendudukan sekarang ini sudah tidak ideal.


"Bandung itu dulu hanya dipersiapkan untuk 500 ribu penduduk. Sekarang penduduk Bandung itu hampir 2,4 sampai 2,6 juta jiwa tadi itu. Kepadatan penduduk di Kota Bandung ini sudah terpadat di Indonesia," ujar Popong Nuraeni di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Jalan Seram, Bandung, Senin (5/10).


"Kalau saya bilang terpadat di dunia, saya tidak berani. Kalau terpadat di Indonesia setelah Cimahi itu bisa. Di sini setiap kilometer persegi dihuni 14 ribu penduduk. Jadi sudah melebihi kapasitas yang ada," tambah Popong.


Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandung, Popong Nuraeni mengatakan, idealnya jumlah kepadatan penduduk per kilometer persegi di kota Bandung hanya dihuni oleh 850 orang.


Kota Bandung di Jawa Barat memang memiliki daya tarik pendatang untuk mendapatkan pekerjaan. Padahal kenyataannya tidak sesuai dengan harapan mereka.


Untuk mengantisipasi terus bertambahnya jumlah penduduk di kota ini, Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandung meminta kepada para pendatang agar memiliki keterampilan khusus serta modal yang mencukupi, supaya tidak menjadi beban pemerintah setempat.


Editor: Agus Luqman 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!