BERITA

Pemilih Perempuan di Sulsel Masih Masuk Kategori Marjinal

KBR68H, Jakarta - Ada jutaan perempuan, termasuk kelompok marginal dan difabel, yang akan menjadi pemilih pada pemilu 2014 nanti. Namun, sampai sekarang suara mereka masih rawan disalahgunakan kelompok tertentu.

AUTHOR / Guruh Dwi Riyanto

Pemilih Perempuan di Sulsel Masih Masuk Kategori Marjinal
pemilih perempuan, sulsel, pemilu, kelompok marjinal

KBR68H, Jakarta - Ada jutaan perempuan, termasuk kelompok marginal dan difabel, yang akan menjadi pemilih pada pemilu 2014 nanti. Namun, sampai sekarang suara mereka masih rawan disalahgunakan kelompok tertentu. Salah satunya karena mereka rawandi suap. Di Makassar, ada sekelompok aktivis perempuan yang tergabung dalam Komunitas Perempuan Angin Mamiri, yang ingin mengubah kondisi tersebut.

Anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan Misna Hattas mengatakan, pemilih perempuan strategis dalam pemilu di provinsi tersebut. “Karena perempuan itu, untuk pemilu legislatif 2014 berdasarkan DPT yang kami hasilkan, jumlahnya 52%, lebih dari setengah adalah perempuan,” ungkap bekas ketua KPU kota Makassar tersebut dalam program Pilar Demokrasi, Senin (21/10).

Meskipun banyak, ia mengeluhkan posisi strategis ini belum bisa digolongkan sebagai pemilih cerdas. Misna mengatakan, para pemilih ini masih menentukan pilihan berdasarkan siapa yang memberi uang. Ini sangat bersifat transaksional dan tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa dalam lima tahun mendatang.

Pemilih perempuan masih bisa disuap karena rendahnya pendidikan mereka. Ketua Badan Eksekutif Komunitas Perempuan Angin Mamiri Makassar, Jusmiati Lestari mengatakan, budaya patriarki masih memarginalkan perempuan untuk aktif.

“Pemimpin mereka walikota atau gubernur tidak pernah melihat kondisi mereka, ia tidak pernah diikutkan dalam pengambilan keijakan misalnya rapat. Akses informasi tidak didapatkan karena ia tidak dianggap layak karena masuk kategori marjinal. Bagaimana perempuan berani dan mau terlibat dalam pengambilan kebijakan,”papar Jurmiati Lestari.

Selain itu, perempuan tidak mendapatkan pendidikan yang baik seperti pria, sehingga memiliki peluang lebih besar menjadi pemilih rasional.

Anggota KPU Misna menambahkan, KPU melirik untuk mendidik pemilih perempuan karena tingginya jumlah mereka dan posisi sosial mereka yang termarjinalnkan.  “30% dari 52% itu kalau menjadi pemilih yang cerdas bisa kita berharap bangsa ini terjadi perubahan yang lebih baik. 30% bisa mempengaruhi kebijakan,” ungkapnya.

Untuk itu, KPU Sulawesi Selatan dan kabupaten/kota di provinsi itu menggandeng berbagai organisasi perempuan untuk meningkatkan pendidikan pemilih perempuan. “Komunitas Angin Mamiri sudah bekerjasama dengan KPU Makassar dan di KPU Provinsi menjalin kerjasama dengan kelompok perempuan, koalisi perempuan Indonesia, solidaritas perempuan,” katanya.

Misna menambahkan, pendidikan pemilih juga berguna untuk mengajak perempuan turut mengawasi proses pemilu. “Tujuannya agar lebih banyak calon legislatif dari perempuan,”katanya. Ia mencontohkan pengawasan ini muncul dalam bentuk pemantauan daftar caleg agar partai memenuhi persyaratan pencalonan caleg 30% minimal perempuan. Ia yakin, perempuan lebih teliti dalam mengawasi pemilu.

Anggota KPU Misna yakin, proses untuk mendongkrak calon anggota legislatif itu akan terus berhasil.
“Mulai dari pemilu 1999, di Sulsel, dari 75 anggota DPRD, hanya menghasilkan 2 legislator permepuan. Pemilu 2004, kalau syaa tidak salah meningkat menjadi 7 atau berapa. Sekarang 2009, jumlahnya 11 atau 12”, ungkapnya. 

Ketua Badan Eksekutif Komunitas Perempuan Angin Mamiri Makassar, Jusmiati Lestari mengatakan, organisasinya akan terus melakukan pendidikan untuk meningkatkan kesadaran politik perempuan. Jusmiati Lestari menambahkan, mereka mencoba mengajarkan ibu-ibu untuk melihat apakah calon legislator bisa memperjuangkan kepentingan pemilih. “Kalau memilih karena duit, pada saat ia duduk, kita tidak akan dilirik,” tegasnya.

Editor: Doddy Rosadi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!