NUSANTARA

Pemilih Perempuan Belum Tentu Pilih Perempuan saat Pemilu

Keterlibatan perempuan di parlemen, baik di kabupaten maupun kota masih minim.

AUTHOR / Ken Fitriani, Shafira Aurelia

Pemilih Perempuan Belum Tentu Pilih Perempuan saat Pemilu
Seorang petugas melintasi ruang layanan pindah memilih di Kantor Komisi Independen Pemilihan (KIP) Lhokseumawe, Aceh, Selasa (5/3/2019). (Foto: ANTARA/Rahmad)

KBR, Yogyakarta- Pemilih perempuan belum tentu memilih perempuan saat pemilihan umum (pemilu) digelar.

Analisis tersebut disampaikan Ketua Program Studi Sarjana Polirik dan Pemerintahan Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Mada Sukmajati, dalam acara Gelar Wicara atau Talkshow Perempuan dan Politik di UGM, Kamis, 10 Agustus 2023.

Kata dia, meskipun sudah diatur 30 persen keterwakilan perempuan, namun faktanya tetap saja masih kurang.

"Kalau miss (terlewatkan-red), sekarang, ya, miss 5 tahun. Kemudian faktor pemilihnya tidak selalu pemilih perempuan ialah perempuan. Jadi, ada banyak faktor, ketika sudah dipenuhi 30 persen tapi di hari H pemilihan suara para pemilih tidak memilih (perempuan-red)," katanya.

Menurut Mada, di DIY sudah ada beberapa keterwakilan perempuan di ranah politik. Misalnya GKR Hemas dan Bupati Sleman, Kustini. Namun, secara kuantitas tetap masih sedikit. Pada Pemilu 2024, keterwakilan perempuan masih bisa didorong.

Sebab, sudah ada kebijakan terkait hal itu. Kebijakan yang dimaksud Mada ialah tentang regulasi partisipasi dan keterwakilan perempuan di ranah politik di tanah air.

Aturan tersebut salah satunya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terutama Pasal 92 ayat 11 soal keterwakilan perempuan.

Beleid ini menjamin dan mendorong keterwakilan perempuan dalam pesta demokrasi. Bahkan jika dibandingkan dengan negara lain, regulasi ini sudah sangat maju.

"Dorongan bahkan jaminan, sudah disampaikan secara tegas. Nah, memang masalah utama pada implementasi, karena kebijakan itu satu hal, implementasi kebijakan itu hal berbeda," jelasnya dalam Talkshow Perempuan dan Politik di Fisipol UGM, Kamis, (10/8/2023).

Masih Minim

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY Erlina Hidayati Sumardi menambahkan, keterlibatan perempuan di parlemen, baik di kabupaten maupun kota masih minim.

"Anggota legislatif kita itu baru 20 persen, itu pun karena ada PAW (Penggantian Antar-Waktu, red) yang kemudian perempuan. Nah, kalau aslinya cuma 18 persen, untung ada PAW-nya yang perempuan jadi 20 persen. Nah, satu indikator yang masih lemah inilah yang ingin kita berjuang," tandasnya.

Erlina mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi dan berkolaborasi atas keterwakilan perempuan di ranah politik. Tujuannya antara lain, agar perempuan bisa mendapatkan hak sama dengan harapan menyuarakan kepentingan perempuan.

"Supaya apa? Supaya perempuan pun mendapatkan hak yang sama di dalam politiknya. Baik itu nanti hak untuk kemudian bisa berlaga secara fair, dan kemudian juga bisa terpilih. Perempuan itu punya hak, sebagai pemilih yang mandiri dan selain yang dipilih. Nah, maka itu yang ingin kita perjuangkan bersama," pungkasnya.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!