NASIONAL

Pemerintah Temukan Dugaan Pelanggaran HAM terhadap ODGJ

pelanggaran itu berupa penyiksaan, kekerasan seksual, hingga perbudakan

AUTHOR / Ellika Falah Putri, Muhammad Rifandi Fahrezi

ODGJ
Ilustrasi Dinsos Jatim bebaskan 13 ODGJ yang dipasung keluarga, Senin, (14/6/2021) (FOTO: Adhar Muttaqin)

KBR, Jakarta- Pemerintah mengungkap sejumlah bentuk dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Panti Sosial.

Analis Kebijakan Direktorat Instrumen HAM Direktorat Jenderal HAM Kemenkumham Farida Wahid memerinci, pelanggaran itu berupa penyiksaan, kekerasan seksual, hingga perbudakan. Namun ia tak menyebut jumlah kasus dugaan pelanggaran HAM di panti sosial tersebut.

"Ini yang kami sering temui, bagaimana penyiksaan di sana, kekerasan seksual, implan paksa, dsb. Bahkan, perbudakan juga mereka tanpa dibayar, mereka terus bekerja di panti, tapi mereka juga tidak dibayar. Padahal mereka juga punya hak yang sama dengan warga negara lain", kata Farida dalam acara Persiapan Pengembangan Model Layanan Kesehatan Jiwa Berbasis Masyarakat melalui daring di kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI, Kamis (26/10/2023).

Baca juga:

Analis Kebijakan Direktorat Instrumen HAM Direktorat Jenderal HAM Kemenkumham Farida Wahid menambahkan, bentuk pelanggaran HAM lain yaitu pemaksaan ODGJ untuk perawatan medis dan nonmedis, terenggutnya hak waris, hingga hilangnya hak asuh anak.

Pemerintah tengah menyusun peta jalan untuk memastikan penghapusan pelanggaran HAM terhadap ODGJ di panti sosial. Selain itu, pemerintah juga mengoptimalkan upaya deinstitusionalisasi atau pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat.

Penerimaan kembali ODGJ

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menilai deinstitusionalisasi merupakan upaya mewujudkan penghormatan hak asasi manusia terhadap ODGJ. Pada upaya deinstitusionalisasi, pelayanan kesehatan jiwa ditentukan dengan penerimaan masyarakat. 

Direktur Kesehatan Jiwa Kemenkes Vensya Sitohang mengatakan, tema yang diusung pada hari kesehatan jiwa tahun ini yaitu semua orang mempunyai hak asasi yang sama, termasuk ODGJ.

“Pak Sekda (Sekretaris daerah, red) mengatakan, 150 ke 200 orang itu sudah cukup lama ada di rumah sakit jiwa, bahkan ada lebih 10 tahun, ada yang seumur-umur. Mereka itu harusnya kembali ke pangkuan keluarganya, kehangatan keluarganya, kembali ke masyarakat, mereka berproduktif karena mereka berdaya,” kata Vensya pada kesempatan yang sama. 

Baca juga:

Direktur Kesehatan Jiwa Kemenkes Vensya Sitohang mendorong agar ODGJ terlibat dalam penentuan pelayanan kesehatan yang terima. Selain itu, kata dia, ODGJ harus mendapatkan pelayanan kesehatan yang mudah diakses.

“Setelah mereka stabil dari rumah sakit, tentu mereka harus kembali ke pelayanan kesehatan terdekat di tempat tinggalnya yaitu Puskesmas (Pusat kesehatan masyarakat, red) dan Pustu (Puskesmas Pembantu, red) dan juga dikawal teman-teman kita para kader,” ujar Vensya.

“Mereka ditemukan masyarakat, dia harus lewat Puskesmas baru ke Rumah Sakit Umum, baru ke Rumah Sakit Jiwa. Lalu, di Rumah Sakit Jiwa itu dilakukan pelayanan sampai stabil, lalu mereka dikembalikan lagi ke Puskesmas untuk mendapatkan pelayanan berikutnya yang lebih mudah,” sambungnya.

Editor: Muthia Kusuma

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!