NASIONAL

Pemerintah Targetkan 2045 Biaya Logistik 9 Persen, Pelindo Pacu Transformasi Layanan

Target pencapaian visi Indonesia 2045 pada pilar pemerataan pembangunan melalui penguatan konektivitas. Target biaya logistik 9% terhadap PDB.

AUTHOR / Hoirunnisa

Biaya Logistik
Pelabuhan Kijing, Mempawah, Kalimantan Barat saat diresmikan Presiden Joko Widodo (9/8/2023). (Foto: Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden)

KBR, Jakarta - Menko bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, peringkat Indonesia dalam Indeks Kinerja Logistik atau atau Logistics Performance Index (LPI) 2023 mengalami penurunan menjadi 3,0 dan menghuni peringkat 61. Sebagai perbandingan, pada 2018, LPI Indonesia 3,15 dan menempati peringkat 46.

Bahkan kini, di lingkup ASEAN, Indonesia menempati posisi keenam di atas Laos (2,4) dan Kamboja (2,4). Adapun LPI Singapura menempati posisi pertama (4,3), disusul Thailand (3,6), Malaysia (3,5), Filipina (3,3), dan Vietnam (3,3).

"Jadi malah turun kita (bila dibandingkan 2018 dengan 2023). Nah ini menjadi tantangan yang harus kita selesaikan. Berdasarkan komponen LPI, maka komponen dengan peringkat terendah yang mempengaruhi LPI Indonesia adalah Tracking and Tracing serta Logistics Competence and Quality," ujar Airlangga.

Tracking and Tracing berkaitan dengan kemampuan untuk melacak kiriman, implementasi logistics tracking system di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya dukungan teknologi informasi dan komunikasi yang belum memadai.

Sedangkan Logistics Competence and Quality berkaitan dengan Sumber Daya Manusia (SDM), dimana ketertinggalan SDM Indonesia dalam bidang logistik lebih karena dua faktor, yakni kualitas dan speed. SDM yang bekerja pada bidang logistik umumnya karena kebutuhan perusahaan dan bukan karena membangun kompetensinya sedari awal.

Menko Perekonomian juga mengungkapkan, utilisasi pelabuhan di Kawasan Timur Indonesia rata-rata kurang dari 50 persen.

Utilisasi pelabuhan di Indonesia masih mengalami ketimpangan, selain karena faktor ketimpangan muatan juga disebabkan sarana fasilitas di pelabuhan yang tidak merata serta standarisasi fasilitas pendukungnya. Adapun perbaikan infrastrukturpelabuhan dapat bersumber dari optimalisasi volume traffic atau subsidi bagi pelabuhan yang minim traffic (non-commercially viable) di Kawasan Timur.

"Berikut, utilisasi pelabuhan itu rata-rata di bawah 50%. Nah rata-rata di bawah 50% itu tentu kita lihat pelabuhan-pelabuhan yang di wilayah Timur, barangnya itu tidak seimbang. Tentu untuk logistiknya kita bisa utilisasi tinggi maka tidak boleh Java-centris. Kita lihat di Jawa ini, (utilisasi pelabuhan) Tanjung Priok 90%, Tanjung Mas 95%, Tanjung Perak 87%, dan Makassar sebagai wilayah Timur tertinggi 60%. Ini harus kita pacu lagi komoditasnya, artinya apa, pembangunan harus merata. Sehingga barang bergerak dari Timur ke Barat, dan dari Barat ke Timur," urai Airlangga di Acara "Era Baru Biaya Logistik untuk Indonesia Emas 2045" yang diselenggarakan Bappenas RI, Kamis (14/9/2023).

Airlangga juga menyebut, pada 2022, biaya logistik Indonesia adalah 14,29% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini terdiri dari Biaya Transportasi 8,79%, Biaya Persediaan dan Pergudangan 3,19%, serta Biaya Administrasi 2,30%.

"Target pencapaian visi Indonesia 2045 pada pilar pemerataan pembangunan melalui penguatan konektivitas darat, laut dan udara, dengan target biaya logistik sebesar 9% terhadap PDB. Ini menjadi pedoman bagi pemerintah, kita minta angkanya diperbaiki. Apalagi disebut angka 9% tidak good enough, dan diminta untuk diturunkan menjadi 8%," tuturnya seraya menyebut angka delapan sebagai angka yang bagus.

Airlangga juga mendorong kolaborasi antar-stakeholders agar penguatan logistik dan rantai pasok nasional tidak terbatas pada integrasi sistem tetapi juga infrastruktur dan SDM terus dilanjutkan.

2045, Biaya Logistik Indonesia 9 Persen

Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, upaya mengintegrasikan ekonomi domestik dan global masih menghadapi sejumlah kendala, termasuk tantangan biaya logistik yang masih tinggi. 

Diakui, pengiriman barang antarwilayah Indonesia pun demikian, masih berbiaya tinggi dengan kendala-kendala mulai dari skala ekonomi yang rendah (kapal kecil dan muatan rendah) mengakibatkan mahalnya ongkos angkut; infrastruktur dan layanan peabuhan simpul peti kemas domestik belum mampu menampung kapal besar; dan terbatasnya kawasan ekonomi.

Kendala lain adalah belum terbentuk konsolidasi rute (loop) secara optimal; ketimpangan muatan karena sarana fasilitas di pelabuhan yang tidak merata dan standarisasi fasilitas pendukungnya; dan, skor LPI yang semakin menurun dan lebih kecil dibandingkan negara-negara ASEAN.

Suharso juga memaparkan beberapa faktor yang mengakibatkan integrasi ekonomi domestik dan global terhambat. Mulai dari pusat-pusat pertumbuhan lebih berkembang di Pulau Jawa. Sepanjang 2022, kontribusi Jawa 57,8% terhadap PDB. Lalu, konektivitas belum memadai dan terintegrasi sepenuhnya.

Faktor lain yaitu kuantitas dan kualitas SDM belum memadai terutama di luar Jawa. Serta, banyaknya regulasi yang belum kondusif.

Menteri PPN/Kepala Bappenas juga merinci tujuh strategi memacu integrasi ekonomi domestik dan konektivitas global. Ketujuh strategi yang termaktub dalam RPJPN 2025-2045 itu adalah penguatan integrasi konektivitas intra dan antarkawasan; penciptaan pusat pertumbuhan baru, dan penguatan daya yang sudah eksisting; juga, penguatan logistik nasional.

Strategi berikutnya adalah penguatan kuantitas dan kualitas infrastruktur konektivitas darat, laut dan udara; peningkatan keterkaitan ekonomi antarpusat-pusat pertumbuhan; peningkatan pangsa ekspor barang dan jasa bernilai tambah tinggi di pasar global; dan, penguatan partisipasi Indonesia dalam rantai pasok global sehingga menjadi Economic Powerhouse.

"Dari sana, kita bisa mencapai target sasaran pembangunan 2045 yakni mengintegrasikan ekonomi domestik dan konektivitas global sehingga biaya logistik bisa diturunkan menjadi 9% terhadap PDB," harap Suharso.


Menurutnya lagi, dari hasil kajian di Bappenas, biaya logistik nasional atau domestik kita masih di angka 14,1%. Sedangkan untuk biaya logistik ekspor 8,98% terhadap PDB.

"Saat ini memang belum ada definisi yang sama terkait biaya logistik. Meskipun ---berdasarkan survei komponen biaya logistik nasional 2014 ---, komponennya yang terbesar adalah pada transport & cargo handling cost, inventory carrying cost, warehousing cost, dan logistic administration cost. Semua ini menjadi perhitungan biaya logistik secara makro dengan metode baru yang disusun bersama oleh Bappenas, Kemenko Perekonomian, dan BPS," tuturnya.

Suharso mengingatkan, biaya logistik merupakan salah satu indikator pembangunan guna mewujudkan "Visi Indonesia Emas 2045". Dalam hal ini, indikator biaya logistik akan menjadi alat ukur untuk memantau perkembangan logistik bagi perekonomian.

"Penghitungan biaya logistik dapat mengidentifikasi dan meningkatkan efisiensi ekonomi (economic efficiency). Juga dapat menjadi perumusan kebijakan (policy) dalam meningkatkan konektivitas. Sesudah itu, dengan biaya logistik yang efisien dapat meningkatkan perdagangan internasional dan daya saing (competitiveness) produk domestik. Selain itu, akan menghasilkan produk yang lebih terjangkau, sehingga meningkatkan kesejahteraan (welfare) masyarakat," urainya.

Di masa mendatang, lanjut Suharso, perhitungan biaya logistik akan dikeluarkan setiap tahun dan dikeluarkan dengan kerja sama antara Kementerian PPN/Bappenas, Kemenko Perekonomian, BPS, dan pelaku/penyedia jasa logistik.

Selain itu, penguatan sistem logistik Indonesia menjadi penting untuk mewujudkan Integrasi Ekonomi Domestik dan Konektivitas Global untuk mencapai "Visi Indonesia Emas 2045".

"Untuk itu, tetap diperlukan kolaborasi antarpemangku kepentingan sebagai kunci sukses mewujudkan Indonesia sebagai Economic Powerhouse," pungkasnya.

Pelindo Transformasi Layanan untuk Tekan Biaya Logistik

Sementara itu, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Arif Suhartono menjelaskan, biaya logistik memiliki beberapa komponen utama yakni biaya transportasi dan pergudangan. Untuk biaya transportasi terdiri dari konektivitas angkutan darat, laut dan udara. Lalu biaya inventori dan biaya administrasi.

Menurut Arif, saat ini sudah semakin terlihat hasilnya bahwa biaya logistik berhasil diturunkan setelah diakukan sejumlah perbaikan. Pertama, banyak dilakukan perbaikan regulasi.

Kedua
, efisiensi value chain darat. "Artinya transportasi darat juga perlu ditingkatkan. Yakni bagaimana koneksi antar satu tempat ke tempat lain, dan ini sudah dijawab pemerintah dengan pembangunan infrastuktrur," ujarnya.

Ketiga
, terkait efisiensi value chain. Hal ini tentunya kecakapan dan keahlian menjadi segala-galanya atau skill does matter. "Karena pada saat menggunakan kapal-kapal kecil maka biaya per unit akan semakin lebih tinggi. Selain itu, kami melakukan juga konsolidasi cargo," ungkapnya.

Keempat
, tidak seimbangnya muatan logistik. "Kalau dari Kawasan Indonesia Barat menuju timur selalu penuh muatannya, tapi sebalinknya dari timur ke barat kosong. Disinilah, bicara transportasi tidak terlepas dari aktivitas ekonomi," ujarnya.

Kelima
, belum optimalnya pelabuhan. "Inilah yang menjadi tugas Pelindo, sekaligus alasan proses merger BUMN Pelindo pada 1 Oktober 2021 lalu, yakni untuk melakukan tugas pertama dengan transformasi pelayanan pelabuhan. Dan, dampaknya antara lain semakin pendeknya waktu kedatangan hingga keberangkatan di pelabuhan (port stay) dan waktu barang sedang berada di pelabuhan (cargo stay)," jelas Arif.

Arif pun mencontohkan capaian semakin pendeknya port stay di Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara.

"Bahwa yang Pelindo lakukan dengan transformasi pada akhirnya mampu meningkatkan produktivitas, diantaranya dengan memperpendek port stay dan cargo stay. Contoh di Pelabuhan Belawan yang sudah menerapkan transformasi terminal. Hasilnya, sebelum merger Pelindo productivity box per ship per hour (BSH) adalah 20 kontainer, saat ini rata-rata 38 kontainer dan angka tertingginya 61 kontainer. BSH adalah banyaknya box container yang mampu dibongkar atau dimuat oleh pihak terminal terhadap suatu kapal dalam waktu satu jam. Sedangkan untuk port stay yang tadinya 55 jam menjadi rata-rata 32 jam. Artinya, konsumsi energi juga berkurang. Kalaupun mesinnya belum ditransisikan dari diesel ke listrik, tapi sudah terjadi pengurangan konsumsi energi yang luar biasa. Ini dari sisi lingkungan tentu juga sangat meningkat dampak baiknya. Juga, dari sisi sosial dimana tingkat tekanan kerja dari karyawan juga pasti akan berkurang," urainya.

Hal yang sama terjadi juga di Pelabuhan Makassar dengan BSH yang sebelumnya 20 kontainer, saat ini rata-rata 34 kontainer dan angka tertingginya 63 kontainer. Adapun port stay diperpendek dari 38 jam menjadi 22 jam.

Sedangkan di Pelabuhan Ambon, BSH yang sebelumnya 12 kontainer, saat ini rata-rata 26 kontainer dan angka tertingginya 34 kontainer. Untuk port stay, diperpendek dari 37 jam menjadi 24 jam.

Di Pelabuhan Sorong, BSH yang sebelumnya 10 kontainer, saat ini rata-rata 25 kontainer dan angka tertingginya 34 kontainer. Adapun port stay diperpendek dari 72 jam menjadi 24 jam.

Dengan berkurangnya konsumsi energi yang dibutuhkan di pelabuhan, menurut Arif, maka sudah tentu biaya pengiriman barang lebih dapat ditekan karena durasi waktu selama di pelabuhan menjadi semakin cepat.

Terbukti, menurut Arif, standarisasi layanan telah berhasil menurunkan port stay sehingga menghasilkan benefit bagi pelanggan maupun Pelindo.

Benefit yang signifikan bagi Pelindo adalah efisiensi biaya operasional, potensi penambahan trafik, peningkatan kompetensi dan knowledge. Sedangkan bagi Pelanggan, terdapat pengurangan port stay dan cargo stay, optimalisasi berthing window, dan penghematan ship rental cost. Lalu, bagi Ekosistem Maritim menikmati kontribusi terhadap penurunan biaya logistik, sekaligus mendukung konektivitas.

Ada empat aspek terkait transformasi standarisasi yaitu people, process, technology, dan Health Safety Security and Environment (HSSE) & Operation Support.

"Urutan dalam transformasi itu adalah self awareness, standarisasi, kemudian sistemisasi. Pelindo sudah hafal betul bahwa dalam melakukan transformasi terminal butuh waktu minimal satu tahun, karena yang ditransformasi adalah ekosistem bukan terminalnya saja," ungkap Arif.

Lantas, apa yang dilakukan Pelindo terhadap transformasi pelabuhan? Ada tiga langkah strategis Pelindo yang berorientasi pada perbaikan kinerja logistik. Pertama, transformasi pelayanan pelabuhan. Ini merupakan standarisasi dari sisi pola operasional, infrastruktur dan suprastruktur serta digitalisasi layanan dalam rangka penurunan port stay dan cargo stay.

Kedua
, efisiensi jaringan pelayaran. Ini dilakukan dengan efisiensi rute dengan optimalisasi jaringan Hub and Spoke melalui konsolidasi kargo di pelabuhan utama atau Hub sehingga mendukung penciptaan aktivitas ekonomi secara merata di Indonesia.

Ketiga
, integrasi pelabuhan dengan kawasan. Dalam hal integrasi Kawasan Industri dengan pelabuhan melalui pengembangan kawasan ekonomi yang terintegrasi dengan akses dan konektivitas.

"Dari tiga langkah strategis ini terdapat beberapa target yang diharapkan, yaitu meningkatkan kinerja pelabuhan, meningkatkan konektivitas dan efisiensi jaringan pelayaran, mendukung penurunan biaya logistik, dan mendorong pertumbuhan layanan logistik terintegrasi untuk meningkatkan kontribusi sektoral bagi perekonomian Indonesia," jelas Andi.

Integrasi Pelabuhan dengan Kawasan Industri

Selain transformasi pelayanan pelabuhan, Pelindo juga melakukan efisiensi jaringan pelayaran, dan integrasi pelabuhan dengan kawasan industri dalam rangka menstimulasi pertumbuhan industri.

"Kalau kita bicara industri, adalah bagaimana sedekat mungkin antara industri dengan pelabuhan. Inilah well-connected ecosystem antara industri dengan pelabuhan, dan itulah yang sangat penting," tutur Arif lagi.

Diungkapkannya, Pelindo telah berinisiasi menciptakan well-connected system, antara lain di Pelabuhan dan Kawasan Kijing, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Di sini, tercipta efek domino pertumbuhan industri di kawasan dan mendorong program hilirisasi komoditas crude palm oil (CPO) dan bauksit/alumina.

"Pelindo membangun Pelabuhan Kijing sebagai relokasi dari Pelabuhan Pontianak yang sudah terlalu penuh. Kita mendorong Kijing sebagai relokasi, tapi akan optimal apabila ada akses yang bagus dari Kijing sampai ke Pontianak. Karena di Pelabuhan Pontianak menangani 80% kargo Pontianak. Jadi ultimatenya adalah bagaimana dari Pontianak-Kijing sampai dengan Singkawang terkoneksi dengan jalan yang bagus," tutur Arif.

red
Pulau Temajo di Kecamatan Sungai Kunyit, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat turut melindungi Pelabuhan Kijing dari gelombang ombak. (Foto: Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden)

* * *


Well-connected system juga dilaksanakan di Jalan Tol Cibitung-Cilincing (JTCC) yang merupakan prasarana konektivitas industri di Timur Jakarta dengan Pelabuhan Tanjung Priok. Lalu di New Priok Eastern Access (NPEA) yang meningkatkan konektivitas pelabuhan dan area hinterland, Terminal Kalibaru/Pelabuhan Tanjung Priok.

Begitu pula well-connected system yang dilaksanakan di Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) yang menyediakan konektivitas terintegrasi melalui transportasi multimoda, serta pelayanan perizinan satu pintu. JIIPE merupakan Kawasan Ekonomi Khusus di Gresik, Jawa Timur.

Arif melanjutkan, integrasi Pelabuhan dengan Kawasan Industri memperlancar arus barang, menciptakan biaya logistik lebih efisien dan mendorong penguatan ekonomi kawasan.

"Adapun tantangan konektivitas itu antara lain pertumbuhan trafik didorong oleh pertumbuhan industri dan perekonomian. Dan, tantangan konektivitas kawasan seperti misalnya, delays truck, waktu tempuh yang lama, keterbatasan moda transportasi dan infrastruktur," ungkap Arif.

Untuk itu, integrasi antara Kawasan Industri dengan Pelabuhan membutuhkan optimalisasi pembangunan dengan melakukan pengembangan kawasan ekonomi yang terintegrasi dengan akses dan konektivitas. Juga, memerlukan sinkronisasi antara Master Plan Industri dengan Master Plan Pelabuhan sehingga menciptakan ekosistem yang terintegrasi.

"Terkait hal itu, maka aspek penting yang dipertimbangkan adalah lokasi pelabuhan, akses dari dan ke pelabuhan, size pelabuhan, spesifikasi infrastruktur dan suprastruktur pelabuhan, serta staging pengembangan," tukas Arif.

Arif mengatakan, Pelindo menginisiasi agar bila ada Pelabuhan maka harus ada Kawasan Industri, dan bila ada Kawasan Industri maka harus ada Pelabuhan. "Tentu tidak semua Kawasan Industri harus punya Pelabuhan, karena semua itu tergantung dari skala bisnisnya," tutur Arif.

Baca juga:

* Biaya Logistik: Pemerintah Anggap Tantangan, Pelindo Upayakan Penurunan

* Hilirisasi Industri Dongkrak Ekspor RI 20 Persen

Turut berbicara di acara yang digelar Bappenas ini adalah Senior Logistics Consulting the World Bank Lamiaa Bennis, Dekan Sekolah Interdisiplin Manajemen dan Teknologi ITS I Njoman Pujawan, Dirut PT Semen Indonesia Logistik Fredy Agung Prabowo, dan Wakil Kepala Badan Logistik dan Rantai Pasok Bidang SDM Logistik KADIN Indonesia Erwin Raza.

Editor: Fadli

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!