indeks
Pelantikan Kepala Daerah, PR Besar Wujudkan Pemerintahan Tanpa Korupsi

Dalam Pilkada Serentak 2024, ICW mencatat ada 33 provinsi yang terindikasi kuat memiliki afiliasi dengan dinasti politik.

Penulis: Ardhi Ridwansyah

Editor: Muthia Kusuma Wardani

Google News
Korupsi
Ilustrasi Kampanye Anti-Korupsi. (Foto: antaranews)

KBR, Jakarta- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Saut Situmorang, mengingatkan para kepala daerah yang baru dilantik untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel.

Saut menegaskan, kedua hal tersebut sangat penting untuk mencegah praktik korupsi di daerah. 

“Kalau umpamanya kepala daerah ini tidak menata diri mereka jadi lebih bijaksana, berintegritas, nanti keadaannya tidak hanya (pemerintah) pusat yang sulit tapi daerah juga akan semakin sulit. Jadi kalau kita mau bicara antikorupsi, Anda harus mengelola daerah itu dengan transparan dengan akuntabel,” jelas Saut kepada KBR, Rabu (19/2/2025

Saut juga mengingatkan, kepala daerah harus bebas dari kepentingan pihak tertentu. Hal ini penting mengingat sokongan dana kampanye yang diterima calon kepala daerah, kerap menjebak mereka dalam pusaran korupsi terkait pemberi dana. 

Menurutnya, korupsi di daerah umumnya terjadi melalui pengadaan barang dan jasa atau penyelewengan anggaran daerah (APBD).

Tingginya biaya politik

Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tibiko Zabar, mengungkapkan penyebab kepala daerah rentan terjerat kasus korupsi, yakni tingginya biaya politik yang harus dikeluarkan untuk mencalonkan diri dalam pilkada. Setelah terpilih, banyak kepala daerah yang terjebak dalam praktik korupsi untuk mengembalikan modal politik yang telah dikeluarkan. 

“Potret korupsi di kepala daerah kerap kali berulang, salah satu sebabnya karena biaya politik yang tinggi itu yang kemudian membuat kepala daerah baru dilantik itu rentan terjerembap dalam korupsi,” jelas Tibiko Zabar kepada KBR, Rabu (19/2/2025

Lebih lanjut, Tibiko menjelaskan, korupsi di daerah juga tidak lepas dari fenomena dinasti politik.

Dalam Pilkada Serentak 2024, ICW mencatat ada 33 provinsi yang terindikasi kuat memiliki afiliasi dengan dinasti politik.

“Kalau bicara dinasti politik maka ada potensi besar yang semakin menguat terjadinya korupsi,” ujarny

Tibiko menambahkan, dinasti politik ini dapat menjadi bom waktu bagi praktik korupsi yang berulang di daerah. Salah satu contohnya adalah provinsi Banten, yang dikenal dengan fenomena dinasti politik yang melanggengkan kekuasaan. 

“Dalam konteks dinasti politik mengamankan dan melanggengkan kekuasaan, dengan konteks yang seperti itu nanti ketika kepala daerah dilantik maka akan ada praktik berulang korupsi kepala daerah,” tegasnya. 

Baca juga:

Modus umum korupsi di kalangan pemerintah daerah, menurut Tibiko, meliputi penyalahgunaan anggaran, proyek fiktif dalam pengadaan barang dan jasa, serta suap-menyuap. Hal ini semakin diperburuk jika penegakan hukum lemah dan pengawasan buru

“Oleh karena itu, ketika kepala daerah terpilih dan dilantik nanti, pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendagri, serta pihak lain harus memperkuat pengawasan internal,” tambahnya. 

Dia juga menekankan bahwa lembaga-lembaga penegak hukum seperti KPK, kejaksaan, dan kepolisian harus siap menegakkan hukum secara tegas tanpa pandang bulu apabila terbukti ada tindak korupsi di daerah. 

KPK
Saut Situmorang
kepala daerah
pemerintah daerah
Korupsi
ICW

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...