BERITA

Pelaksanaan Perpres Supervisi KPK Tunggu Nota Kesepahaman

KPK diminta menggunakan Perpres itu untuk memulai supervisi perkara Djoko Tjandra

AUTHOR / Muthia Kusuma Wardani

Pelaksanaan Perpres Supervisi KPK Tunggu Nota Kesepahaman
Deputi Penindakan KPK (tengah) saat memberikan keterangan soal kasus gratifikasi Kabupaten Subang di gedung KPK, Kamis (10/9/2020).ANTARA/Indrianto Eko

KBR, Jakarta - Penerapan Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menunggu ditekennya nota kesepahaman (MoU) antarpenegak hukum.

Perpres itu mengatur kewenangan KPK dalam melakukan supervisi hingga mengambil alih perkara rasuah yang ditangani Kepolisian dan Kejaksaan Agung.

Deputi Penindakan KPK Karyoto mengatakan perpres tersebut merupakan amanat Undang-undang KPK Nomor 19 Tahun 2019.

"Aparat penegak hukum lain yang dalam hal ini adalah kepolisian dan kejaksaan masih menunggu perpres ini untuk sebagai landasan adanya MoU," kata Karyoto di gedung KPK, Jakarta, Kamis (29/10/2020).

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nawawi Pamolango mengatakan terbitnya perpres tersebut dapat mengoptimalkan tugas supervisi.

"Dengan adanya Perpres Supervisi ini, maka tidak ada alasan lagi bagi Aparat Penegak Hukum (APH) lainnya untuk tidak bekerja sama dengan KPK dalam penanganan perkara yang telah ditetapkan disupervisi oleh KPK," kata Nawawi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (28/10/2020).

Menurut Nawawi, banyak perkara tipikor yang ditangani penegak hukum lain belum disupervisi optimal oleh KPK.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana meminta KPK menggunakan Perpres itu untuk memulai supervisi kasus Djoko Tjandra. 

"Pada awal September lalu, KPK telah resmi mengeluarkan surat perintah supervisi untuk kasus itu. Setidaknya ada beberapa hal yang belum terungkap dalam penanganan perkara Djoko Tjandra," kata Kurnia kepada KBR, Kamis (29/10/2020).

Sejumlah hal belum terungkap dalam kasus itu, seperti kemungkinan keterlibatan jaksa lain selain Pinangki. Kemudian dugaan keterlibatan internal Mahkamah Agung (MA) hingga politikus lain selain Andi Irfan Jaya dalam perkara pengurusan fatwa di MA.

Kurnia meminta KPK mendalami tiga hal tersebut saat melakukan supervisi. Apabila tidak ada progres siginifikan dari Kepolisian dan Kejaksaan Agung, KPK harus mengambil alih perkara.

"Jika jawaban yg didapat sekadar normatif atau ada upaya untuk melindungi pihak tertentu, maka selayaknya KPK dapat mengambil alih seluruh penanganan yang ada pada Kejaksaan Agung atau pun Kepolisian sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat 1 Perpres Supervisi," ujar Kurnia.

Menurut Kurnia, Perpres Supervisi mestinya menjadi pengingat bagi Kepolisian dan Kejaksaan Agung untuk kooperatif saat KPK tengah melakukan supervisi. Sikap yang ditunjukkan Kejaksaan dalam perkara Jaksa Pinangki tak boleh terulang kembali. Kejaksaan diduga tidak melakukan koordinasi dengan KPK saat melimpahkan perkara ke pengadilan.

Editor: Ninik Yuniati

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!