NASIONAL
PBNU akan Mengelola Tambang Bekas KPC, Muhammadiyah Eks Adaro
Pemerintah menyiapkan enam wilayah pertambangan batu bara bekas PKP2B untuk badan usaha ormas keagamaan.
AUTHOR / Shafira Aurel, Sindu
-
EDITOR / Sindu

KBR, Jakarta- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan mengelola lahan tambang bekas Kaltim Prima Coal (KPC) seluas 25-26 ribu hektare. PT KPC adalah anak usaha PT Bumi Resource (Tbk), yang menjadi bagian dari Bakrie Group.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf memastikan, NU bakal mematuhi peraturan dari pemerintah dalam pengelolaan tambang. Ia berjanji, PBNU akan mengelola tambang sebaik-baiknya, dan berjanji tidak akan merusak lingkungan.
"Masalah lingkungan sebagai dampak penambangan itu harus di-address. Nah, saya kira kelebihannya dengan NU ini, NU tidak punya kepentingan untuk mengakali aturan-aturan pemerintah tentang lingkungan itu. Sehingga insyaallah semua standar pengelolaan dampak lingkungan dari penambangan itu akan dipenuhi oleh NU nantinya sebagaimana yang dipersyaratkan oleh pemerintah,” ujar Gus Yahya dalam konferensi pers, Senin, (13/1/2025).
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf mengaku telah mengkaji secara komprehensif dan melibatkan para ahli dalam pengelolaannya kelak. Selain itu, PBNU telah membentuk badan usaha bernama PT Berkah Usaha Muamalah Nusantara (BUMN), untuk mengelola konsesi tambang yang diberikan pemerintah.
Muhammadiyah Mengelola Tambang Eks Adaro
Lain halnya dengan Muhammadiyah. Organisasi keagamaan ini mendapatkan jatah mengelola tambang bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) milik PT Adaro Energy Tbk.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut kepastian lahan tambang yang akan dikelola Muhammadiyah.
"Muhammadiyah sekarang sudah turun juga (izin usaha pertambangan/IUP). Sudah positif pakai yang eks Adaro. Eks Adaro sudah positif untuk Muhammadiyah," ujar Bahlil, Jumat, 10 Januari 2025, seperti dikutip KBR dari Kantor Berita ANTARA, Selasa, (14/01/2025).
Enam Wilayah Pertambangan
Pemerintah menyiapkan enam wilayah pertambangan batu bara bekas PKP2B untuk badan usaha ormas keagamaan. Enam Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) tersebut adalah eks Adaro Energy Tbk, PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, dan PT Multi Harapan Utama.
Dasar yang dipakai ialah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Pasal 83A peraturan tersebut disebutkan soal penawaran prioritas WIUPK eks PKP2B untuk badan usaha organisasi masyarakat keagamaan. Aturan ini keluar era Presiden Joko Widodo, dan menuai polemik.
IUPK Melanggar Undang-Undang
Dalam catatan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), pemberian wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) kepada ormas keagamaan adalah pembangkangan terhadap konstitusi dan undang-undang.
Dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara disebutkan, pemberian IUPK diprioritaskan kepada BUMN/BUMD, dan badan usaha swasta, dan harus melalui proses lelang.
Menurut Kepala Divisi Kampanye WALHI, Fanny Tri Jambore, di era Jokowi, izin pertambangan jadi alat transaksi kekuasaan dan obral sumber daya alam, terutama sektor batu bara.
"Hampir 5 juta hektare lahan telah diubah menjadi kawasan pertambangan batu bara, dengan setidaknya hampir 2 juta hektare berada di kawasan hutan," katanya lewat siaran pers yang diterima KBR, Agustus tahun lalu.
Menurut Fanny, tren perusakan lingkungan akibat tambang tidak akan menurun. Sebab, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen-ESDM) terus meningkatkan target produksi batu bara nasional. Yakni, dari 618 juta ton pada 2022, menjadi 625 juta ton pada 2023, dan tahun ini 628 juta ton.
Situasi itu membuat Indonesia menjadi negara penghasil emisi terbesar kesembilan dunia dengan 600 juta ton CO2 di sektor energi pada 2021.
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!