INTERNASIONAL

Paus Fransiskus Dorong Solusi Dua Negara untuk Akhiri Perang Israel-Palestina

Paus Fransiskus juga mendorong adanya status khusus pada Kota Jerusalem.

AUTHOR / Agus Lukman

Israel-Palestina
Pemimpin tertinggi umat Katolik dunia Paus Fransiskus. (Foto: ant/Reuters)

KBR, Jakarta - Pemimpin tertinggi umat Katolik dunia Paus Fransiskus mendorong solusi dua negara untuk mengakhiri perang Israel-Palestina.

Dorongan itu ia sampaikan dalam wawancara dengan stasiun televisi resmi Italia, RAI di program berita TG1, Rabu (1/11/2023), dan diberitakan Reuters.

Dalam wawancara itu, Paus Fransiskus juga mendorong adanya status khusus pada Kota Jerusalem.

Paus berharap kekerasan yang meningkat bisa dihindari. Dikutip dari Reuters, konflik Israel-Palestina terjadi ketika milisi Hamas menyerang Israel, menewaskan banyak orang dan menyandera 230-an warga.

"Mereka harus bisa hidup bersama. Dengan solusi yang bijak, dua negara. Sesuai Perjanjian Oslo, yaitu dua negara dan Jerusalem dengan menyandang status khusus," kata Paus Fransiskus.

Perjanjian Oslo yang dirujuk Paus Fransiskus adalah perjanjian antara Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dan pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina PLO Yasser Arafat di Washington DC, Amerika Serikat, pada 1993. Saat itu, Rabin dan Arafat berjabat tangan menandai tercapainya Kesepakatan Oslo.

Perundingan dilanjutkan pada 2000, ketika Presiden Amerika Bill Clinton bertemu Perdana Menteri Israel Ehud Barak dan pemimpin PLO Yasser Arafat di Camp David. Namun, pertemuan gagal mencapai kesepakatan final.

Israel menguasai Jerusalem di Arab Timur pada 1967, dan pada 1980, Israel mengumumkan wilayah itu sebagai kota abadi dan selamanya milik Israel.

Israel secara konsisten menolak usulan pemberian status khusus pada Jerusalem, yang merupakan kota suci bagi umat Kristen, Islam dan Yahudi.

"Perang di Kota Suci membuat saya takut. Bagaimana mereka mengakhiri semua ini?" kata Paus.

"Peningkatan eskalasi kekerasan hanya akan mengakhiri banyak hal dan banyak nyawa," kata Paus.

Paus Fransiskus mengatakan setiap hari ia berkomunikasi melalui telepon dengan para pastor dan biarawati yang mengelola paroki di Gaza. Paroki ini menjadi tempat pengungsian bagi lebih dari 500 orang, sebagian besar umat Kristen tapi ada juga umat Islam.

"Puji Tuhan, tentara Israel saat ini masih menghormati keberadaan paroki ini," kata Paus.

Baca juga:

- 34 Jurnalis Terbunuh, RSF Desak Pengadilan Internasional Usut Perang Israel-Hamas

- Presiden Jokowi Ajak OKI Selesaikan Akar Masalah Kekerasan di Gaza

Sebelumnya, saat memberikan pemberkatan mingguan di Alun-alun Santo Petrus, Vatikan, 29 Oktober lalu, Paus Fransiskus mendesak gencatan senjata pada pihak Israel-Palestina.

"Kami mengatakan 'gencatan senjata, gencatan senjata'. Saudara saudari, berhentilah. Perang selalu menjadi kekalahan, selalu," kata Paus Fransiskus.

Paus juga meminta ada jaminan keamanan bagi bantuan kemanusiaan, dan meminta Hamas membebaskan para sandera.

Akibat Serangan Israel, 47 Masjid dan 7 Gereja di Gaza Hancur

Sementara itu, gempuran tentara Israel terhadap wilayah Jalur Gaza sejak 7 Oktober lalu, tercatat menghancurkan 47 masjid dan merusak tujuh gereja.

Menurut Direktur Kantor Media Gaza, Salama Maarouf, serangan Israel itu juga menghancurkan 203 sekolah, dan 80 gedung pemerintah.

Hingga Sabtu (30/10/2023), menurut Salama, personel medis yang tewas mencapai 116 orang, anggota tim penyelamat dan kru pertahanan sipil yang tewas 18 orang, dan jurnalis yang tewas 35 orang.

Sementara itu, Ketua Komite Tinggi Urusan Gereja-Gereja di Palestina, Ramzi Khoury dikutip Kantor Berita Anadolu mengungkapkan, Israel juga telah membom sebuah gereja ortodoks Yunani di Gaza.

Melalui situs resminya, Khoury mengutuk serangan Israel terhadap gereja ortodoks Yunani "Saint Porphyrius" di Gaza. Saat penyerangan, ada sekitar 500 muslim dan kristen Palestina yang tengah berlindung di dalam gereja.

Editor: Fadli

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!