HEADLINE

Panitia Sidang Tribunal 1965 Serahkan Berkas Putusan ke Komnas HAM

Panitia International People's Tribunal (IPT) 1965 menyerahkan berkas keputusan sidang pada Komnas HAM, Senin (25/7/2016) siang ini.

AUTHOR / Rio Tuasikal

Panitia Sidang Tribunal 1965 Serahkan Berkas Putusan ke Komnas HAM
Logo International People's Tribunal 1965. Foto: website IPT



KBR, Jakarta - Panitia International People's Tribunal (IPT) 1965 menyerahkan berkas keputusan sidang pada Komnas HAM, Senin (25/7/2016) siang ini. Keputusan sidang itu menyatakan, Indonesia bersalah atas sembilan kejahatan kemanusiaan termasuk genosida yang terjadi 1965-1966. Karenanya, Negara Indonesia harus bertanggungjawab atas tragedi tersebut.

Ketua Panitia IPT 1965, Nursyahbani Katjasungkana berharap, berkas sidang rakyat yang digelar di Den Haag, Belanda, tersebut bisa digunakan Komnas HAM guna menekan Kejaksaan Agung memproses kasus yang telah setengah abad berlalu itu. Sebabnya, Kejaksaan Agung berulang kali mengembalikan berkas penyelidikan Komnas HAM yang rampung sejak 2012 silam itu.


"IPT 65 memperkuat dan memperluas cakupan Laporan Komnas HAM 2012," ujarnya kepada KBR sebelum mediasi dengan Komnas HAM.


"IPT memperkuat argumen bahwa laporan Komnas HAM layak dipertimbangkan oleh Kejaksaan Agung dan tidak diabaikan," tambahnya lagi.


Baca juga:


Sidang Rakyat IPT Beberkan 10 Kejahatan Kemanusiaan Peristiwa 1965

IPT: AS, Inggris, Australia Terlibat Kejahatan Kemanusiaan Genosida 1965


Nursyahbani menambahkan, meski tidak mengikat secara hukum, keputusan IPT 1965 juga bisa digunakan sebagai naskah akademik. Sehingga hasil penyelidikan Komnas HAM bisa memiliki dasar teoritik yang lebih kuat.


IPT 1965 diselenggarakan di Den Haag, Belanda, November tahun lalu, atas inisiatif WNI di negara itu. Majelis Hakim IPT 1965 menyatakan Indonesia bersalah dan harus bertanggungjawab atas sembilan kejahatan kemanusiaan juga genosida pada tahun 1965. Hasil sidang tersebut sesuai dengan hasil penyelidikan Komnas HAM.


Baca juga: Ini Rantai Komando Tragedi '65 dan Tahun-tahun Setelahnya


Sementara itu, dalam pertemuan tersebut, panitia IPT 65 bermediasi dengan Ketua Komnas HAM Imdaddun Rahman, dua anggota Komnas HAM Roichatul Aswidah dan Nurkholis, juga Ketua Komnas Perempuan Azriana. Mediasi juga dihadiri sejumlah penyintas 1965 dan aktivis HAM.


Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengaku masih kesulitan melengkapi berkas pelanggaran HAM berat masa lalu, terutama kasus kejahatan HAM tragedi 1965. Jaksa Agung Prasetyo mengatakan, kesulitan itu terkait pembuktian formil dan materiil dalam peristiwa pembantaian massal pasca Gerakan 30 September 1965.


"Saya kembalikan kepada mereka (Komnas HAM-red), bisa nggak mereka bantu mencari buktinya. Itu peristiwa 50 tahun yang lalu. Bayangkan, pelaku mungkin tak ada lagi," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jumat (22/7/2016).


Prasetyo mengatakan, Kejaksaan masih berkoordinasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengenai penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat 1965.


Berkas kasus tersebut masih belum bisa dinaikan statusnya menjadi penyidikan. "Itu pernah dilakukan evaluasi Pak Jampidsus dengan Komnas HAM. Tentunya di sini nantinya masih harus didiskusikan kembali," ujarnya.


Sementara itu, Pemerintah menegaskan tidak akan menanggapi keputusan International Peoples Tribunal 1965. Menteri Kordinator Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Panjaitan menyebut IPT bukan institusi resmi. "Jadi tidak perlu ditanggapi. Bagaimana dia mau bicara tentang Indonesia kalau dia tidak tahu Indonesia? Kita tidak perlu bereaksi macam-macam," ujar Luhut di DPR, Kamis (21/7/2017).


Menurut Luhut, hasil IPT 65 tidak akan menjadi pertimbangan penyelesaian tragedi 65. Penyelesaian akan bertolok pada hasil simposium dan draf rekomendasi tim perumus Simposium. Saat ini, tim yang ditunjuk Luhut masih menuntaskan hasil rekomendasi. Dia optimistis rekomendasi rampung paling lambat awal bulan depan.


"Kita bisa berharap mungkin. Yang ngerjain (simposium) ini kan ada kerjaan lainnya. Tidak hanya itu. Kita berharap dalam minggu-minggu ini atau awal bulan depan kita sudah dapat," ujarnya.




Editor: Quinawaty 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!