HEADLINE

Pandemi, Komunitas Banokeling Banyumas Batasi Peserta Ritual Adat

“Protokol kesehatan semuanya menggunakan masker sih. Tetap dibatasi, aturan pemerintah harus dipatuhi."

AUTHOR / Muhamad Ridlo Susanto

Pandemi, Komunitas Banokeling Banyumas Batasi Peserta Ritual Adat
Ilustrasi: Tradisi perarakan Banokeling. (Foto: KBR/Ridwan)

KBR, Banyumas–  Komunitas Adat Banokeling, membatasi peserta ritual punggahan yang berlangsung di Panembahan Banokeling Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis malam hingga Sabtu (8-10/4/2021). Selain itu, perwakilan anak putu kelompok luar desa yang mengikuti ritual ini wajib membawa surat keterangan rapid test atau keterangan sehat.

Juru Bicara Adat Komunitas Banokeling, Sumitro mengatakan, pandemi Covid-19 menyebabkan pihaknya membatasi peserta hanya anak putu desa setempat. Sedangkan anak putu dari luar daerah dilarang mengikuti ritual Punggahan. Mereka hanya diwakili oleh para tetua, baik kiai kunci maupun pawestri. Bahkan, tamu luar wilayah, termasuk wartawan juga dilarang meliput langsung demi mencegah penularan Covid-19.

Dia menjelaskan, peserta dari Cilacap yang biasanya mencapai ribuan orang kini hanya dibatasi hanya 60 orang. Mereka adalah perwakilan dari pasemuan (tempat ibadah-red) di Kalikudi, Daun Lumbung, Adiraja, Pekuncen Kroya, dan sejumlah wilayah lain. Adapun jumlah peserta keseluruhan berkisar 300-an orang, namun hanya terbatas anak putu dari dalam desa.

“Protokol kesehatan semuanya menggunakan masker sih. Tetap dibatasi, aturan pemerintah harus dipatuhi. Ya, dari Cilacap hanya 60 orang, dulu kan bebas. Ini kan ada kebijakan, protokol kesehatan, rapid test, makanya kan dari media (wartawan-red) masih kosong (dilarang meliput langsung-red). Kosong artinya, dari pihak Muspika, dari pemerintah kecamatan, untuk tidak meliput dulu. Kalau yang mengikuti hanya dari satu desa saja,” kata Sumitro.

Juru Bicara Komunitas Adat Banokeling, Sumitro menambahkan, ritual Punggahan berlangsung sejak Kamis, ketika anak putu dari luar daerah menjalani prosesi mlampah atau jalan kaki. Namun, kini ritual mlampah dihilangkan. Ritual hanya dilakukan di muji di Pasemuan Banokeling, bersih makam, ziarah, dan selanjutnya pada Sabtu peserta kembali ke tempat asalnya.


Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!