NASIONAL
Pakar Pendidikan: Sekolah Rakyat Berpotensi Ciptakan Kelompok Miskin Permanen
"Nanti akan kemiskinan hilang, pendidikan langsung akan berkualitas. Loh yang ini yang sudah ada puluhan tahun ini belum berkualitas,"

KBR, Jakarta- Sekolah Rakyat berpotensi membuat murid-murid menjadi kelompok miskin permanen. Sekolah Rakyat dinilai seolah-olah membuat obat yang akan mengobati sistem pendidikan yang sudah lama dan belum berjalan dengan baik, namun kenyataannya hanya akan membuat kesenjangan baru dalam masyarakat.
Hal itu disampaikan Executive Chair Indonesia National Commission for UNESCO, Itje Chodidjah dalam Diskusi Ruang Publik KBR - Mencermati Arah Sekolah Rakyat, padaUnseco Rabu, 12 Februari 2025.
"Saya sebagai praktisi pendidikan 40 tahun lebih ke mana-mana, ke berbagai wilayah, daerah 3T dan sebagainya. Dan membuat mereka berkumpul di dalam satu komunitas sendiri seolah-olah melegitimasi bahwa anda adalah kelompok marjinal yang patut saya treatment tersendiri," ujarnya.
Dibandingkan membangun yang baru, menurut Itje sebaiknya pemerintah melakukan pembenahan dengan meningkatkan kualitas sekolah-sekolah di Indonesia yang masih belum memenuhi standar akreditasi.
"Dan seolah-olah ini adalah obat manjur, obat sakit panas buat semua penyakit. Nanti akan kemiskinan hilang, pendidikan langsung akan berkualitas. Loh yang ini yang sudah ada puluhan tahun ini belum berkualitas," kata Itje.
Baca juga:
- Upaya Pemerintah Memutus Rantai Kemiskinan Melalui Sekolah Rakyat
- JPPI Tolak Rencana Pemerintah Bangun Sekolah Garuda dan Sekolah Rakyat
Itje mengatakan tantangan terbesar Sekolah Rakyat adalah ketersediaan dan kualitas guru. Itje juga mengatakan dalam waktu tiga bulan, apabila melihat kenyataan yang sekarang, akan sangat menantang bagi tenaga pengajar.
"Guru-guru yang mengajar di daerah, enggak usah daerah 3T deh, di daerah-daerah pinggiran, di Jakarta, di Surabaya. Guru banyak sekali yang merasa kewalahan dalam tanda kutip. Karena apa? Karena selain menggarap akademik, sisi lain daripada kecakapan guru ini belum tergarap. Yaitu sisi sosio-emosional ini," ungkapnya.
Itje mengatakan anak-anak jalanan di tempat penampungan Departemen Sosial di beberapa wilayah tidak senang ketika berada di sana. Sehingga, sebagai "Ibu Asrama" pemerintah harus menyiapkan hidup anak. Bukan hanya menampung dan seolah-olah memberi mereka bantuan.
"Membangun manusia tidak instan. Membangun manusia tidak cukup dengan mengatakan bahwa membangun yang baru mungkin lebih baik daripada membenahi yang lama. Kalau itu barang, barangkali rumah, jembatan, mungkin saya sepakat. Tapi kalau memproses manusia, ini butuh waktu. Butuh waktu dan butuh pencermatan," pungkasnya.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!