NASIONAL
Pakar Kesehatan Soroti Pentingnya Keberlanjutan dalam Program Tes Kesehatan Gratis
"Bagaimana metode yang dipilih pemeriksaannya dan lain sebagainya. Dan juga mekanisme tindak lanjut kalau ditemukan kasus-kasus dengan masalah kesehatan yang memerlukan rujukan lebih lanjut."

KBR, Jakarta- Pemerintah Indonesia akan menggelar program pemeriksaan kesehatan gratis pada 10 Februari mendatang. Program itu bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan. Namun, kalangan ahli kesehatan menyoroti beberapa aspek penting terkait pelaksanaan program ini.
Pakar Kesehatan dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menilai program tes kesehatan gratis ini harus disiapkan secara optimal dan tidak hanya sekadar seremonial.
Dicky Budiman mengungkapkan, meskipun program ini merupakan langkah yang positif, keberlanjutan dan konsistensi dalam pelaksanaannya harus diperhatikan dengan serius. Ia mengingatkan masalah klasik di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, adalah ketidakberlanjutan program kesehatan.
"Pemerintah harus memastikan bahwa program ini tidak hanya dilaksanakan sebagai seremonial semata. Hal yang klasik di negara-negara berkembang atau menuju maju seperti Indonesia yang mengarah seperti itu adalah masalah kalau bicara program kesehatan dikontinuitas atau berkelanjutan. Bahkan konsistensi komitmen, konsistensi politis, konsistensi penganggaran itu jadi isu," ucap Dicky kepada KBR, Jumat, (7/2/2025).
Populasi Rentan
Dicky Budiman menekankan pentingnya cakupan dan aksesibilitas dalam pelaksanaan program pemeriksaan kesehatan ini. Ia mengungkapkan, program tersebut harus mampu menjangkau kelompok masyarakat yang rentan, seperti lansia, pekerja informal, dan mereka yang memiliki akses terbatas terhadap layanan kesehatan. Menurutnya, program ini juga perlu dilaksanakan dengan strategi jemput bola atau penjangkauan komunitas, melalui kolaborasi dengan kader kesehatan, NGO lokal, dan posyandu.
"Kalau di program kesehatan masyarakat ada yang disebut dengan community outreach misalnya atau penjangkauan. Ini bisa melalui kolaborasi dengan kader, NGO lokal, posyandu, melibatkan posyandu dengan juga ada puskesmas sebagai koordinatornya, atau mobile clinic gitu. Ini penting. Kedua adalah edukasi atau literasi pada publik dengan strategi komunikasi risiko, sehingga terbangun kesadaran. Jadi inti dari strategi komunikasi risiko dalam program-program pemerintah," ujar Dicky.
Baca juga:
- Anggaran Pemeriksaan Kesehatan Gratis Ikut Dipangkas
- Jabar Bersiap Laksanakan Pemeriksaan Kesehatan Gratis
Dicky juga mengingatkan, tes kesehatan gratis yang diselenggarakan pemerintah harus memiliki standar pelayanan yang jelas. Pemeriksaan bukan hanya sekadar formalitas, tetapi harus dilakukan dengan metode yang baik dan sesuai standar. Selain itu, mekanisme tindak lanjut bagi masyarakat yang ditemukan memiliki masalah kesehatan juga perlu diperhatikan.
"Jadi pemeriksaan gratis ini harus punya standar pelayanan yang baik. Jadi bukan sekedar formalitas periksa-periksa. Jadi harus ada standarnya. Apa yang diperiksa, bagaimana metode yang dipilih pemeriksaannya dan lain sebagainya. Dan juga mekanisme tindak lanjut kalau ditemukan kasus-kasus dengan masalah kesehatan yang memerlukan rujukan lebih lanjut. Di sini ada mekanisme rujukannya, mekanisme pembiayaannya yang jelas," imbuhnya.
Keberlanjutan Program
Pakar kesehatan Dicky Budiman juga menekankan pentingnya ketersediaan sumber daya manusia (tenaga kesehatan), fasilitas, dan alat pemeriksaan yang memadai agar program ini berjalan lancar. Kata dia, keterbatasan tenaga kesehatan dan alat pemeriksaan bisa menyebabkan terjadinya bottleneck yang akan mengganggu kelancaran pelaksanaan program dan menurunkan kualitas pelayanan.
"Perlu ada perencanaan supaya program ini tidak hanya langsung satu kali. Tapi jadi bagian yang rutin. Atau menjadi kebijakan kesehatan yang berkelanjutan," pungkasnya.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!