NASIONAL

P2G: Program Guru Penggerak Kemendikbud Bermasalah

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyoroti soal program guru penggerak yang bermasalah hingga akhirnya digugat ke Mahkamah Agung dan menang.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

P2G: Program Guru Penggerak Kemendikbud Bermasalah
Aktivitas siswa sebelum pembelajaran di SD Negeri 1 Ternate, Kota Ternate, Maluku Utara, Selasa (16/4/2024). (Foto: ANTARA/Andri Saputra)

KBR, Jakarta – Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri mengatakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di bawah pimpinan Nadiem Makarim tak perlu khawatir program Merdeka Belajar tidak diteruskan oleh pemerintahan selanjutnya.

Iman mengatakan jika memang berdampak positif tentu akan berlanjut, namun bila ada yang hasilnya tidak sesuai maka perlu ada perubahan.

Meski begitu, Iman menyoroti soal program guru penggerak yang memiliki permasalahan hingga akhirnya digugat ke Mahkamah Agung.

Gugatan dilayangkan oleh beberapa guru dan dikabulkan melalui putusan Mahkamah Agung RI Nomor 35/P/HUM/2023 mengenai Uji Materil terhadap Permendikbudristek Nomor 26 Tahun 2022 tentang Pendidikan Guru Penggerak. Putusan itu dibaca pada 28 November 2023.

Inti dari putusan itu meminta Mendikbudristek mencabut ketentuan syarat calon peserta pendidikan guru penggerak sekurang-kurangnya memiliki masa sisa mengajar selama 10 tahun. Artinya, aturan itu membatasi usia maksimal guru yang boleh ikut program guru penggerak adalah 50 tahun.

Hal ini dinilai diskriminatif karena ada guru yang berusia lebih dari 50 tahun mau berpartisipasi dalam program guru penggerak.

“Secara konsep guru penggerak ini disebut diskriminasi karena apa? Karena melalui proses seleksi. Tidak semua guru bisa jadi guru penggerak, padahal yang namanya pelatihan guru adalah hak semua guru, jadi tidak bisa dipilah, diseleksi seperti itu. Itu kan anggaran negara, kok bisa ada pelatihan yang diskiminatif seperti itu. Jadi program guru penggerak itu bermasalah sekali,” ucap Iman kepada KBR, Kamis (2/5/2024).

Baca juga:

Iman juga menyoroti penerapan Kurikulum Merdeka yang dicoba mulai 2021 hingga 2024 tanpa naskah akademik.

"Dan kami juga melihat secara inheren di dalam Kurikulum Merdeka itu ada capaian pembelajaran berubah-berubah terus, kurang lebih selama lima kali dalam empat tahun. Hal semacam ini menunjukkan kebijakan kurikulum kita ini cenderung terburu-buru dan memaksakan,” jelasnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, perlu adanya revisi dan disempurnakan sesuai dengan kondisi dil lapangan dan juga diihat lagi agar tidak menimbulkan masalah.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!