NASIONAL

Obral HGU di IKN Lebih Buruk dari Masa Penjajahan Belanda

"Usaha landreform ini bertujuan memulihkan sistem agraria Indonesia yang mengalami krisis akibat dirampas dan dieksploitasi oleh pemerintahan kolonial."

AUTHOR / Astri Septiani, Sindu

EDITOR / Sindu

Obral HGU di IKN Lebih Buruk dari Masa Penjajahan Belanda
Pembangunan di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan IKN, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim, Senin (12/02/24). (Antara/Rivan Awal)

KBR, Jakarta- Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebut obral Hak Guna Usaha (HGU) di Ibu Kota Nusantara (IKN) lebih buruk dari masa penjajahan belanda.

Pernyataan ini disampaikan Sekjen KPA, Dewi Kartika merespons pemberian hak istimewa kepada investor di IKN melalui konsesi HGU selama 190 tahun, dan HGB 160 tahun.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), yang ditanda-tangani Jokowi, Kamis, 11 Juli 2024

"Ketiga, Kebijakan ini lebih buruk dari hukum agraria kolonial. Pemerintahan saat ini seperti ahistoris akan sejarah kelam bangsa ini di bidang agraria pada masa kolonial. Saat itu, Pemerintah Kolonial Belanda melalui Agrarische Wet 1870 yang memberikan konsesi atas tanah paling lama 75 tahun. Penerapan UU ini mengakibatkan terjadinya perampasan tanah dan kemiskinan yang akut masyarakat yang berada di sekitar konsesi," terang Dewi dalam rilisnya, yang diterima KBR, Rabu, 17 Juli 2024.

Menurut Dewi, apa yang dilakukan presiden beserta jajarannya di IKN, sebagai bentuk pembangkangan konstitusi dan demokrasi. Itu karena, dilakukan diam-diam, serta menerabas sejumlah aturan yang ada di atasnya.

"Di zaman kemerdekaan, Agrarische Wet dicabut melalui UUPA 1960. Saat itulah mulai didorong usaha-usaha pembaruan paradigmatik politik dan hukum agraria secara fundamental. Usaha landreform ini bertujuan memulihkan sistem agraria Indonesia yang mengalami krisis akibat dirampas dan dieksploitasi oleh pemerintahan kolonial," imbuh Dewi.

"Sungguh ironis, justru di alam kemerdekaan dan di masa Reformasi ini, UUPA kembali dikhianati dengan membuat aturan yang lebih buruk dan lebih jahat dibandingkan kebijakan produk kolonial di masa lalu," tegasnya.

Deforestasi

Dalam rilisnya menyikapi HGU dan HGB di IKN, KPA mengeluarkan 11 poin catatan. Catatan soal HGU IKN lebih buruk dibanding masa penjajahan Belanda, masuk poin ketiga.

Sepuluh poin lain, di antaranya menyoroti mekanisme pengadaan tanah di IKN yang berpotensi besar meningkatkan deforestasi. Di IKN, proses pelepasan tahan dilakukan dengan dua mekanisme, yakni secara langsung dan pelepasan kawasan hutan.

Klaim Presiden soal HGU di IKN

Kemarin, Presiden Indonesia Joko Widodo mengeklaim pemberian HGU hingga 190 tahun di lahan IKN sudah sesuai Undang-Undang IKN. Alasannya kata Jokowi, untuk menarik investasi.

"Ya, itu sesuai dengan Undang-Undang IKN yang ada. Kita ingin memang OIKN, otoritas IKN itu betul-betul diberikan kewenangan untuk menarik investasi yang sebesar-besarnya, baik investasi dalam negeri maupun investasi luar negeri," kata Jokowi di Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma, Selasa (16/07/24).

Jokowi menyatakan, pemerintah berharap biaya pembangunan IKN bisa didapatkan dari investor dalam maupun luar negeri. Sebab, yang saat ini tengah dibangun pemerintah menggunakan APBN, hanya kawasan inti atau kawasan pemerintahan saja.

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Agus Harimurti Yudhoyono juga menyebut alasan yang sama soal HGU lahan di IKN, yakni untuk memberi kepastian hukum bagi investor.

Aturan itu tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara. Agus menyebut pentingnya memberi kepastian hukum kepada para investor agar yakin berinvestasi di IKN.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!