NASIONAL

Nestapa Pengemudi Ojol dan Kurir

Pengemudi tidak memiliki posisi tawar apapun padahal alat produksinya milik pengemudi

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Muthia Kusuma

ojol
Ilustrasi: Ribuan pengemudi transportasi online berdemo menuntut kenaikan tarif dan kepastian hukum. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menilai demonstrasi besar-besaran oleh gabungan aliansi ojek online merupakan bentuk perlawan terhadap praktik perbudakan perusahaan. 

Ketua PBHI, Julius Ibrani menilai, salah satu hal yang merugikan pengemudi ojol dan kurir yaitu status mereka yang sebatas mitra kerja, bukan pegawai tetap.

"Kalau relasi bisnis basisnya adalah kemitraan, maka berlaku kesetaraan dan kebebasan dalam berkontrak. Ini yang terjadi tidak demikian itu timpang bukan 60-40, tapi timpangnya 100 ke nol. Siapa yang menentukan rules? terkait dengan apa prasyarat administrasi dan segala macamnya," ujar Julius kepada KBR, Jumat (30/8/2024). 

"Siapa yang menentukan proses mekanismenya, lalu menentukan nilainya berapa persen terhadap pengemudi, berapa persen buat aplikasi, berapa persen potongan administrasi dan segala macam," sambungnya.

Baca juga:

Ketua PBHI, Julius Ibrani menegaskan, saat ini terjadi kekosongan hukum terkait jaminan pemenuhan hak dan perlindungan keselamatan pengemudi ojol dan kurir. Akibatnya, kedudukan hukum pengemudi ojol dan kurir sangat lemah. Itu sebab pemerintah dinilai tidak adil karena kerap merugikan para pengemudi ojol dan kurir. 

"Pengemudi tidak memiliki posisi tawar apapun padahal alat produksinya milik pengemudi, proses operasionalisasi aplikasinya juga milik si pengemudi, termasuk dengan kuota internet yang digunakan tetapi perbudakan berbasis teknologi digital. Sementara mereka mau mengidentifikasi ini pekerjaan atau bukan mereka sungkan," imbuhnya. 

Lebih jauh Julius menduga para pengemudi dan kurir hanya menjadi "topeng" untuk menutupi investasi janggal triliunan rupiah dari perusahaan.

"Rente dibalik investasi triliunan. Makanya posisi-posisi itu ada di menteri, anak presiden, menantu dan segala macamnya. Ini yang membuat pemerintah akhirnya buta dan dia nggak bisa mengambil kebijakan yang tegas. Mencari solusi yang tepat maka standar itu harusnya ada di tangan pemerintah," kata Julius.

Evaluasi

PBHI mendesak pemerintah megevaluasi secara menyeluruh semua perusahaan aplikasi transportasi online. Dia mendorong pemerintah menyediakan payung hukum terkait kesejahteraan pengemudi ojol dan kurir. 

"Pemerintah daerah menerbitkan peraturan daerah yang mengatur tentang pemberian jaminan sosial bagi pengemudi ojek online dan keluarganya yang meliputi jaminan kesehatan dan pendidikan," kata Julius.

Julius mendorong pemerintah mulai mengatur skema usaha perusahaan penyedia jasa layanan ojek online dan kurir. 

"Harus ada regulasi jenis usahanya apa, jenis transaksinya apa, jenis aliran dananya apa. Berdampak kepada pajak, berdampak pada administrasi berdampak, pada pengumpulan dana masyarakat, berdampak pada platform transaksi. Apakah Bank Indonesia OJK dan segala macam memonitor atau tidak. PPATK memonitor apa tidak. Dari situ kita bisa jelas ini buruh pekerja atau tidak, sehingga harus mengikuti skema apa," ucap Julius. 

PBHI juga mendorong regulasi berisi pembagian kewenangan yang jelas antar-kementerian dan lembaga untuk memenuhi tuntutan para pengemudi ojol dan kurir. 

"Yang kedua jaminan tentang kelayakan ini lintas Kementerian. Kalau ada uang investasi usaha transportasi kemenhub-nya kemana? Kalau ada transportasi berbasis digitalisasi, kemenkominfonya ke mana? apa cuman jual data doang. Kalau ada aliran dana berbasis transaksi maka Bank Indonesia OJK dan juga PPATK ke mana? Dan ujung-ujungnya investasi-investasi nggak tahu itu dari siapa uangnya," jelasnya. 

Baca juga:

Sebelumnya, ribuan pengemudi ojek online atau ojol hingga kurir terus memprotes sikap perusahaan aplikator platform digital maupun pemerintah yang kurang melindungi hak mereka sebagai pekerja. Protes dilakukan dengan demonstrasi dan mogok kerja.

Mereka mempersoalkan tarif layanan antar barang dan makanan yang belum diatur pemerintah. Akibat kekosongan hukum itu, perang harga antar aplikator merugikan pengemudi ojol dan kurir. Padahal, pengemudi ojol dan kurir masih dibebani upah rendah, tanpa hak-hak sebagai pekerja.

Unjuk rasa dilakukan di berbagai daerah. Khusus di Jakarta, massa berdemonstrasi di depan Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!