indeks
Munir, 10 Tahun Ini

Perjalanan sejarah Munir dicatat juga di Omah Munir, Malang.

Penulis: haryani dannisa

Editor:

Google News
Munir, 10 Tahun Ini
munir, ham

KBR, Jakarta – Begitu dipastikan tewas, jenazah aktivis HAM Munir segera diterbangkan dari Amsterdam ke Malang, kota kelahiran Munir.

 

Berikut perjalanan kasus Munir dari hari ke hari dalam 10 tahun belakangan:

 

11 September 2004: Jenazah Munir Tiba di Malang.

 

12 September 2004: Jenazah Munir Dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Kota Batu.

 

11 November 2004: Hasil Otopsi Munir dari otoritas Belanda diterima oleh Pemerintah Indonesia.

 

12 November 2004: Kabareskrim Mabes Polri membenarkan racun arsenik yang ditemukan di tubuh Munir.

 

17 November 2004: Tim Forensik Polri bersama Usman Hamid (Kontras) berangkat ke Belanda.

 

23 November 2004: Tim Indonesia mengambil hasil otopsi asli Munir dari tim otoritas Belanda.

 

23 November 2004: Teror berupa paket berisikan ayam dan kotoran busuk sampai ke kantor Imparsial.

 

29 November 2004: Konferensi pers Imparsial menyatakan Kementerian Luar Negeri telah memiliki hasil otopsi dari Oktober, tapi tidak ada upaya untuk memberitahu keluarga Munir.

 

6 Desember 2004: Pollycarpus diperiksa.

 

14 Maret 2005: Penyidik dari Bareskrim Polri memeriksa Pollycarpus selama 13 jam lebih dengan lie detector.

 

18 Maret 2005: Pollycarpus resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rumah tahanan Mabes Polri.

 

13 Mei 2005: Ketua TPF, Marsudhi Hanafi berencana akan memeriksa Muchdi PR, bekas Deputi V BIN Bidang Penggalangan dan Propaganda-dalam waktu dekat.

 

16 Mei 2005: Muchdi PR datang ke Mabes Polri untuk memberikan keterangan kepada penyidik Polri terkait kasus Munir. Polri tidak merinci hasil pemeriksaannya kepada wartawan.

 

17 Mei 2005: TPF bertemu kembali dengan Presiden SBY didampingi Jaksa Agung Abdurrahman Saleh, Kapolri Da'I Bachtiar, dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi. Kali ini TPF melaporkan adanya kontak berkali-kali antara Pollycarpus dengan pejabat BIN, yaitu Muchdi PR antara September-Oktober 2004. Nurhadi kembali diperiksa oleh TPF.

 

3 Juni 2005: TPF gagal memeriksa Muchdi. Lima hari kemudian, Muchdi tak juga memenuhi panggilan.

 

9 Agustus 2005: Sidang kasus Munir dengan terdakwa Pollycarpus mulai digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pollycarpus didakwa melakukan pembunuhan berencana dan diancam hukuman mati.

 

17 November 2005: Muchdi P.R. (mantan Deputi V BIN) bersaksi di persidangan. Dia menyangkal punya hubungan dengan Pollycarpus.

 

18 November 2005: Pollycarpus diperiksa dalam sidang. Pollycarpus mengatakan tidak pernah mengontak Munir sebelum penerbangan dan mengaku hanya berbasa-basi memberikan kursinya di kelas bisnis kepada Munir.

 

1 Desember 2005: Jaksa menuntut hukuman penjara seumur hidup untuk Pollycarpus.

 

20 Desember 2005: Majelis Hakim membacakan putusan. Pollycarpus terbukti turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan pemalsuan dokumen. Pollycarpus dijatuhkan hukuman penjara 14 tahun. Pollycarpus mengajukan banding.

 

16 Februari 2006: Muchdi menemui Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agung Laksono, meminta perlindungan hukum.

 

21 Februari 2006: Muchdi mempertanyakan amar putusan hakim pengadilan negeri yang mengaitkan dirinya dengan Pollycarpus.

 

27 Maret 2006: Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan vonis 14 tahun penjara bagi Pollycarpus dalam berkas 16/Pid/2006/PT DKI. Putusan ini sama dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

 

3 Oktober 2006: Mahkamah Agung dalam putusan kasasinya menyatakan Pollycarpus tidak terbukti terlibat pembunuhan berencana terhadap Munir. Pollycarpus hanya terbukti bersalah menggunakan dokumen palsu dan divonis dua tahun penjara.

 

25 Desember 2006: Pollycarpus bebas dari masa tahanan setelah mendapat remisi.

 

27 Juli 2007: Kejaksaan Agung mendaftarkan permohonan peninjauan kembali (PK) kasus Munir ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

 

23 Agustus 2007: Hasil sadapan percakapan telepon antara Pollycarpus dan Indra Setiawan diputar di persidangan peninjauan kembali kasus ini. Di situ, Pollycarpus menyebut "Avi dan Asmini", yang ternyata kata sandi untuk menyebut Muchdi dan M. As'ad, Wakil Kepala Badan Intelijen Negara.

 

25 Januari 2008: Mahkamah Agung memutuskan permohonan PK Kejaksaan Agung. Polly dihukum 20 tahun. Polly mengajukan PK atas putusan PK.

 

19 Juni 2008: Muchdi ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Munir pada pukul 23.00. Dia diduga kuat terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap aktivis HAM Munir.

 

11 Agustus 2008: Muchdi diserahkan ke Kejaksaan Agung.

 

25 Desember 2008: Pada hari Natal mendapat remisi 1 bulan.

 

31 Desember 2008: Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menvonis Muchdi PR bebas murni dari segala dakwaan.

 

17 Agustus 2010: Polly mendapat remisi remisi hari kemerdekaan 7 bulan

 

Maret 2011: Pemerintah daerah Kota Den Haag, Belanda, berjanji menamai sebuah jalan di kota itu dengan nama "Munirstraat" atau "Jalan Munir" sebagai bentuk penghormatan terhadap aktivis HAM itu.

 

30 Mei 2011: Pollycarpus mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

 

7 Juni 2011: Sidang PK Pollycarpus digelar.

 

17 Agustus 2011: Polly mendapat remisi 9 bulan 5 hari.

 

10 September 2011: Kejaksaan Agung menyatakan akan mengusut kasus dugaan keterkaitan Badan Intelejensi Negara (BIN) dalam pembunuhan Munir dari dokumen rahasia yang dikeluarkan oleh Wikileaks.

 

25 Desember 2011: Mendapatkan remisi Natal 1,5 bulan.

 

2 Mei 2012: Raymond Latuihamalo atau Ongen, satu-satunya saksi yang dianggap mengetahui kebenaran kasus Munir, meninggal dunia. Kematiannya dianggap janggal. Namun, istri Ongen menolak lapor polisi atau mengautopsi jenazah Ongen.

 

7 September 2012: Jalan Munir Diresmikan di Cianjur. Pengguna Twitter memasang avatar Munir sebagai bentuk kampanye.

 

8 September 2012: Kejaksaan Agung Mengaku Belum Ada Novum (Saksi Baru) Atas Kasus Munir. Meskipun Suciwati sudah mengajukan dua novum, mengenai alibi Muchdi dan percakapan Muchdi dan Polly menjelang kematian Munir, Kejaksaan Agung mengatakan keduanya belum layak dijadikan novum.

 

Desember 2013: "Omah Munir", Pusat Pendidikan dan Kampanye HAM, dibuka di Malang, kota kelahiran Munir.

 

Sumber: Kontras


munir
ham

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...