NASIONAL

MKMK Tangani Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim

Hakim MK dilaporkan langgar etik hingga laporan khusus kepada ketua MK Anwar Usman untuk mengundurkan diri.

AUTHOR / Heru Haetami

MKMK Tangani Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim
Ketua MK Anwar Usman saat memimpin sidang permohonan uji materiil usia capres dan cawapres di Jakarta, Senin, (16/10/23). (Antara/Akbar Nugroho)

KBR, Jakarta- Sebagian besar masyarakat menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat usia capres-cawapres tidak adil. Data itu terungkap dari hasil riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang digelar 16-18 Oktober 2023.

Peneliti LSI Djayadi Hanan menyebut, 57,6 persen responden yang mengetahui Ketua MK Anwar Usman adalah paman dari Gibran Rakabuming Raka, menilai putusan itu tidak adil.

"Tapi, kita bisa lihat di situ, di kalangan masyarakat yang tahu bahwa Ketua MK (Anwar Usman, red) adalah adik ipar presiden, hampir 60 persen menyatakan keputusan itu adalah keputusan yang sangat tidak adil," ujar Djayadi dalam paparan survei bertajuk "Sikap Publik terhadap Putusan MK dan Dampaknya terhadap Dukung Politik dalam Pemilu 2024", Minggu, (22/10/2023).

"Jadi, dengan kata lain, kalau misalnya yang tahu ketua MK adalah adik ipar presiden itu semakin banyak, maka penilaian bahwa keputusan MK itu sangat tidak adil karena menguntungkan kepentingan keluarga presiden itu akan lebih banyak lagi. Atau paling tidak jumlahnya mayoritas," sambungnya.

Menurut Djayadi, keputusan MK cukup berisiko bagi Presiden Jokowi. Secara umum baik yang tahu maupun tidak tahu ketua MK merupakan adik ipar Presiden, sebanyak 40,1 persen menyatakan keputusan MK tidak adil.

Meski begitu, sebanyak 49 persen responden tidak percaya Jokowi turut campur dalam putusan MK tersebut.

Survei melibatkan 1.229 responden yang telah memiliki hak pilih. Penentuan sampel dilakukan dengan metode Random Digit Dialing (RDD). Batas toleransi kesalahan sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

5 Hakim MK Dilaporkan

Ketidakpuasan itu juga mendorong Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) melaporkan lima dari sembilan hakim MK atas dugaan pelanggaran etik.

Ketua PBHI Julius Ibrani menilai, ada berbagai kejanggalan dalam pemeriksaan dan pengambilan putusan yang melanggar etik konstitusi dan cacat formil.

“Ini seperti, hakim konstitusi menempatkan diri seperti si pemohon sendiri dengan melakukan penambahan (permohonan), lalu mengadili dan memutuskan diri sendiri, jadi ini sudah jelas pelanggaran etik,” ujar Julius kepada KBR, Kamis, (19/10/2023).

Julius menjelaskan, tujuan PBHI melaporkan lima hakim MK ialah untuk membersihkan lembaga yudikatif tersebut dari intervensi politik, dan kebobrokan MK akibat hakim konstitusi yang melanggar kode etik. Menurutnya, jika hakim konstitusi berperilaku buruk, maka akan berimbas pada konstitusi Indonesia yang buruk juga.

“Kami menyoroti soal administrasi yang jelas dibahas di dalam itu, pada intinya terkait dengan adanya momen di mana perkara sempat dicabut, lalu kembali diperiksa tanpa ada pembahasan, tanpa ada penetapan,” kata Julius.

Laporan dari Berbagai Pihak

Selain PHBI, ada juga pelapor Denny Indrayana, Pergerakan Advokat Nusantara, dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), serta Komunitas Advokat Lingkar Nusantara (Lisan) dan Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (ARUN). Total ada tujuh aduan diterima oleh MK.

Antara lain, dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, permintaan pengunduran diri kepada hakim MK, permintaan untuk segera dibentuknya MKMK, hingga laporan khusus kepada ketua MK Anwar Usman untuk mengundurkan diri.

Ada enam hakim MK dilaporkan melanggar etik antara lain Anwar Usman, Manahan M. P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Foekh, Guntur Hamzah, dan Saldi Isra.

MKMK

Menindaklanjuti laporan pelanggaran etik tersebut, MK kemudian menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

MK menetapkan eks Hakim MK Jimly Asshiddiqie, bekas anggota majelis etik MK Bintan Saragih, dan Hakim MK Wahiduddin Adams, sebagai anggota MKMK. Juru bicara bidang Perkara MK Enny Nurbaningsih meyakini kredibilitas ketiganya tepat untuk mengisi komposisi MKMK.

"MKMK dalam waktu dekat ini segera akan kemudian dibentuk, ya, untuk segera bekerja. Untuk kemudian melakukan proses sebagaimana hukum acara yang berlaku di dalam MKMK untuk menangani paling tidak tujuh yang sudah masuk di sini,” kata Enny dalam konferensi pers soal pembentukan MKMK, Senin, (23/10/2023).

Enny menambahkan, pembentukan MKMK sesuai perintah Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi.

"Pembentukan MKMK sebagai bagian dari kelembagaan yang memang dimintakan oleh undang-undang, untuk kemudian memeriksa termasuk kemudian di dalamnya mengadili kalau memang terjadi persoalan yang terkait dengan laporan dugaan pelanggaran, termasuk juga kalau ada temuan di situ," ujar Enny.

Sementara itu, Ketua Hakim MK Anwar Usman mengeklaim, tidak ada konflik kepentingan dalam putusan gugatan terkait usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden.

Komposisi MKMK

Menurut analisis pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Charles Simabura, komposisi MKMK dari eksternal sangat krusial terhadap hakim yang diadukan atas dugaan pelanggaran etik.

Kata dia, hal itu untuk menghindari konflik kepentingan dari para hakim MK yang diadukan.

“Kita berharap dua hakim eksternal itu menjadi balancing terhadap anggota MKMK dari internal Mahkamah Konstitusi,” kata Charles kepada KBR, Senin, (23/10/23).

Putusan MK

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan syarat pendaftaran capres-cawapres, berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten-kota. 

Putusan MK itu merespons permohonan uji materiil Undang-Undang Pemilu yang mengatur batas usia minimal capres dan cawapres.

"Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi: Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah, sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," ucap Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan, Senin, (16/10/2023).

Ketua MK Anwar Usman menambahkan, ada perbedaan norma pasal yang digugat pemohon yakni seorang mahasiswa Universitas Surakarta (Unsa) Almas Tsaqib Birru, dibandingkan pemohon lain seperti Partai Solidaritas Indonesia PSI, maupun Partai Garuda.

Almas mengajukan gugatan dengan fokus pada revisi syarat usia capres-cawapres. Almas ingin pemimpin-pemimpin muda bisa lebih maju. Almas mengambil inspirasi dari sosok yang dikagumi, yaitu Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!