BERITA

Menteri Desa Ragu WTP Bisa Dibeli dengan Rp240 Juta

Menteri Desa Eko Putro Sandjojo juga menyatakan akan mendukung proses hukum di KPK. Ia memastikan bakal memenuhi panggilan untuk diperiksa KPK apabila diminta.

AUTHOR / Ninik Yuniati

Menteri Desa Ragu WTP Bisa Dibeli dengan Rp240 Juta
Menteri Desa Eko Putro Sandjojo di kantor Kementerian Desa, Jakarta, Sabtu (27/5/2017). (Foto: ANTARA/Galih Pradipta)


KBR, Jakarta - Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo menyatakan siap diaudit ulang oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Penegasan itu disampaikan setelah akhir pekan lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dua orang pegawai BPK serta dua orang pejabat Kementerian Desa. Penangkapan itu diduga terkait suap untuk pegawai BPK guna mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam laporan keuangan di Kementerian Desa. KPK menyita Rp40 juta dari total uang yang dijanjikan sebesar Rp240 juta.


Meski begitu, Menteri Eko ragu bila opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan BPK terhadap Kementerian Desa dapat diperoleh atau dibeli hanya dengan Rp240 juta.


"WTP itu prosesnya panjang. Dilakukan oleh banyak orang dan dilakukan tim melalui prosedur-prosedur ketat. Jadi saya tidak melihat kemungkinan itu. Tapi ya lagi-lagi, karena itu sudah menjadi polemik, saya serahkan semua kepada BPK saja. Saya welcome, mau diaudit lagi atau mau pakai yang ada," kata Eko di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (30/5/2017).


Menteri Desa Eko Putro Sandjojo juga menyatakan akan mendukung proses hukum di KPK. Ia memastikan bakal memenuhi panggilan untuk diperiksa KPK apabila diminta.


"Kita harus dukung proses hukum yang berlaku di KPK. Termasuk saya pun kalau diminta keterangan atau mau disidik atau apa, saya welcome," tegasnya.


Eko mengatakan belum bertemu dengan anak buahnya yang menjabat Inspektur Jenderal Kementerian Desa, Sugito. Sugito turut ditangkap KPK dan sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan suap tersebut. Eko Putro Sandjojo memilih tidak menemui bawahannya itu untuk menghindari anggapan intervensi.


"Saya dapat saran dari tim hukum saya, jangan sampai nanti pertemuan itu dianggap mengintervensi. Jadi saya mesti jaga sensitivitas," tuturnya.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!