NASIONAL

Lagi, Kontroversi Sekolah Rakyat

Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengeklaim angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem mengalami penurunan.

AUTHOR / R. Fadli

EDITOR / Resky Novianto

Google News
Sekolah Rakyat
Staf Kementerian Sosial rapat koordinasi finalisasi regulasi Sekolah Rakyat (17/03/2025). (Foto: ANTARA/HO-Biro Humas Kemensos)

KBR, Jakarta - Pembentukan dan penyelenggaraan Sekolah Rakyat (SR) tercantum dalam Instruksi Presiden RI Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, yang dikeluarkan Presiden Prabowo Subianto pada 27 Maret 2025.

Sebelum instruksi itu dikeluarkan, Presiden memang telah menegaskan, dirinya akan membangun sekolah-sekolah berasrama di semua kabupaten. 

“Saya harap dalam empat tahun, semua kabupaten akan punya sekolah-sekolah berasrama untuk keluarga yang kurang mampu,” katanya pada Kamis (13/3/2025).

SR adalah sebuah program pendidikan berkonsep asrama yang menyasar anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem, yaitu mereka yang berada di desil 1 dan 2 dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

Seperti diketahui, desil 1 adalah kelompok rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan paling rendah, yaitu yang termasuk dalam 10% terendah secara nasional. Kelompok ini sering disebut sebagai kelompok masyarakat miskin atau termiskin.

Sedangkan desil 2 adalah kelompok rumah tangga yang berada dalam rentang 11% hingga 20% terendah tingkat kesejahteraannya secara nasional. Ini merupakan salah satu cara pemerintah Indonesia mengelompokkan masyarakat berdasarkan tingkat kesejahteraan untuk tujuan program bantuan sosial seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah.

red

Presiden Prabowo Subianto. (Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso)

Klaim Kemensos Angka Kemiskinan Turun


Lantas, bagaimana angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem terkini?

Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengeklaim angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem mengalami penurunan.

"Dalam 10 tahun terakhir, kemiskinan di Indonesia hanya turun dua digit yaitu dari 11,25% (2014) menjadi 9,36% (2023)," ujar Menteri Sosial Saifullah Yusuf saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2025, Senin (21/4/2025).

Saat ini, menurut Mensos, prosentase penduduk miskin pada September 2024 sebesar 8,57% atau 24,06 juta orang.

Sedangkan penduduk miskin ekstrem pada September 2024 sebesar 1,13% atau 3,17 juta orang. Angka ini naik akibat kenaikan standar garis kemiskinan ekstrem dari US$1,90 menjadi US$2,15 per kapita per hari. Kenaikan standar garis kemiskinan ekstrem ini sesuai revisi dari Bank Dunia.

"Presiden Prabowo Subianto menargetkan kemiskinan menjadi kurang dari 5% pada 2029 atau setara 4 digit dalam kurun waktu 5 tahun. Sedangkan target untuk kemiskinan ekstrem adalah 0% pada 2026," tutur Mensos.

red

Arahan Presiden terkait Sekolah Rakyat. (Sumber: Kemensos)

Perkembangan Terkini Sekolah Rakyat


Tahun ini, terdapat 53 SR yang siap beroperasi, dengan 82 lokasi (bangunan dan tanah) yang sedang dalam proses penilaian, termasuk renovasi dan pembangunan baru.

"Sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, tahun 2025 ditargetkan membangun SR di 200 titik lokasi. Titik prioritasnya dipilih berdasarkan tingkat kesiapan, dan tingkat kemiskinan daeerah. Hingga 20 April 2025, ada 356 titik usulan SR yang diajukan Pemda," ungkap Mensos Saifullah Yusuf.

Baca juga:

JPPI Tolak Rencana Pemerintah Bangun Sekolah Garuda dan Sekolah Rakyat

Menurut Mensos, pada tahap I 2025 ini ada 53 titik yang akan menjadi lokasi pembangunan SR. Rinciannya, 10 unit di Sumatra, 3 di Kalimantan, 8 di Sulawesi, 2 di Maluku, 1 di Papua, 26 di Jawa, serta 3 di Bali dan Nusa Tenggara.

Untuk tahap II, juga di tahun ini, ada 85 usulan lokasi SR. Dari jumlah itu, 72 usulan lokasi sudah disurvei dan 13 masih proses survei.

Lalu tahap IIB 2025 ada 196 usulan lokasi dengan 57 di antaranya sudah disurvei, dan 139 masih proses survei.

SR ditargetkan beroperasi pada tahun ajaran 2025/2026, tepatnya pada Juli 2025. Sementara itu, proses penerimaan peserta didik dan rekrutmen tenaga pendidik dimulai pada April 2025.

red

Tim Penyelenggaraan Sekolah Rakyat. (Sumber: Kemensos)

Peserta didik diseleksi melalui berbagai tahapan, termasuk seleksi administratif, di mana anak-anak yang berhak mendaftar adalah mereka yang termasuk dalam Desil 1 dan 2 Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).

Selanjutnya, calon siswa akan menjalani tes potensi akademik, psikotes, kunjungan rumah (home visit), wawancara dengan orang tua, serta pemeriksaan kesehatan.

Selama April 2025 juga menjadi tahap rekrutmen untuk guru SR. Dilanjutkan Pelatihan dan Orientasi Guru pada Mei-Juni 2025, lalu Siap Mengajar pada Juli 2025.

Anggaran Jumbo untuk Sekolah Rakyat


Pemerintah terus mematangkan pembangunan SR yang ditargetkan beroperasi tahun ini. Pemerintah memberikan anggaran rata-rata Rp 100 miliar per sekolah.

"Anggarannya tergantung perkembangan. Nanti, Pak Mensos lebih detail. Tergantung kebutuhan masing-masing lokasi, rata-rata ya Rp 100 miliar untuk satu sekolah," kata Menko Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar atau Cak Imin kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (10/3/2025).

Untuk rekrutmen pengajar, Cak Imin mengatakan proses itu masih dimatangkan. Rekrutmen tenaga pendidik itu diserahkan sepenuhnya ke Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).

red

Rekap usulan Pemda untuk Sekolah Rakyat. (Sumber: Kemensos)

Sulitnya Mencari Calon Siswa Sekolah Rakyat


Khusus untuk Pemerintah Daerah ada kewajiban mendukung SR, bahkan tugas dan pekerjaannya pun sudah ditetapkan. Antara lain:

1. Penyiapan lahan dan perizinan/legalitasnya.

2. Penyiapan guru/kepala sekolah dan tenaga pendidik:

- Pemetaan Guru ASN untuk penugasan pada SR.

- Pemetaan Guru P3K Penuh Waktu dan Paruh Waktu untuk SR.

3. Turut serta bersama Kemensos (Pendamping Program Keluarga Harapan/PKH) “jemput bola” mencari calon siswa dari keluarga miskin ekstrem dan miskin:

- Desil 1 dan desil 2.

- Diprioritaskan tidak terdaftar di Dapodik dan Data Kemenag.

4. Melakukan sosialisasi masif kepada masyarakat melalui camat dan kepala desa/lurah.

red

Data calon peserta didik Sekolah Rakyat di Desil 1. (Sumber: Kemendagri)

Sementara itu, di lapangan, Pendamping PKH yang ditugaskan “jemput bola” mencari calon siswa SR dari keluarga miskin dan miskin ekstrem menyampaikan sejumlah kendala yang dihadapi.

Pendamping PKH di Bantul, DI Yogyakarta, Rinnie mengatakan, dalam sepekan (17-21 April 2025) dirinya berhasil menjaring 26 calon siswa SR. “Mereka semua untuk jenjang pendidikan SMA,” ujarnya kepada KBR Media (21/4/2025).

Rinnie menambahkan, ada sejumlah kendala yang dihadapi Pendamping PKH dalam mencari calon siswa SR. “Mulai dari jarak waktu antara sosialisasi terkait SR dan deadline pendaftaran calon siswa terlalu dekat. 

Lalu, anak-anak yang berasal dari keluarga miskin dan miskin ekstrem biasanya mencari sekolah yang Kejuruan, dengan harapan setelah lulus mereka bisa langsung bekerja,” ujarnya.

Baca juga:

Program Sekolah Rakyat, 53 Daerah Siap Menyelenggarakan

Kendala lain, kata Rinnie lagi, ada yang menganggap SR identik dengan sekolah pada zaman dulu, sehingga perlu edukasi yang masif untuk calon peserta didik maupun orangtuanya.

“Ada juga yang karena sistem SR itu boarding school atau sekolah berasrama, kebanyakan calon siswa belum sanggup untuk tinggal di asrama. Mereka tidak terbiasa pisah dengan orang tua sehingga berat untuk tinggal di asrama. Selain itu, ada juga beberapa orang tua yang justru keberatan bila anaknya harus tinggal di asrama SR,” ungkapnya.

red

Data calon peserta didik Sekolah Rakyat di Desil 2. (Sumber: Kemendagri)

Sementara itu, di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Koordinator PKH setempat, Nuy kepada KBR Media menyebutkan, calon siswa SR yang terjaring cukup banyak. Jumlahnya antara 45 sampai 50 orang, dan semuanya untuk jenjang pendidikan SMA.  

Adapun kuota jumlah siswa SR untuk desil 1 dan 2 tampak melalui ilustrasi yang disampaikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, berikut ini.

Sekolah Rakyat Mampu Hapus Angka Putus Sekolah


Pemerintah mengeklaim, kehadiran SR akan mampu mengatasi anak-anak putus sekolah di desil 1 dan desil 2.

"Hampir 43 persen dari jenjang SD ke SMP itu tidak bisa melanjutkan sekolah karena memang tidak ada biaya, dan juga karena membantu orang tua bekerja, sehingga mereka putus sekolah. Sementara dari jenjang SMP ke SMA itu kira-kira ada 48 persen yang tidak melanjutkan sekolah, karena tidak ada biaya dan juga mencari nafkah,"  ujar Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko Pemberdayaan Masyarakat, Nunung Nuryantoro saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2025, Senin (21/4/2025). 

"Jadi sangat tepat ketika SR digunakan untuk bisa mengatasi persoalan-persoalan putus sekolah anak-anak di desil 1 dan desil 2 bagi keluarga miskin dan keluarga miskin ekstrem," imbuhnya.

Berdasarkan Inpres Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, para gubernur mendapat tugas mendukung program SR di wilayahnya berupa penyiapan lahan, perizinan dan penyiapan guru serta tenaga pendidik.

red

Gambaran prototipe Sekolah Rakyat. (Sumber: Kemensos)

"Sedangkan kepada para wali kota dan bupati, ditugaskan mendukung program SR di wilayahnya berupa penyiapan lahan, perizinan dan penyiapan guru serta tenaga pendidik," ujarnya.

Angka Putus Sekolah di Indonesia


Berdasarkan laporan Indikator Kesejahteraan Rakyat 2024 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), angka putus sekolah di tahun ajaran 2023/2024 tercatat mengalami peningkatan di seluruh jenjang dibanding tahun ajaran sebelumnya, kecuali di tingkatan SMA.

Pada tahun ajaran 2022/2023, angka putus sekolah tingkat SD mencapai 0,17%. Nilainya kemudian naik di tahun ajaran ini menjadi 0,19%. Adapun untuk jenjang SMP, angka putus sekolah mencapai 0,18% di tahun ajaran 2023/2024, naik dari 0,14% di tahun sebelumnya.

Lebih lanjut, penurunan angka putus sekolah terjadi di jenjang SMA, dari 0,20% di tahun ajaran 2022/2023 menjadi 0,19% di tahun ajaran berikutnya. Di tingkatan SMK, kembali terjadi peningkatan angka putus sekolah dari 0,23% menjadi 0,28%.

BPS juga mencatat angka mengulang pada siswa sekolah. Angka tertinggi ada pada tingkat SD dengan angka mengulang sebesar 0,46%, kemudian disusul oleh tingkatan SMK dengan 0,27%, SMP dengan 0,19%, dan SMA dengan 0,18%.

Tingginya angka putus sekolah dinilai menjadi salah satu kendala untuk dapat mencapai visi “Indonesia Emas 2045”.

Sekolah Rakyat Tak Mampu Hapus Angka Putus Sekolah


Di lain pihak, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji menyanggah klaim pemerintah yang menyebut, kehadiran SR akan mampu menghapus angka putus sekolah.

“Tidak bisa menyelesaikan masalah anak putus sekolah. Sebanyak 53 unit SR itu jelas belum mampu menampung kebutuhan jumlah anak-anak yang putus sekolah karena faktor ekonomi. Jadi ya masalah utama anak putus sekolah karena ekonomi masih berlum dapat diatasi dengan SR ini,” ujarnya.

Ubaid melanjutkan, masa depan anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem masih suram. Program SR ini juga mengancam masa depan anak-anak didalamnya yang dijadikan “kelinci percobaan”. Karena tenaga pengajarnya masih belum jelas, kurikulumnya seperti apa pula, dan juga soal potensi kastanisasi, labelisasi, dan stigmatisasi yang jelas akan menimpa mereka,” tuturnya.

red

Gambaran siteplan Sekolah Rakyat. (Sumber: Kemensos)

Nasib anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem ini, kata Ubaid lagi, bakal terkatung-katung tidak jelas. “Ini potensial akan terjadi, karena tidak ada jaminan keberlanjutan dari SR itu. Kita punya tradisi buruk, ganti menteri ya pasti ganti kebijakan. Bisa jadi, Menteri Sosial periode berikutnya, tidak setuju dengan ide SR, lalu mau dikemanakan pendidikan anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem itu selanjutnya?” tanyanya.

Baca juga:

Pemprov Jatim Siapkan Tiga Percontohan Sekolah Rakyat

Padahal, lanjut Ubaid, ada solusi yang sangat mudah. Tanpa harus membangun unit sekolah baru dan menyiapkan sarana lainya. “Yaitu kasih saja “karpet merah” buat mereka, mereka diberikan kesempatan memilih sekolah di manapun mereka bisa pilih, tinggal pemerintah membiayai semua kebutuhan mereka. Dengan begini, tahun ajaran 2025, semua anak putus sekolah, sudah bisa sekolah semua. Mereka bisa langsung sekolah, dan pemerintah bisa menghemat biaya, karena sistemnya terintegrasi dengan sumberdaya yang sudah ada,” paparnya.

Jumlah Sekolah di Indonesia


Ide Ubaid Matraji untuk memberi “karpet merah” untuk anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem memilih sekolah yang mereka kehendaki sendiri (dan digratiskan pemerintah), kiranya memang lebih efisien ketimbang harus membangun banyak SR.

Apalagi berdasarkan data BPS, ada 399.376 unit sekolah di Indonesia pada tahun ajaran 2022/2023. Jumlah itu naik tipis 1,18% dari tahun ajaran sebelumnya 394.708 unit sekolah.

Sementara itu, jumlah sekolah, guru, hingga siswa di SMA lebih banyak dibandingkan dengan SMK.

Menurut data BPS, tercatat ada 14.445 SMA di Indonesia pada 2023 dengan rincian 7.049 SMA negeri dan 7.396 SMA swasta.

Jumlah siswa yang menempuh pendidikan di SMA sendiri sebanyak 5.310.433 siswa

Jumlah pembangunan sekolah di Indonesia bervariasi berdasarkan tahun dan jenis sekolah.

Pada 2024, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengalokasikan dana sebesar Rp15,29 triliun untuk pemenuhan sarana prasarana di 12.626 satuan pendidikan.

Sekolah Rakyat Diklaim Tak Ciptakan Diskriminasi


Berdasarkan Struktur Tim Penyelenggaraan SR, posisi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) ditugaskan masuk sebagai bagian dari Tim Pengawas bersama Sekretaris Kabinet, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), para Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA Amurwani Dwi Lestariningsih mengatakan, sebagai anggota Tim Pengawas SR, Kemen PPPA terus melakukan koordinasi bersama penanggung jawab operasionalnya yakni Kementerian Sosial (Kemensos).

"Kami kan berkoordinasi dengan Kemensos, tentu saja kita terus mengupdate, karena SR itu sangat diperlukan bagi mereka yang tidak terjangkau dengan sekolah-sekolah formal. Jadi kita akan melihat hak-hak pendidikan, khususnya untuk anak-anak itu sudah terpenuhi. Misalnya anak-anak rentan, anak-anak jalanan, lalu anak-anak rentan yang tidak mendapat akses karena satu dan lain hal, seperti dokumen kependudukan, maka difasilitasi di SR itu agar mendapat hak-hak pendidikannya," ujar Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA Amurwani Dwi Lestariningsih kepada Shafira Aurelia dari KBR Media (21/4/2025).

Amurwani juga membantah penilaian sebagian kalangan yang menyebut, kehadiran SR hanya akan memperlebar jurang kesenjangan sosial dan menciptakan diskriminasi pendidikan.

"Diskriminasi? Tidaklah. Itu tidak akan terjadi. Justru kami menginginkan supaya semua rakyat mendapatkan hak-hak pendidikannya. Dengan adanya SR mereka bisa dimudahkan mendapat pendidikannya," bantahnya.

red

53 titik Sekolah Rakyat tahap 1 sudah selesai disurvei KemenPU. (Sumber: Kemensos) 

Sekolah Rakyat Ciptakan Kesenjangan dan Diskriminasi


SR berpotensi membuat murid-murid menjadi kelompok miskin permanen. SR dinilai seolah-olah membuat “obat” yang akan mengobati sistem pendidikan yang sudah lama dan belum berjalan dengan baik, tapi pada kenyataannya hanya akan menciptakan kesenjangan baru di tengah masyarakat.

Hal itu disampaikan Executive Chair Indonesia National Commission for UNESCO, Itje Chodidjah dalam Diskusi Ruang Publik KBR - Mencermati Arah Sekolah Rakyat, padaUnseco Rabu (12/2/2025).

"Saya sebagai praktisi pendidikan 40 tahun lebih ke mana-mana, ke berbagai wilayah, daerah 3T dan sebagainya. Dan membuat mereka berkumpul di dalam satu komunitas sendiri seolah-olah melegitimasi bahwa anda adalah kelompok marjinal yang patut saya treatment tersendiri," ujarnya.

Dibandingkan membangun yang baru, menurut Itje sebaiknya pemerintah melakukan pembenahan dengan meningkatkan kualitas sekolah-sekolah di Indonesia yang masih belum memenuhi standar akreditasi.

"Dan seolah-olah ini adalah “obat manjur”, “obat sakit panas” buat semua penyakit. Nanti akan kemiskinan hilang, pendidikan langsung akan berkualitas. Loh yang ini yang sudah ada puluhan tahun ini belum berkualitas," kata Itje.

Itje mengatakan tantangan terbesar SR adalah ketersediaan dan kualitas guru.

"Guru-guru yang mengajar di daerah, enggak usah daerah 3T deh, di daerah-daerah pinggiran, di Jakarta, di Surabaya. Guru banyak sekali yang merasa kewalahan dalam tanda kutip. Karena apa? Karena selain menggarap akademik, sisi lain daripada kecakapan guru ini belum tergarap. Yaitu sisi sosio-emosional ini," ungkapnya.

Itje mengatakan “anak-anak jalanan” di tempat penampungan Departemen Sosial di beberapa wilayah tidak senang ketika berada di sana. Sehingga, sebagai "Ibu Asrama" pemerintah harus menyiapkan hidup anak. Bukan hanya menampung dan seolah-olah memberi mereka bantuan.

"Membangun manusia tidak instan. Membangun manusia tidak cukup dengan mengatakan bahwa membangun yang baru mungkin lebih baik daripada membenahi yang lama. Kalau itu barang, barangkali rumah, jembatan, mungkin saya sepakat. Tapi kalau memproses manusia, ini butuh waktu. Butuh waktu dan butuh pencermatan," tuturnya.

Baca juga:

Upaya Pemerintah Memutus Rantai Kemiskinan Melalui Sekolah Rakyat

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!