BERITA
KPK: BPJS Kesehatan Defisit karena Tata Kelola Bermasalah
"Jika rekomendasi KPK dilaksanakan, maka tidak diperlukan menaikkan iuran BPJS kesehatan yang akan dirasakan sangat membebani masyarakat."
AUTHOR / Adi Ahdiat
KBR, Jakarta - Pimpinan KPK Nurul Ghufron menegaskan BPJS Kesehatan mengalami defisit anggaran karena tata kelolanya bermasalah, bukan karena iuran yang terlalu rendah.
"Dalam kajian tata kelola Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang KPK lakukan pada 2019, akar masalah yang kami temukan adalah tata kelola yang cenderung inefisien dan tidak tepat yang mengakibatkan defisit BPJS Kesehatan," kata Ghufron dalam siaran persnya, Jumat (15/5/2020).
"Akar masalah defisit BPJS disebabkan karena permasalahan inefisiensi dan penyimpangan (fraud), sehingga kenaikan iuran BPJS tanpa ada perbaikan tata kelola BPJS tidak akan menyelesaikan masalah," tegasnya lagi.
Berita Terkait:
<li><a href="https://kbr.id/nasional/05-2020/warga_miskin_bertambah__pemerintah_malah_naikkan_iuran_bpjs_kesehatan/103128.html">Warga Miskin Bertambah, Pemerintah Malah Naikkan Iuran BPJS Kesehatan</a> </li>
<li><a href="https://kbr.id/nasional/03-2020/icw_menang_sengketa__kini_audit_bpjs_kesehatan_terbuka_untuk_publik/102450.html">ICW Menang Sengketa, Kini Audit BPJS Kesehatan Terbuka untuk Publik</a></li></ul>
Kebijakan Penaikan Iuran Tidak Tepat
Berdasar kajian mereka, KPK pun menilai kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS kesehatan tidak relevan dengan masalah yang ada, bahkan merugikan masyarakat.
"Kenaikan iuran BPJS Kesehatan dipastikan akan memupus tercapainya tujuan jaminan sosial sebagaimana UU No. 40 Tahun 2004, bahwa jaminan sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
"Keikutsertaan dan perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah indikator utama suksesnya perlindungan sosial kesehatan. Dengan menaikkan iuran di kala kemampuan ekonomi rakyat menurun, dipastikan akan menurunkan tingkat kepesertaan seluruh rakyat dalam BPJS," lanjutnya.
"KPK berpendapat, jika rekomendasi KPK dilaksanakan, maka tidak diperlukan menaikkan iuran BPJS kesehatan yang akan dirasakan sangat membebani masyarakat, mengingat situasi sulit yang sedang dihadapi saat ini dan potensinya yang berdampak di masa depan," tegas Ghufron.
Rekomendasi Solusi dari KPK
KPK pun merekomendasikan sejumlah solusi untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan tanpa harus menaikkan iuran, yakni:
<li>Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan agar menyelesaikan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK).</li>
<li>Melakukan penertiban kelas Rumah Sakit.</li>
<li>Mengimplementasikan kebijakan urun biaya (<i>co-payment</i>) untuk peserta mandiri sebagaimana diatur dalam Permenkes 51 tahun 2018 tentang Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan.</li>
<li>Menerapkan kebijakan pembatasan manfaat untuk klaim atas penyakit katastropik sebagai bagian dari upaya pencegahan.</li>
<li>Mengakselerasi implementasi kebijakan <i>coordination of benefit</i> (COB) dengan asuransi kesehatan swasta</li>
<li>Terkait tunggakan iuran dari peserta mandiri, KPK merekomendasikan agar pemerintah mengaitkan kewajiban membayar iuran BPJS Kesehatan dengan pelayanan publik.</li></ul>
"Kami memandang rekomendasi tersebut adalah solusi untuk memperbaiki inefisiensi dan menutup potensi penyimpangan (fraud) yang kami temukan dalam kajian. Sehingga, kami berharap program pemerintah untuk memberikan manfaat dalam penyediaan layanan dasar kesehatan dapat dirasakan seluruh rakyat Indonesia, dibandingkan dengan menaikkan iuran yang akan menurunkan keikutsertaan rakyat pada BPJS kesehatan," tegas Ghufron.
Editor: Agus Luqman
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!