indeks
Kisah Kiromi Kano Sinden Asal Jepang: Berjuang Mendapatkan Pengakuan

Siapa yang tak kenal Hiromi Kano? Wanita asal Jepang ini menjadi pesinden kondang di Indonesia. Perjuangannya untuk menjadi seorang sinden di negeri orang ternyata harus dilalui dengan perjuangan yang berat.

Penulis: Star Jogya

Editor:

Google News
Kisah Kiromi Kano Sinden Asal Jepang: Berjuang Mendapatkan Pengakuan
Kiromi Kano, Sinden Asal Jepang

KBR68H. Yogya - Banyak orang di Indonesia mungkin merasa asing dengan nama Hiromi Kano. Namun, tidak bagi pecinta seni wayang kulit, khususnya di Yogyakarta. Wanita asal Jepang ini menjadi pesinden kondang di Indonesia. Perjuangannya untuk menjadi seorang sinden di negeri orang ternyata harus dilalui dengan perjuangan yang berat.
 
“Saya menyekolahkanmu di Tokyo College of Music bukan untuk belajar sinden.” Kalimat dari ibunya, Mitori Kano, itulah yang selalu diingat Hiromi ketika mengutarakan keinginannya untuk menjadi seorang sinden dengan mencari beasiswa ke Indonesia.
 
Menurut Hiromi, ibunya pernah menonton pertunjukan wayang di Jepang yang dibawakan oleh orang Jepang sendiri dan kecewa.  Pasalnya, pertunjukan yang ditampilkan bisa dikatakan buruk sehingga Mitori meragukan putrinya bisa lebih baik.
 
Namun kalimat itu justru menjadi cambuk semangat bagi wanita kelahiran Chiba, 31 Januari 1967. Hiromi ingin membuktikan ia tidak main-main. Bisa dibilang, mendapatkan pengakuan dari keluarganya terutama sang ibu, Mitori Kano.
 
Pertama kali ia mendengar musik gamelan adalah melalui radio FM Tokyo pada 1985. Ketika itu, sedang diputar gamelan Bali.  Begitu mendengarnya, Hiromi merasakan culture shock  dan langsung suka.
 
“Ternyata ada kesenian seperti itu. Saya langsung tertarik dengan suara yang dihasilkan dan ingin mempelajarinya,” ungkap wanita bertubuh mungil itu.
 
Namun, di Tokyo College of Music tempat ia menempa ilmu (1986-1990) tidak ada gamelan Bali melainkan gamelan Jawa. Awalnya, ia kurang berminat tetapi, begitu mendengar bunyi yang dikeluarkan oleh gamelan Jawa tersebut, ia langsung menyukainya. Bisa dibilang cinta pada pendengaran pertama.
 
Pada liburan musim panas 1988, ia berkunjung ke Indonesia untuk berlibur sekaligus menyaksikan pekan wayang berbahasa Indonesia yang digelar di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Ia pun semakin suka dengan kebudayaan Jawa. Selama dua bulan ia habiskan untuk belajar karawitan, sinden, dan tari di Solo di bawah bimbingan dosen dari ISI Surakarta.
 
Wanita yang mempunyai tekad kuat itupun menginjakkan kakinya di tanah Jawa untuk belajar pada 1996. Sang ibu hanya bisa merelakan putrinya dan berharap ia akan membuktikan tekadnya itu. Di ISI Surakarta yang dulu bernama Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) ia mengambil jurusan karawitan.
 
“Belajar nyinden itu sulit.  Yang paling sulit adalah menyesuaikan larasnya.  Pengucapan syair tembangnya juga sulit,” tutur wanita berkacamata itu.
 
Perjalanannya menjadi sinden bisa dibilang cukup sulit. Selama lima tahun itu, ia membiayai sendiri kuliahnya.  Apalagi biaya yang harus dia keluarkan 10 kali lipat lebih besar dibanding biaya mahasiswa domestik.
 
“Saat itu, tabungan saya sudah hampir habis.  Saya pikir hanya bisa memperpanjang satu semester lagi,” jelas dia.  Namun, pada Desember 1997 ia mulai ikut pementasan wayang.  Hasil nyinden tersebut ia kumpulkan untuk membiayai kuliah dan hidupnya di Solo. Kala itu, ia dibayar Rp50.000 untuk sekali tampil semalam suntuk.
 
Dari hasil ikut pementasan wayang itulah, Hiromi berhasil menyelesaikan kuliahnya di ISI Surakarta.  September 2001, ia diajak dalang kondang Ki Mantep Sudarsono untuk pentas ke Jepang.
 
Saat itu, ia telah berada di Jepang.  Ia pergi ke tempat pagelaran bersama keluarganya. Ketika menyaksikan Ki mantep beraksi, sang ibu terkesima dan kagum. Ia mengakui kehebatan dan keindahan seni perwayangan Indonesia. Begitu pula perasaannya saat melihat putrinya menunjukkan kebolehannya dalam hal nyinden.
 
“Sepulangnya dari menonton pagelaran itu, ibu saya bilang ternyata kebudayaan Jawa [wayang dan sinden] bagus. Kemudian beliau mengizinkan dan mendukung saya berprofesi sebagai sinden. Saya senang sekali,” ujarnya dengan tersenyum.

Editor: Anto Sidharta

Kiromi Kano
Sinden Asal Jepang

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...