NASIONAL

Kenaikan Dana Desa Dinilai Belum Mendesak, Ada Masalah di Pengawasan?

"Mulai dari tuntutan jabatan sembilan tahun dan sekarang sudah tuntutan kenaikan alokasi anggaran dana desa dari APBN. Kami melihatnya ini hanya melihat momentum tahun politik saja."

AUTHOR / Heru Haetami

dana desa
Rapat pengambilan keputusan revisi UU Desa di Ruang Baleg, DPR, Jakarta, Senin (3/7/2023). (Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga)

KBR, Jakarta - Rapat Panitia Kerja atau Panja Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa di DPR menyetujui usulan kenaikan dana desa sebesar 20 persen dari total dana transfer desa senilai Rp70 triliun di APBN.

Anggota Badan Legislasi DPR Supriansa mengatakan, usulan itu disepakati mayoritas fraksi untuk masuk dalam naskah revisi UU Desa.

"Kita meminta untuk ditambah karena kita menyadari betul bahwa ujung tombak pembangunan Indonesia ini kita mulai dari Desa. Sudah lama desa tertinggal. Olehnya itu dengan menambahkan anggaran yang ada di desa maka memungkinkan anggaran itu bisa berputar uangnya di desa itu. Lalu kenapa anggaran di desa ini dikerjakan secara swakelola, supaya uangnya itu bisa berputar di tengah-tengah masyarakat itu. Jangan lagi orang luar misalnya yang datang mengerjakan lalu uang dari desa itu dibawa ke luar misalnya karena ada yang mengerjakan dari pihak luar. Itulah bayangan kita kenapa kita ingin menambahkan anggaran dana desa," kata Supriansa di Kompleks Parlemen, Rabu (5/7/2023).

Saat ini usulan kenaikan dana desa baru disepakati parlemen. Supriansa mengatakan, usulan tersebut bakal diserahkan ke pemerintah untuk disinkronkan dengan kemampuan keuangan negara.

Usulan kenaikan dana desa sebelumnya datang dari Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi). Hanya saja, Apdesi mengusulkan dana desa mencapai sebesar 10 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Saat menggelar aksi di di depan Kompleks Parlemen DPR, Jakarta, Ketua Apdesi, Surta Wijaya menuntut agar kenaikan dana desa itu diakomodasi dalam revisi undang-undang Desa.

"Pertama dana desa kita berharap 10% diambil dari APBN bukan dari transfer ke pemerintah daerah, itu satu. Kedua kita berharap bahwa dana desa benar-benar adalah dilakukan oleh Bumdes bersama kepala desa, karena desa lah yang tahu persoalan tentang pembangunan desa, orang miskin, anak yatim, fakir miskin, jalan setapak, posyandu, gizi buruk dan stunting itu desa yang tahu," kata Surta di Gedung DPR RI, Rabu (5/7/2023).

Ketua Apdesi Surta Wijaya berdalih dana desa sebesar 10 persen dari total APBN dinilai bakal mempercepat pembangunan dan kesejahteraan desa. Menurutnya, dana itu bisa dimanfaatkan mendukung program nasional dan daerah agar cepat mencapai target pemerintah.

Baca juga:

Evaluasi pemanfaatan dana desa

Namun, usulan dana desa mendapat pertanyaan dari sejumlah pihak. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menyarankan pemerintah tak perlu fokus pada penambahan alokasi anggaran dana desa.

Direktur Eksekutif KPPOD Armand Suparman menyatakan, yang perlu dilakukan pemerintah yakni mengevaluasi pemanfaatan dan penggunaan dana desa.

"Pertama terkait dengan bagaimana pembangunan di pilar lingkungan, kedua di pilar sosial, kemudian di pilar ekonomi dan terakhir soal pilar tata kelola. Kalau kita lihat di indeks desa membangun sebenarnya yang dilihat kan cuma 3, sosial, ekonomi dan juga lingkungan. Tetapi KPPOD memasukkan unsur yang keempat soal tata kelola. Di dalam tata kelola kita bicara mulai dari proses perencanaan, proses penganggaran, proses penyusunan kebijakan dan juga pelayanan di level desa," kata Armand kepada KBR, Minggu (19/3/2023).

Direktur Eksekutif KPPOD Armand Suparman mengatakan saat ini peningkatan penggunaan dana desa hanya dinilai secara umum saja, tidak desa per desa ataupun per wilayah.

"Kita butuh semacam asesmen dan hasil asesmen itu menentukan intervensi yang berbeda-beda untuk setiap daerah. Misalnya soal alokasi anggaran tadi itu, dengan desa-desa yang sudah bergerak mandiri atau sudah di level mandiri dia butuh semacam support tambahan. Apakah dengan peningkatan alokasi atau insentif yang lain," katanya.

Armand menduga tuntutan para kepala desa itu hanya memanfaatkan momentum lantaran telah memasuki tahun politik.

Ia mengingatkan pemerintah agar bijak menyikapi tuntutan tersebut dengan memperhatikan kinerja desa mengelola dan memanfaatkan dananya selama ini.

"Mulai dari tuntutan jabatan sembilan tahun dan sekarang sudah tuntutan kenaikan alokasi anggaran dana desa dari APBN. Kami melihatnya ini hanya melihat momentum saja. Karena dengan momentum tahun politik ini kami melihat aparat desa atau para kepala desa itu melihat ada satu peluang untuk menyuarakan kebutuhan-kebutuhan mereka. Dalam konteks politik seperti ini, menurut kami pemerintah pusat terutama Kemendesa PDTT dan Kementerian Dalam Negeri tidak harus mengikuti arus itu," ujar Armand.

Sorotan juga datang dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran FITRA.

Manajer Riset Sekretariat Nasional FITRA Baidul Hadi mendesak pemerintah memperkuat pengawasan penggunaan Dana Desa. Menurutnya, pengawasan yang selama ini berjalan masih belum maksimal.

"Perlu dipikirkan secara serius, bagaimana mekanisme pengawasan agar dana itu tidak bocor ke mana-mana. Karena kita tahu setidaknya 8 tahun terakhir ini kan APBN mengucurkan nilainya dari Rp40 sampai 70 triliun. Itu pun masih banyak yang bocor. Banyak yang terjadi penyalahgunaan anggaran. Nah, itu saya kira perlu ada mekanisme pengawasan yang lebih ketat. Sehingga kalau toh, pemerintah menyetujui usulan permintaan ini, nah, itu memang harus ada mekanisme yang baik terutama proses pengawasan penggunaan dana Desa itu," kata Baidul saat dihubungi KBR, Minggu, (19/03/23).

Manajer Riset Seknas FITRA Baidul Hadi mengatakan Dana Desa harus digunakan untuk pembangunan masyarakat desa, bukan hanya untuk kepentingan kepala desa.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!