NASIONAL

Kelas Menengah Turun, Dicekoki Kenaikan Harga

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah kelas menengah turun menjadi calon kelas menengah, dan kelompok rentan mencapai 8,5 juta orang.

AUTHOR / Astri Septiani

EDITOR / Sindu

Kelas Menengah Turun, Dicekoki Kenaikan Harga
Ilustrasi: Kelas menengah sedang berbelanja fesyen. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Deputi III Kepala Staf Kepresidenan bidang Perekonomian Edy Priyono menyebut belum ada program perlindungan sosial baru khusus masyarakat kelas menengah.

Pernyataan itu disampaikan Edy merespons penurunan kelas menengah selama lima tahun terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah kelas menengah turun menjadi calon kelas menengah dan kelompok rentan mencapai 8,5 juta orang.

"Poin saya adalah meskipun sampai sekarang belum ada rencana secara spesifik mungkin. Tapi, sudah masuk ke dalam, kita tahu ada usulan-usulan program perlindungan khusus kelas menengah. Tapi, setahu kami itu belum ada rencana untuk membuat skema khusus itu. Tapi, dari skema-skema perlindungan yang ada sudah yang menyasar kelas menengah. Meskipun tidak spesifik disebut sebagai program untuk perlindungan kelas menengah," kata dia kepada KBR, Kamis (08/08/24).

Edy mengeklaim, ada sejumlah program yang juga menyasar kelompok menengah antara lain pelatihan Kartu Prakerja, kredit perumahan bersubsidi, pupuk subsidi, hingga subsidi BBM. Kata dia, perlindungan meliputi dua hal, yakni dari sisi pendapatan, dan pengurangan beban pengeluaran.

Upaya pengurangan beban pengeluaran dilakukan pemerintah dengan subsidi dan program-program yang sudah disebut Edy. Sementara dari sisi pendapatan, pemerintah juga berupaya memastikan pendapatan masyarakat tetap terjaga.

Sinyal Bahaya

Ekonom lembaga kajian ekonomi CELIOS Nailul Huda turut menyoroti penurunan daya beli masyarakat khususnya kelas menengah. Menurutnya, beberapa tahun terakhir tidak ada strategi yang efektif bagi khusus kelas menengah.

"Ini menurut saya pribadi adalah sinyal bahaya yang memang harus kita tanggulangi. Karena berbagai indikator awal mengenai daya beli ini sudah mengarah kepada pelemahan daya beli masyarakat terutama untuk yang kelas menengah. Sehingga kelas menengah ini dia turun jadi yang kelas menengah rentan miskin. Ini kebijakannya di beberapa tahun terakhir tahun 2022, 2023, 2024 itu tidak ada yang menyasar dan efektif terhadap konsumsi kelas menengah kita," kata Nailul kepada KBR, Kamis, 08 Agustus 2024.

"Sehingga kelas menengah ini dimalah dicekoki dengan kenaikan harga Pertalite. Jadi, mereka menurun daya belinya," ujarnya.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!