NASIONAL

Kebijakan Pemerintah Turut Picu Penurunan Kelas Menengah

Banyaknya pajak atau iuran baru di berbagai bidang dianggap memberatkan kelas menengah.

AUTHOR / Heru Haetami, Astri Septiani

EDITOR / Sindu

Kebijakan Pemerintah Turut Picu Penurunan Kelas Menengah
Ilustrasi: Kelas menengah sedang berbelanja di swalayan. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Lembaga kajian ekonomi INDEF menyebut kebijakan pemerintah yang sering memberatkan kelas menengah berpotensi menyebabkan instabilitas pemerintahan. Ekonom INDEF Eko Listiyanto mengatakan, kondisi ini juga memicu terjadinya fenomena penurunan kelas menengah.

"Kelas menengah, kan, rasional, nih. Kalau sudah tahu tahun depan enggak akan lebih baik dari hari ini, ya, mereka mulai ngirit gitu, ya. Mulai mengirit, berhemat, kemudian mulai mengevaluasi, ya, yang tadinya mungkin biasa seminggu sekali ke mall mungkin mereka mikir-mikir juga. Kira-kira begitu. Dan itu terefleksikan dari angka makronya konsumsi ternyata turun," kata Eko dalam diskusi daring Indef, Senin, (9/9/2024).

Eko Listiyanto menambahkan, rendahnya sentimen terhadap perkembangan ekonomi juga mengindikasikan pesimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi ke depan. Kata dia, banyaknya pajak atau iuran baru di berbagai bidang dianggap memberatkan kelas menengah.

"Hal ini bisa dikaitkan dengan fakta bahwa kelas menengah seringkali tidak bisa mendapat manfaat subsidi yang diterima kelas ekonomi bawah , dan tidak memiliki sumber daya sebanyak kelas ekonomi atas," katanya.

Itu sebab, ia mendorong pemerintah menunda kenaikan harga harga barang dan jasa yang bisa dikendalikan pemerintah, menaikkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP), melindungi industri padat karya, dan menurunkan suku bunga untuk menggerakkan sektor riil.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan jumlah masyarakat kelas menengah pada 2023, yakni dari 23% menjadi 18,82% terhadap total penduduk di Indonesia.

Sementara persentase jumlah penduduk kelas rentan meningkat dari 18,9% menjadi 20,32%, begitu pula masyarakat calon kelas menengah yang meningkat dari 49,6% menjadi 53,45%. Hal ini mengindikasikan kelas menengah mengalami turun kelas.

Kontribusi Kelas Menengah

Laporan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), kelas menengah pada 2023 sekitar 52 juta jiwa, atau 18,8 persen dari populasi.

Namun, sejak 2014 hingga 2018, kelas menengah bertambah dari 39 juta jiwa menjadi 60 juta jiwa, naik 21 juta. Sejak itu, jumlah kelas menengah menurun lebih dari 8,5 juta jiwa.

Menurut laporan itu, kelas menengah berperan penting dalam perkembangan ekonomi negara. Negara dengan kelas menengah lebih besar, memiliki kecenderungan tumbuh lebih cepat. Kelas menengah menyumbang 50,7 persen dari penerimaan pajak negara.

Bank Dunia mendefinisikan kelas menengah sebagai individu dengan keamanan ekomomi yang bebas kekhawatiran akan kemiskinan. Mereka juga mengalokasikan pendapatannya untuk konsumsi diskresioner atau pengeluaran non-esensial yang dikeluarkan individu.

Belum Ada Program Khusus

Sebelumnya, Deputi III Kepala Staf Kepresidenan bidang Perekonomian Edy Priyono menyebut belum ada program perlindungan sosial baru khusus masyarakat kelas menengah.

Pernyataan itu disampaikan Edy merespons penurunan kelas menengah selama lima tahun terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah kelas menengah turun menjadi calon kelas menengah dan kelompok rentan mencapai 8,5 juta orang.

"Poin saya adalah meskipun sampai sekarang belum ada rencana secara spesifik mungkin. Tapi, sudah masuk ke dalam, kita tahu ada usulan-usulan program perlindungan khusus kelas menengah. Tapi, setahu kami itu belum ada rencana untuk membuat skema khusus itu. Tapi, dari skema-skema perlindungan yang ada sudah yang menyasar kelas menengah. Meskipun tidak spesifik disebut sebagai program untuk perlindungan kelas menengah," kata dia kepada KBR, Kamis (08/08/24).

Edy mengeklaim, ada sejumlah program yang juga menyasar kelompok menengah antara lain pelatihan Kartu Prakerja, kredit perumahan bersubsidi, pupuk subsidi, hingga subsidi BBM. Kata dia, perlindungan meliputi dua hal, yakni dari sisi pendapatan, dan pengurangan beban pengeluaran.

Upaya pengurangan beban pengeluaran dilakukan pemerintah dengan subsidi dan program-program yang sudah disebut Edy. Sementara dari sisi pendapatan, pemerintah juga berupaya memastikan pendapatan masyarakat tetap terjaga.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!