NASIONAL

Kelas Menengah Turun atau Standar Miskin Rendah?

Kelas menengah berperan penting dalam perkembangan ekonomi negara.

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah, Sindu

EDITOR / Sindu

Kelas Menengah Turun atau Standar Miskin Rendah?
Ilustrasi: Individu kelas menengah berbelanja di swalayan. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta– Jutaan penduduk kategori kelas menengah turun menjadi kelompok rentan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah kelas menengah turun menjadi calon kelas menengah dan kelompok rentan mencapai 8,5 juta orang atau 18,8 persen populasi.

Anggota Komisi Sosial DPR dari Fraksi PKS, Iskan Qolba Lubis merespons penurunan itu. Menurut dia, sejatinya kelompok menengah yang merosot tersebut memang masuk kategori kelas bawah. Sebab, standar kemiskinan di Indonesia terlalu rendah dibanding standar kemiskinan global.

“Kelas bawah itu sebenarnya jumlahnya cukup besar, cuma, kan, pemerintah membuat standar penilaian itu terlalu rendah. Kalau standar PBB itu kan tiap orang yang punya penghasilan dua dolar tiap hari jadi ekuivalen Rp32 ribu per hari berarti sekitar Rp900 sampai Rp1 juta-lah (sebulan). Nah, Indonesia, kan, dia cuman standar Rp600 ribu, dari situ saja sangat mungkin ditemukan orang miskin. Tapi, pemerintah tidak menulis itu ke dalam daftar miskin,” ujarnya kepada KBR, Kamis, 08 Agustus 2024.

Hitung Ulang

Menurut Iskan, pemerintah semestinya mengategorikan lagi kelas menengah berdasarkan jumlah pendapatan. Itu karena, ada orang yang masuk kelas menengah, namun dari segi pendapatan rentan. Ia menilai, pengenaan pajak seperti PPh 21 maupun PPN 12 persen bisa berdampak ke mereka.

"Dari situ sedikit saja ada tambahan biaya hidup dia langsung jadi miskin begitu atau minimal ada lah kebutuhan yang harus dikurangi. Umpamanya ketika harga beras naik, itu kan beras hampir 20 persen naiknya, misalnya juga subsidi minyak nanti dibatasi, itu juga berpengaruh," tuturnya.

Iskan mendorong pemerintah memperluas lapangan kerja agar kelas menengah bisa bertahan.

"Kalau kelas bawah itu kan sudah ada solusinya mereka dapat BLT, kan. Kelas menegah itu memang pemerintah mereka harus membuat program-program yang membuat kelas menengah itu survive misalnya lapagan kerja ditambah," ujarnya.

Pemerintah juga bisa mendirikan sentra ekonomi mikro semisal di bidang wisata kreatif maupun kuliner untuk menopang hidup kelas menengah.

"Intinya itu masalah makro sebetulnya, bukan masalah mikro. Artinya begitu pemerintah menumbuhkan lapangan kerja, manufaktur jalan, industri jalan, pembangunan jalan, investasi juga datang dari luar, itu automatis mereka survive, mereka kan bukannya tidak kerja, mereka kerja cuman terbatas, kan," katanya.

Kontribusi Kelas Menengah

Laporan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), kelas menengah pada 2023 sekitar 52 juta jiwa, atau 18,8 persen dari populasi.

Namun, sejak 2014 hingga 2018, kelas menengah bertambah dari 39 juta jiwa menjadi 60 juta jiwa, naik 21 juta. Sejak itu, jumlah kelas menengah menurun lebih dari 8,5 juta jiwa.

Menurut laporan itu, kelas menengah berperan penting dalam perkembangan ekonomi negara. Negara dengan kelas menengah lebih besar, memiliki kecenderungan tumbuh lebih cepat. Kelas menengah menyumbang 50,7 persen dari penerimaan pajak negara.

Bank Dunia mendefinisikan kelas menengah sebagai individu dengan keamanan ekomomi yang bebas kekhawatiran akan kemiskinan. Mereka juga mengalokasikan pendapatannya untuk konsumsi diskresioner atau pengeluaran non-esensial yang dikeluarkan individu.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!