NASIONAL

Kasus Korupsi Basarnas Dialihkan ke Puspom, TNI: Jangan Khawatir

"TNI itu salah satu yang telah berhasil menghukum pelaku tindakan korupsi dengan hukuman maksimal seumur hidup."

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah

OTT Basarnas
Minta maaf, Waka KPK Johanis Tanak dan Danpuspom TNI Agung Handoko konpers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/07/23). (Antara/Reno Esnir)

KBR, Jakarta-   Tentara Nasional Indonesia (TNI) meminta masyarakat untuk tidak khawatir terkait dengan pengusutan kasus dugaan korupsi yang menyeret orang militer Kepala Basarnas RI Periode 2021-2023, Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas, Letkol Afri Budi Cahyanto.

Juru Bicara TNI, Julius Widjojono mengatakan institusinya  merupakan salah satu yang berhasil menghukum pelaku korupsi dengan hukuman maksimal seumur hidup.  

“Berkaitan dengan masalah adanya keraguan dari masyarakat untuk penyelesaian kasus korupsi, TNI itu salah satu yang telah berhasil menghukum pelaku tindakan korupsi dengan hukuman maksimal seumur hidup. Ada dua di sejarah bangsa ini bahwa koruptor dihukum semaksimal mungkin ada dua, satu ada di TNI, satu ada di sipil, jadi enggak usah khawatir,” jelas Julius saat dihubungi KBR, Minggu (30/7/2023).

Lanjutnya, pengusutan kasus ini tidak bisa hanya diproses oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI saja, namun perlu berkoordinasi dengan Korupsi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebab kasus dugaan korupsi tersebut melibatkan orang militer yang dalam proses hukumnya memiliki aturan sendiri tertuang dalam Undang-Undang Peradilan Militer Nomor 31 Tahun 1997.

“Perkara ini tidak bisa diselesaikan sendiri oleh Puspom, harus bekerja sama dengan KPK, jadi ini tidak bisa diselesaikan sendiri, pas penyelidikan nanti. Apalagi sekarang barang buktinya masih ada di KPK, kan banyak tuh KPK punya data-data lengkap tentang tindakan ini belajar dari kasus-kasus yang lalu,” kata Julius.

Jurnalis KBR hendak bertanya terkait dengan munculnya wacana revisi Undang-Undang Peradilan Militer Nomor 31 Tahun 1997 yang dianggap perlu karena aturan itu dinilai kerap digunakan sebagai sarana impunitas dan alibi untuk tak mengadili prajurit TNI di peradilan umum, namun sayangnya Julius sudah mematikan telepon.



Baca juga:

Respons Jokowi usai OTT KPK Proyek Kereta Api

- Menko Luhut: OTT Jelek Buat Indonesia

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, meminta maaf kepada rombongan Puspom TNI atas polemik penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.

Johanis menyatakan terdapat kekhilafan dari tim penyelidik saat melakukan OTT. Mengacu kepada Undang-undang, Johanis menjelaskan lembaga peradilan terdiri dari empat yakni militer, umum, agama dan Tata Usaha Negara (TUN).

Ia mengakui bahwa peradilan militer khusus untuk anggota militer, sedangkan peradilan umum untuk sipil.

"Tim penyelidik kami, mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwa sahnya manakala ada melibatkan TNI, harus diserahkan kepada TNI, bukan kita KPK," ujar Johanis setelah pertemuan dengan jajaran Puspom TNI di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (28/7/2023).

Kasus bermula ketika  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meringkus 11 orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta dan Bekasi, pada Selasa (25/05/23). Dari hasil operasi senyap itu, KPK menetapkan lima tersangka suap pengadaan barang dan jasa di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan Basarnas tahun 2021-2023.


Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, salah satu tersangka yang ditetapkan yakni Kepala Basarnas Henri Alfiandi.

"KPK kemudian menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka sebagai berikut. Yang pertama MG, Komisaris Utama PT MGCS. Kemudian yang kedua MR, Direktur Utama PT IGK. Yang ketiga RA, Direktur Utama PT KAU. Yang keempat HA, Kepala Basarnas RI periode 2021-2023. Dan yang kelima BAC, Koorsmin Kepala Basarnas RI," kata Marwata saat konferensi pers di Kantor KPK, Rabu (26/7/2023) malam.

Para tersangka itu Kabasarnas RI periode 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfiandi; Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto; Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.

KPK menyebut, semenjak  2021, Basarnas (Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan) melaksanakan beberapa tender proyek pekerjaan yang diumumkan melalui layanan LPSE Basarnas. Diantaranya pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar, pengadaan Public Safety Diving Equipment dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.

Untuk memenangkan proyek tersebut, para tersangka dari swasta bertemu dengan Kepala Basarnas dan   Koorsmin Kepala Basarnas.  Dalam pertemuan ini, diduga terjadi kesepakatan pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak.

KPK pun menyerahkan proses hukum Henri dan Afri Budi selaku prajurit TNI kepada Puspom Mabes TNI. Hal itu sebagaimana ketentuan Pasal 42 UU KPK jo Pasal 89 KUHAP.

KPK melakukan penahanan terhadap Marilya dan Roni Aidil selama 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 26 Juli 2023 sampai dengan 14 Agustus 2023. Marilya ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Gedung Merah Putih, sedangkan Roni Aidil ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 Gedung ACLC.

Editor: Rony Sitanggang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!