NASIONAL
Kalkulasi Bisnis Koperasi Desa Merah Putih Dinilai Tak Masuk Akal
Ujung-ujungnya, ketika modal sudah selesai diberikan, tiga bulan kemudian, koperasinya banyak yang tutup.

KBR, Jakarta – Ambisi pemerintah membentuk 80.000 unit Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih selama periode Mei-Juni 2025 dengan total modal awal Rp400 triliun, dan menargetkan perputaran uang hingga Rp2.000 triliun dalam dua tahun, dinilai jauh dari akal sehat.
“Menurut saya itu sangat tidak masuk akal dan tidak logis. Karena orang berbisnis itu kan hitung-hitungannya bukan untungnya duluan. Orang bisnis itu harus berpikir dulu bagaimana model bisnisnya, seperti apa tata kelolanya, lalu juga visibilitasnya. Apa semua itu sudah dilakukan?” tanya pakar ekonomi sekaligus Guru Besar Universitas Airlangga, Surabaya, Rahma Gafmi kepada KBR Media (17/4/2025).
Model bisnis Kopdes Merah Putih, menurut Rahma, harus dijabarkan lebih dulu, termasuk menganalisis SWOT.
“Juga, tantangan-tantangan Kopdes Merah Putih itu apa saja, semua ini harus ada analisisnya. Namanya, analisa SWOT. Nah, matangkan dulu grand design-nya seperti apa, visibilitasnya seperti apa, juga untung-ruginya harus dipikirkan sedari awal. Jangan cuma tetapkan laba atau untungnya dulu yang dipikirkan,” sentilnya.
Inpres dan Target Ambisius Kopdes Merah Putih
Diketahui, pembentukan 80.000 Kopdes Merah Putih sesuai Instruksi Presiden RI Nomor 9 tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 27 Maret 2025.
Pemerintah pun menganggarkan modal awal pembentukan Kopdes Merah Putih sebesar Rp5 miliar per unit, sehingga bila dikalikan 80.000 unit maka total modal awal berjumlah Rp400 triliun.
Mengantongi total modal awal yang “raksasa”, pemerintah pun menjabarkan sedikitnya tujuh unit bisnis yang nantinya bakal dikelola Kopdes Merah Putih.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyebutkan ketujuh unit bisnis tersebut. Mulai dari Pengadaan Sembako, Simpan Pinjam, Klinik Desa, Apotek Desa, Cold Storage/Pergudangan, Sarana Logistik Desa, dan Usaha Lainnya sesuai potensi Desa.
“Kopdes Merah Putih akan dijadikan pusat ekonomi desa dengan gudang modern dan outlet strategis,” jelas Zulhas saat Lanjutan Sosialisasi Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih Wilayah 4 (Jakarta, Banten, Sulawesi, Maluku dan Papua), Selasa (15/4/2025).

Program Kopdes Merah Putih. (Sumber: Kemenko Pangan)
Dengan kucuran total modal awal untuk 80.000 Kopdes Merah Putih yang mencapai Rp400 triliun, berikut pengelolaan sejumlah unit bisnis yang akan dilaksanakan, pemerintah kemudian menargetkan perputaran ‘cuan’ hingga Rp2.000 triliun dalam dua tahun.
Target bisnis itu berulang kali disampaikan pemerintah. Salah satunya meluncur dari pernyataan Wakil Menteri Koperasi yang juga politikus Partai Gerindra, Ferry Juliantono.
“Diproyeksikan bisa balik modal hingga empat kali lipat atau sebesar Rp2.000 triliun dalam dua tahun,” ujarnya usai rapat Kopdes Merah Putih di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta Pusat, Senin (14/4/2025).
Mustahil Capai Target Kopdes
Mengomentari “matematika” bisnis Kopdes Merah Putih itu, pakar ekonomi Rahma Gafmi menyebutnya sebagai hal yang mustahil tercapai.
Ia berpijak pada pengalaman pahitnya saat diminta turut membidani kelahiran koperasi di Jawa Timur.
“Aduh mustahil, Kopdes Merah Putih akan mencapai target sebesar itu. Kenapa? Saya ini sudah berpengalaman membantu Pemprov Jatim membangun Koperasi Wanita Syariah, saat eranya Bapak Gubernur Jatim, Soekarwo. Ketika itu, koperasinya disuntik modal Rp5 juta per koperasi. Dan ujung-ujungnya, ketika modal sudah selesai diberikan, tiga bulan kemudian, koperasinya banyak yang tutup. Dan orangnya pada ‘hilang’ semua,” ungkap Rahma.
Akibat skandal koperasi itu, menurut Rahma, akhirnya belakangan dijadikan temuan yang dikulik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Dan (Kopdes Merah Putih) ini juga, yang saya lihat akan juga sarat dengan moral hazard. Karena ini, miliaran rupiah modelnya. Jadi, kita tahu secara kasat mata, nanti kan yang mengelola di desa-desa itu pasti juga perangkat desa, aparat desa, yang tidak mempunyai suatu kompetensi mengelola keuangan yang besar secara profesional, ya. Nah, ini yang saya khawatirkan, nanti akan menghambur-hamburkan uang saja,” khawatirnya.
Baca juga:
* BUMDes dan Kopdes Bisa Saling Terjadi Konflik Kepentingan
Rahma menyarankan, pembentukan 80.000 Kopdes Merah Putih dirancang ulang atau dipikirkan ulang.
“Jangan hanya nafsu saja, karena APBN kita sekarang ini defisit Rp104,2 triliun. Kalau APBN dipaksakan membiayai Kopdes Merah Putih, itu tidak mungkin. Sementara tahun depan, utang kita juga jatuh tempo,” ujarnya.

Sejumlah unit bisnis yang akan dikelola Kopdes Merah Putih. (Sumber: Kemenko Pangan)
Dilanjutkannya, sumber dana pembentukan Kopdes Merah Putih yang akan diambil dari APBN/APBD, juga bertolak belakang dengan semangat efisiensi anggaran.
“Dengan kebijakan efisiensi anggaran, pemerintah daerah sekarang ini juga lagi ikut susah. Karena mereka harus memikirkan anggaran, misalnya untuk pemeliharaan infrastruktur, pendidikan, dana tanggap darurat bencana alam dan sebagainya. Kalau anggaran pembentukan Kopdes Merah Putih dibebankan ke APBD juga tidak mungkin. Jadi, ‘matematika’ bisnis Kopdes ini tidak masuk akal, tidak rasional,” ujarnya.
Rahma pun mengkhawatirkan bila sumber pendanaan Kopdes Merah Putih nantinya diperoleh dari bank-bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Negara (Himbara).
“Saya khawatir nantinya itu dipaksakan untuk bank-bank Himbara memberikan bantuan modal ke koperasi-koperasi yang memang menjadi target pemerintah. Ujung-ujungnya nanti, yang saya khawatirkan, bakal ada potensi kredit macet,” tuturnya.
Bila itu terjadi, menurutnya lagi, akhirnya akan banyak orang yang tidak percaya lagi dengan perbankan dan menarik dananya dari bank-bank.
“Apa yang akan terjadi? Bank-bank kekeringan likuiditas, sedangkan kredit macet naik. Lantas, apa? Nanti terjadi krisis seperti tahun 1997-1998. Yang demikian melanggar “legal lending limit” atau Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Jadi, jangan memaksakan bank-bank itu untuk memberikan modal kepada Kopdes Merah Putih,” sarannya.
Beragam Unit Bisnis Kopdes, Potensial Picu Penyelewengan
Rahma juga tak percaya, sederet unit bisnis yang akan dikelola 80.000 Kopdes Merah Putih se-tanah air bakal mendatangkan ‘cuan’ menguntungkan.
“Enggak masuk akal. Begini, faktor yang mempengaruhi keuntungan itu kan ada namanya margin keuntungan. Bila semakin tinggi margin keuntungannya, maka semakin besar pula keuntungan yang dapat diperoleh," tuturnya.
"Terus, ada volume penjualan. Semakin besar volume penjualan, maka semakin besar pendapatan yang diperoleh. Harus ada juga efisiensi biaya. Karena, semakin besar keuntungan yang diperoleh, tentunya bagaimana cara mengelola keuntungannya itu juga harus dilakukan efisien,” imbuhnya.
Baca juga:
* Koperasi Desa Merah Putih akan Dibentuk, Apa Keunggulannya?
Dilanjutkan Rahma, dirinya heran dengan kalkulasi rasio keuntungan yang diklaim akan diraih Kopdes Merah Putih, dari modal Rp400 triliun menjadi lima kali lipat atau Rp2.000 triliun dalam dua tahun.
“Itu keuntungan yang sangat besar. Tidak biasa dalam bisnis bisa terjadi seperti itu. Enggak bisa, seolah-olah dengan gebyar 80.000 Kopdes Merah Putih di seluruh desa se-Indonesia, lantas dalam dua tahun langsung untung hingga lima kali lipat,” herannya.
Keuntungan itu, kata Rahma, dihitung dengan cara mengurangi total pendapatan dengan total biaya.
“Kalau kita asumsikan misalnya pendapatan itu X. Jadi keuntungan itu sama dengan X dikurangi total biaya. Nah sekarang, total biaya Kopdes itu berapa? Operating cost-nya itu yang harus dihitung. Gaji pegawainya, pengurusnya, itu kan cost,” urainya.
Terkait calon pengelola Kopdes Merah Putih, Rahma juga menyampaikan kekhawatirannya.
“Ini jujur ya, rekrutmen siapa yang mengelola itu kan bukan berdasarkan meritokrasi, tapi semata like and dislike. Artinya, hanya calon pengelola yang punya hubungan keluarga, kekerabatan saja dengan perangkat desa. Akhirnya, pengelola Kopdes Merah Putih tidak akan profesional,” tuturnya seraya menyebut Kopdes sebaiknya tidak mengelola terlalu banyak unit bisnis.
"Harus ada spesifikasi khusus, Kopdes ini core business-nya mau apa," tambahnya.
Mengapa Kopdes jangan terlalu banyak mengelola unit bisnis?
“Karena, kalau seperti itu, malah akan berpotensi terjadinya penyelewengan. Apalagi ini terkait dengan bisnis pengadaan sembako, simpan pinjam dan sebagainya. Kalau memang mau bisnis pengadaan sembako, ya sudah sembako saja. Atau malah mungkin pengadaan pupuk saja. Bukankah Kopdes ini ditujukan antara lain untuk menghindarkan para petani dari pihak makelar, juga rentenir,” harapnya.
Koperasi itu Gotong-Royong, Bukan Disuntik Modal
Rahma mengingatkan, pembentukan Kopdes Merah Putih tak usah dipaksakan hingga berjumlah 80.000 unit hingga paling lambat Juli 2025.
“Koperasi-koperasi yang sudah ada dan mati suri, tak perlu dipaksakan ditransformasikan menjadi Kopdes Merah Putih. Selain itu, teliti juga mana koperasi-koperasi yang hanya kekurangan modal usaha. Bantuan modal bisa diberikan tapi tidak harus Rp5 miliar. Ingat, filosofi koperasi itu gotong-royong. Dibangun dengan kegotong-royongan, bukan disuntik modal. Para anggota menghimpun modalnya, mengembangkan usahanya, sehingga menjadi penolong masyarakat. Itu baru namanya sokoguru perekonomian. Koperasi itu kan sokoguru perekonomian,” urainya.
Baca juga:
* Risiko Kopdes Merah Putih Cawe-cawe Bisnis Klinik dan Apotek
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!