NASIONAL

Jokowi dan Harapan Perlindungan Bagi Kaum Minoritas

Presiden Joko Widodo diminta untuk intens dan lebih peduli dalam melihat potensi adanya diskriminasi terhadap kaum minoritas. Sebab Pemerintah Pusat sangat berperan dalam menciptakan toleransi dalam kehidupan masyarakat.

AUTHOR / Ninik Yuniati

Jokowi dan Harapan Perlindungan Bagi Kaum Minoritas
Jokowi, Kaum Minoritas

KBR, Jakarta – Presiden Joko Widodo diminta untuk intens dan lebih peduli dalam melihat potensi adanya diskriminasi terhadap kaum minoritas. Sebab Pemerintah Pusat sangat berperan dalam menciptakan toleransi dalam kehidupan masyarakat.

Lembaga Abdurrahman Wahid Center Universitas Indonesia menilai, selama ini presiden sebagai kepala pemerintahan dianggap belum mampu mengatasi konflik-konflik yang bersumber dari masalah toleransi itu. Terlebih saat pemerintahan di era Susilo Bambang Yudhoyono dimana kasus-kasus intoleransi banyak terjadi lantaran tidak adanya aturan yang tegas untuk menjerat pelaku.

Soal kasus diskriminasi, lembaga ini beberapa waktu lalu melansir catatan akhir tahun 2014, tentang daerah-daerah yang ramah pada kelompok minoritas. Wonosobo, Solo dan Jakarta dinyatakan sebagai kota-kota yang ramah pada kaum minoritas.

Wonosobo, lewat kebijakan-kebijakan bupatinya Abdul Kholiq Arif, menjadi kota yang ramah pada kaum Ahmadiyah dan sekte-sekte keagamaan. Sementara Solo sebagai kota ramah pada kaum disabilitas. Jakarta ramah pedagang kaki lima/PKL, meski banyak kekurangan.

“Riset ini kata Suaedy, dilakukan menyusul banyaknya kasus-kasus intoleransi yang dialami oleh para kaum minoritas. Baik itu terkait agama, maupun jika dilihat dari strata sosial,” kata Koordinator The Abdurrahman Wahid Center UI, Ahmad Suaedy dalam perbincangan Agama dan Masyarakat di KBR beberapa waktu lalu.

Wonosobo, kata dia, dinyatakan sebagai kota yang toleran terhadap kaum Ahmadiyah dan sekte-sekte keagamaan. Untuk penganut Ahmadiyah, Syiah, dan penganut Aboge, Bupati Kholiq menjadi penjaga gawang dalam setiap ada “isu miring”. Bentuk perlindungannya antara lain saat Ahmadiyah di sejumlah kota besar disudutkan, dia mengundang Ahmadiyah, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk duduk bareng diskusi.

Setelah itu, Bupati juga mendeklarasikan upaya menjaga kedamaian. Sejumlah penganut Ahmadiyah juga menjadi bagian dari pengambil kebijakan untuk komunitasnya. “Kholiq menjadi salah satu perawat toleransi di Republik ini, setelah negara absen memenuhi kewajibannya dalam merawat keberagaman,” jelas Suaedy.

Selain itu, ia juga dinilai bisa mengontrol kelompok intoleran semacam Front Pembela Islam (FPI) untuk berkembang di sana. Sebab di sejumlah daerah, FPI kerap menjadi pemicu konflik di tengah masyarakat. Khususnya yang menyangkut soal keyakinan. “Keberadaan ormas-ormas radikal di Wonosobo bisa dikontrol sedemikian rupa oleh Kholiq. Hasilnya, kasus-kasus intoleran yang selama ini terjadi di wilayah lain, tidak terjadi di sana,” katanya.

Solo dan Jakarta


Sementara itu, Solo dinyatakan sebagai kota yang ramah terhadap kaum disabilitas. Pemerintah Kota Solo memang mulai terbuka terhadap perspektif disabilitas. Hal ini dibuktikan dengan produk hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) Kesetaraan Difabel nomor 2 tahun 2008 dan Peraturan Wali Kota (Perwali) nomor 9 tahun 2013 terkait Kota Inklusi.

Proses pengesahan Perda yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ini terhitung cukup lama karena sempat mengalami penolakan dari eksekutif. Kedua produk hukum tersebut sudah berusaha mengakomodasi kebutuhan difabel seperti aksesibilitas sarana publik, akses pendidikan, dan kesehatan.

“Terobosan lain yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Solo adalah pembentukan Tim Advokasi Difabel (TAD) dengan fungsi sebagai tim rujukan apabila ada kasus terkait implementasi Perda,” jelas Suaedy.

Sementara itu, Ibukota Jakarta dinilai berhasil menangani pedagang kaki lima. “Usaha inklusi juga dilakukan di Jakarta seperti pemberian Kartu Tanda Penduduk, izin usaha, sertifikat rumah dan tempat usaha yang jelas. Contoh konkretnya adalah pemindahan pedagang kaki lima di Tanah Abang ke Blog G, serta relokasi pemukim liar di Waduk Pluit ke Rusunawa Marunda,” pungkasnya.

Editor: Anto Sidharta

 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!