NASIONAL

Jokowi Upayakan Urusan Sertifikat Tanah Kelar Tahun Depan

Presiden menginginkan agar urusan sertifikat tanah di seluruh Indonesia dapat selesai pada 2024.

AUTHOR / Astri Septiani, Heru Haetami

Jokowi Upayakan Urusan Sertifikat Tanah Kelar Tahun Depan
Ilustrasi: Warga Air Bangis Pasaman Barat demo menolak rencana PSN dan menuntut penyelesaian konflik agraria di Padang, Selasa (1/8/2023). (Foto: ANTARA/Iggoy

KBR, Jakarta- Presiden Joko Widodo mengeklaim terus berupaya mempercepat penyelesaian urusan sertifikat tanah milik masyarakat. Presiden menginginkan agar urusan sertifikat tanah di seluruh Indonesia dapat selesai pada 2024.

Hal tersebut disampaikan Jokowi dalam acara penyerahan sertifikat tanah untuk rakyat di Gelanggang Olah Raga (GOR) Delta, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur.

"Ini kita ingin mati-matian agar tahun depan itu bisa diselesaikan, tapi kalau kepleeset mungkin masih 6 juta (sertifikat). Artinya tahun depannya lagi sudah semua lahan tanah di Indonesia di negara kita sudah pegang sertifikat semuanya. Ini kerja keras mati-matian dari kantor BPN kabupaten, kantor BPN di provinsi, juga kantor BPN di pusat," kata Presiden, Rabu, (27/12/23).

Jokowi menyebut sejumlah konflik dan sengketa tanah yang sering terjadi akibat tidak adanya sertifikat. Presiden mengeklaim pada 2015, hanya 46 juta lahan yang selesai dari total 126 juta lahan. Padahal, sertifikat tanah merupakan tanda bukti hak hukum atas tanah yang dimiliki.

Menurut presiden, kepemilikan sertifikat penting untuk menghindari terjadinya konflik dan sengketa lahan. Jokowi menilai, penyelesaian sertifikat tanah mampu meredam permasalahan konflik lahan di daerah-daerah. Presiden bersyukur urusan sertifikat tanah yang saat ini telah selesai.

"Jangan dipandang mudah, kalau yang namanya sudah sengketa tanah itu pemilik itu mati-matian mempertahankan tanahnya betul? Bahkan saling membunuh kadang-kadang terjadi. Karena ini memang adalah tanda bukti hak kepemilikan tanah yang kita miliki," tambahnya.

Percepatan Program TORA

Presiden Joko Widodo bertemu ribuan warga penerima program reforma agraria dan perhutanan sosial di Kecamatan Genteng, Banyuwangi, Jawa Timur, hari ini.

Kepada ribuan warga penerima manfaat program Tanah Objek Reforma Agraria atau TORA, Jokowi memastikan akan mempercepat penerbitan sertifikat bagi mereka.

"Ini baru saja saya menelpon Menteri BPN (Badan Pertanahan Nasional), Pak Hadi sudah menjawab sedang dalam proses secepatnya akan segera diselesaikan nanti saya kejar," kata Jokowi di Banyuwangi, Rabu (27/12).

Jokowi mengatakan, saat ini penerima manfaat program TORA baru menerima SK Biru sebagai hak pengelolaan tanah. Presiden menargetkan pengurusan sertifikat rampung maksimal tiga bulan.

Catatan Periode Pemerintahan Jokowi

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, ada lebih dari 470 letusan konflik agraria akibat pembangunan infrastruktur. Sebagian besar adalah pembangunan proyek strategis nasional.

Kepala Departemen Kampanye Konsorsium Pembaruan Agraria Benni Wijaya mengatakan konflik agraria yang muncul akibat proyek strategis nasional seperti fenomena gunung es. Artinya, banyak yang tidak kelihatan di permukaan.

“Ini fenomena gunung es ya dari proyek strategis nasional yang memang selama ini sudah banyak bermasalah. (Pulau) Komodo juga seperti itu, Mandalika begitu juga, Air Bangis kemarin termasuk Kertajati, Wadas. Saya rasa hampir sebagian besar proyek strategis nasional itu menimbulkan konflik,” ucap Benni kepada KBR, Selasa, (12/9/2023).

Proyek Strategis Nasional

Konsorsium Pembaruan Agraria menyebut Proyek Strategis Nasional (PSN) kerap menimbulkan konflik lahan lantaran proses pembangunan dilakukan sepihak dan tergesa-gesa, tanpa melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna.

Selain itu, situasi di lapangan juga kerap terjadi ketegangan karena tempat yang hendak dibangun justru berada di tanah masyarakat.

Benni Wijaya mengatakan penolakan oleh masyarakat kerap ditangani pemerintah dengan pengerahan aparat. Akibatnya, kerap muncul bentrok, kericuhan dan jatuh korban.

Benni Wijaya mengingatkan ketentuan yang ada dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum. Dalam konteks pengadaan tanah bagi kepentingan umum, pemerintah terlebih dahulu harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat terdampak.

“Di Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 itu ada alur yang harus dijalani pemerintah dulu seperti melakukan musyawarah dengan masyarakat terdampak oleh pembangunan. Nah di aturan itu masyarakat berhak menolak rencana pembangunan jika mereka menganggap ini tidak memberikan nilai positif bagi kehidupan masyarakat lokal di sana,” kata Benni.

Bagi masyarakat yang setuju adanya rencana pembangunan, maka ada beberapa opsi ganti kerugian. Yaitu ganti rugi dalam bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!