NASIONAL

Jelang Akhir Masa Kerja DPR, Puluhan RUU Belum Disahkan

Upaya itu butuh komitmen bersama semua kelengkapan alat dewan dan pemerintah

AUTHOR / Hoirunnisa, Astri Septiani, Rangga Sugeri

DPR
Anggota DPR swafoto usai rapat paripurna ke-16 pembukaan masa persidangan V tahun sidang 2023-2024 di Jakarta, Selasa (14/4/2024) (FOTO: ANTARA/Galih Pradipta)

KBR, Jakarta- Sebagian kalangan anggota DPR menegaskan tanggung jawab menetapkan undang-undang tidak hanya di parlemen, melainkan juga pemerintah.

Hal itu diungkap Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Guspardi Gaus menanggapi kritik terkait rendahnya kinerja dewan. Salah satu yang dikritik adalah pengesahan legislasi. Dari total 47 RUU prioritas yang telah ditetapkan DPR dan pemerintah, hanya Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta yang sudah disahkan.

Politikus Partai Amanat Nasional ini memastikan bakal menindaklanjuti rancangan undang-undang yang sudah diterima Baleg. Namun, upaya itu butuh komitmen bersama semua kelengkapan alat dewan dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang.

"Kalau Baleg itu kan sifatnya harmonisasi dan sinkronisasi. Rancangan yang dibahas oleh alat kelengkapan lain, kalau itu masuk ke Baleg kita bahas tidak pernah menahan. Pas masuk kita langsung bahas. Apakah undang-undang rancangan ini sesuai dengan undang-undang yang lebih tinggi atau tidak tabrakan dengan undang-undang lain," ujar Guspardi kepada KBR, Selasa (14/5/2024).

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Guspardi Gaus menyebut, tidak menutup kemungkinan akan ada pembahasan RUU kumulatif terbuka di luar RUU prioritas yang sudah ditetapkan.

Semisal Revisi Undang-Undang Penyiaran dan Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang masih memuat sejumlah pasal yang dianggap bermasalah.

Guspardi berdalih, kinerja DPR tidak terfokus pada kuantitas, atau banyaknya undang-undang yang ditetapkan, melainkan juga kinerja secara kualitas.

Baca juga:

Pembahasan Masih Mangkrak

Salah satu peraturan yang hingga kini masih mangkrak adalah Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. LSM antikorupsi ICW ragu peraturan yang dapat memiskinkan koruptor itu akan dibahas menjelang sisa masa kerja DPR periode 2019-2024, meski masuk prolegnas prioritas sejak 2023.

Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Diky Anandya mengatakan, DPR dan pemerintah tidak ada kemauan kuat dan keseriusan untuk mengesahkan RUU tersebut.

"DPR memang tidak pernah punya intensi untuk membahas RUU ini ke dalam rapat kerja mereka. Di satu sisi ini memang menunjukkan bahwa ada atau lemahnya komitmen pemberantasan korupsi DPR utamanya soal pengembalian aset hasil kejahatan tindak pidana korupsi. Dan di saat yang sama ada insinuasi yang diciptakan bahwa ada ketakutan DPR atas isi substansi dalam RUU perampasan aset ini," kata Diky kepada KBR (14/05/24).

Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Diky Anandya menilai, tanggung jawab Presiden Joko Widodo (Jokowi) semestinya tidak berhenti hanya di penandatanganan Surat Perintah Presiden (Supres), Mei tahun lalu saja.
Pemerintah semestinya mendesak DPR segera membahas RUU ini selayaknya pemerintah mendesak aturan usulan pemerintah lain seperti omnibus law cipta kerja, RUU Minerba dan omnibus law kesehatan.

Representasi Masyarakat 

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai kinerja DPR di akhir masa akhir periode masih rendah. Peneliti Formappi bidang anggaran, Yohannes Tariyono mengatakan, DPR telah mengabaikan diri sebagai representasi rakyat. Itu sebab, DPR tidak mampu menghasilkan produk Undang-Undang secara signifikan.

“DPR belum mampu secara signifikan menghasilkan produk Undang-Undang dalam setiap masa sidang, bahkan sering terjadi nihil. Dalam masa sidang 4 ini memang DPR berhasil mengesahkan dua Undang-Undang yakni Undang-Undang tentang desa dan Undang-Undang tentang DKJ, tapi kedua Undang-Undang tersebut seharusnya sudah bisa disahkan pada masa sidang ke 3 lalu,” kata Yohannes Tariyono saat konferensi pers menjelang akhir periode kinerja DPR di kantor Formappi, Senin (13/5/2024)

Peneliti Formappi, Yohannes Tariyono menambahkan, selain minimnya pengesahan Undang-Undang yang berpihak kepada rakyat, DPR juga abai mengawasi jalannya tahapan Pemilu 2024. Menurut Yohannes, DPR mesti memaksimalkan kinerja mereka di penghujung masa waktu periode mereka di Senayan.

Editor: Muthia Kusuma

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!