Ada lima dari tujuh aturan turunan UU TPKS yang belum terbit sampai batas waktu 9 Mei 2024, atau dua tahun sejak UU tersebut diundangkan.
Penulis: Astri Yuanasari, Shafira Aurelia
Editor:

KBR, Jakarta - Komisi VIII DPR akan memanggil pemerintah karena tak kunjung menerbitkan semua aturan turunan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Sejauh ini, ada lima dari tujuh aturan turunan UU TPKS yang belum terbit sampai batas waktu 9 Mei 2024, atau dua tahun sejak UU tersebut diundangkan.
Lima aturan turunan yang belum disahkan adalah Rancangan Peraturan Pemerintah Koordinasi dan Pemantauan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RPP TPKS); RPP Dana Bantuan Korban TPKS; RPP Pencegahan, Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RPP 4PTPKS); Rancangan Perpres Kebijakan Nasional Pemberantasan TPKS; dan Rancangan Perpres Pelayanan Terpadu dalam Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan di Pusat.
Anggota Komisi VIII DPR Selly Andriany Gantina mengatakan, komisinya akan mengevaluasi pelaksanaan UU tersebut.
"Mengenai sanksi kepada pemerintah terutama kepada ex officio leading sektor KemenPPPA, itu menjadi catatan oleh Komisi VIII dan kami akan segera mungkin melakukan rapat evaluasi, termasuk juga mungkin oleh Badan Legislasi. Karena batas dari undang-undang tersebut kan dua tahun sejak diundang-undangkan, maka otomatis kalau berdasarkan leading sektor di DPR RI Komisi VIII, tetapi kalau Badan Legislasi mengevaluasi dari undang-undang rujukannya juga bisa," kata Selly kepada KBR, Senin (13/5/2024).
Selly menambahkan, komisinya juga akan mengevaluasi implementasi dua aturan turunan UU TPKS yang sudah ada.
Dua aturan turunan itu yakni Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (Perpres Diklat), serta Perpres Nomor 55 Tahun 2024 tentang Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (Perpres UPTD PPA).
Baca juga: Penegakan Hukum Pelaku Kekerasan Perempuan dan Anak masih Rendah
"Jangan sampai nanti seperti pajangan saja, karena kan kebanyakan meskipun turunannya sudah ada, itu tidak dijadikan rujukan oleh pemerintah daerah. Terkadang peraturan daerah di tingkat provinsi dan kabupaten kotanya pun baru bisa dibuat oleh Pemda setempat itu beberapa tahun berikutnya, sementara kalau kita melihat kasus kekerasan seksual ini kan seperti bola salju, makin ke sini makin besar," imbuhnya.
Sudah Tahap Akhir
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengeklaim proses penyusunan dan pembentukan peraturan turunan UU TPKS sudah memasuki tahapan akhir menuju penetapan dan pengundangan.
Deputi bidang Perlindungan Khusus Anak Nahar mengatakan, lima peraturan pelaksana belum disahkan karena terkendala waktu yang singkat dan pembahasan yang cukup kompleks.
"Ada beberapa pengaturan yang memang tetap harus menunggu itu (aturan turunan UU TPKS), tapi bukan berarti undang-undang tidak bisa diterapkan. Lalu kemudian, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak tentu terus berkomitmen untuk segera menyelesaikan proses aturan turunan Undang-Undang TPKS ini agar dapat segera memberikan jaminan perlindungan bagi korban dan keluarga korban. Saat ini tinggal satu peraturan pelaksanaan Undang-Undang TPKS yang masih dalam tahap harmonisasi. Yang lainnya sudah selesai," ujar Nahar kepada KBR, Senin (13/5/2024).
Baca juga: Peraturan Pelaksana UU TPKS Ditargetkan Rampung sebelum Tenggat
Nahar mengajak seluruh masyarakat terus mengawal penyusunan dan pembentukan rancangan aturan turunan UU TPKS. Sehingga bisa mendukung dan membantu penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia, terutama kasus kekerasan seksual yang menimpa anak.
"Semua sudah dalam tahapan. Ini butuh kerja sama yang kuat. Masyarakat juga harus terus mengawal kasus kekerasan seksual ini," ucapnya.
Undang-Undang TPKS genap menginjak dua tahun sejak disahkan pada 9 Mei 2022. Pasal 91 UU TPKS mengamanatkan semua peraturan pelaksanaan dari undang-undang tersebut harus ditetapkan paling lambat dua tahun terhitung sejak diundangkan.
Editor: Wahyu S.